A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Secara faktual,
kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk
manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak pernah lepas dari
unsure manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh
para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau
diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang
positif.
Pendidikan,
pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya mengandung transformasi
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar
sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke
generasi.
Pendidikan
sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, didalamnya tidak lepas dari
keterbatsan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik,
interaksi pendidik, serta pada lingkungan dan sarana pendidikan.
Berdasarkan
uraian diatas, penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan pada pendidik/guru.
Guru merupakan pelaku utama dalam pendidikan, selain peserta didik. Pendidik
(Guru) yang baik adalah yang memiliki kemampuan atau kompotensi yang bisa
diberikan kepada anak didik. Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan
yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi
orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan
dan pembelajarana di kelas, paling menentukan dalam pengaturan kelas dan
pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian hasil pendidikan dan pembelajaran
yang dicapai siswa.
Seseorang yang
menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai kriteria yang
diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik kalau
yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan criteria yang ditetapkan.
Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995)
syarat seorang pendidik adalah : (1) mempunya perasaan terpanggil sebagai tugas
suci, (2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa
tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang terasa
terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki
perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinggi
atau bertanggungjawab. Menurut mereka juga bahwa kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru adalah :
a Kompetensi
profesional
b Kompetensi
personal
c Kompetensi
sosial
Namun untuk
konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Pada pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Guru yang baik
adalah guru yang bisa menguasai ke empat kompetensi diatas. Dewasa ini banyak
kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya mencari sosok guru yang baik dan
memiliki kemampuan yang berkompoten. Akan tetapi, pembahasan kali ini hanya
membahas tentang “ usaha memperbaiki kualitas guru dengan mengoptimalkan
kompotensi pedagogic dan kompetensi kepribadian “.
B. RUMUSAN
MASALAH
1) Mengemukakan
tentang arti pendidikan dan mendidik menurut para ahli.
2) Memaparkan
tujuan pendidikan.
3) Menjelaskan
apa itu kompetensi dan kompetensi apa yang dimiliki guru.
4) Bagaimana
upaya memgoptimalkan kualitas guru dengan mengoptimalkan kompetensi pedagogik
dan kompetensi profesional
C. PEMBAHASAN
1. Arti
Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal,
merupakan suatu keharusan bagi manusia , karena selain pendidikan sebagai
gejala, juga sebagai upaya memanusiakan manusia. Berikut ini akan dikemukakam
beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli :
Menurut Rusli Lutan (1994) mengemukakan
bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan
dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
Djuju Sudjana
(1996:31) tentang modal itu dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam “human
capital theory”, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai
subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap hidup dirinya maupun dalam
melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori-teori ini konsep
pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal yang dimiliki manusia itu
sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi. Dengan
perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada di luar dirinya
melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan.
Menurut George
F. Knelled Ledi dalam bukunya yang berjudul Of Education (1967:63),
pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan arti
proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau
pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical Ability)
individu, pendidikan dalam arti ini berlangsung terus menerus (seumur hidup)
kita sesungguhnya dan pengalaman seluruh kehidupan kita (George F. Knelled,
1967:63) dan pendidikan, Demands A. kualitative concept of experience
(Frederick Mayyer, 1963:3-5).
Selanjutnya
menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya,
keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat
disimpulkan, pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan
diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan
semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk
Tuhan. Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan antara dua pihak,
yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu
berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal
dayanya yaitu salling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan
(transformasi pendidikan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang
tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
2. Arti
Mendidik
Kalau mendidik
diartikan sebagai memberi nasihat, petujnjuk, mendorong agar rajin belajar,
memberi motivasi, menjelaskan sesuatu atau ceramah, melarang prilaku yang tidak
baik, menganjurkan dan menguatkan perilaku yang baik, dan menilai apa yang
telah dipelajari anak, itu bisa dilakukan oleh semua orang. Dan tidak perlu
susah-susah membuat pendidik menjadi profesional. Tetapi mendidik seperti ini
apakah dapat menjamin anak-anak akan berkembang sempurna secara batiniah dan
lahiriah?
Mendidik adalah
membuatkan kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar anak-anak
sebagai subjek berkembang sendiri. Mendidik adalah suatu upaya membuat
anak-anak mau dan dapat belajar atas dorongan diri sendiri untuk mengembangkan
bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal. Berarti mendidik
memusatkan diri pada upaya pengembangan afeksi anak-anak, sesudah itu barulah
pada pengembangan kognisi dan keterampilannya. Berkembangnya afeksi positif
terhadap belajar, merupakan kunci keberhasilan belajar berikutnya, termasuk
keberhasilan dalam meraih prestasi kognisi dan keterampilan. Bila afeksi anak
sudah berkembang secara positif terhadap belajar, maka guru, dosen, orang tua,
maupun anggota masyarakat tidak perlu bersusah-susah membina mereka agar rajin
belajar. Apapun yang terjadi mereka akan belajar terus untuk mencapai
cita-cita. Inilah pengertian yang benar tentang mendidik. Melakukan pekerjaan
mendidik seperti ini tidaklah gampang. Hanya orang-orang yang sudah belajar
banyak tentang pendidikan dan sudah terlatih mampu melaksanakannya.
Sesudah paham
akan makna kata mendidik, lalu dikembangkan criteria keberhasilan mendidik.
Keberhasilan itu tidak ditentukan olah prestasi akademik peserta didik.
Prestasi akademik otomatis akan muncul manakala pendidikan berhasil. Lagipula
prestasi seperti itu akan benar-benar mencerminkan prestasi akademik mereka
masing-masing secara obyektif bukan karena mencontek atau cara-cara yang tidak
sah lainnya, sebab para peserta didik telah memiliki budaya belajar yang
positif. Kriteria keberhasilan mendidik tersebut adalah :
1. Memiliki
sikap suka belajar.
2. Tahu tentang
cara belajar.
3. Memiliki
rasa percaya diri.
4. Mencintai
prestasi tinggi.
5. Memiliki
etos kerja.
6. Produktif
dan kreatif.
7. Puas akan sukses
yang dicapai.
Hal lain yang
perlu diperkenalkan kepada calon guru untuk dipelajari, dipahami, dilatih, dan
dilaksanakan setelah bertugas di lapangan adalah sejumlah perilaku pendidik
dalam proses pendidikan yang bisa dipilih salah satu atau beberapa diantaranya
yang cocok dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka. Perilaku-perilaku
pendidik yang dimaksud adalah :
1. Pendidik
bertindak sebagai mitra atau saudara tua peserta didik.
2. Melaksanakan
disiplin yang permisif, ialah memberi kebebasan bertindak asal semua peserta
didik aktif belajar.
3. Member
kebebasan kepada semua peserta didik untuk mengaktualisasi potensi mereka
masing-masing.
4.
Mengembangkan cita-cita riil para peserta didik atas dasar pemahaman mereka
tentang diri sendiri.
5. Melayani
pengembangan bakat setiap peserta didik.
6. Melakukan
dialog atau bertukar pikiran secara kritis dengan peserta didik.
7. Menghargai
agama dalam dunia modern yang penuh dengan rasionalitas. Hal-hal di luar rasio
manusia dibahas lewat agama.
8. Melakukan
dialektika nilai budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern.
9. Mempelajari
dan ikut memecahkan masalah masyarakat, yang mencakup ekonomi, sosial, budaya,
dan geografis, termasuk aplikasi filsafat pancasila.
10.
Mengantisipasi perubahan lingkungan dan masyarakat pendidik atau bekerja sama
dengan para peserta didik.
11. Member
kesempatan kepada para peserta didik untuk berkreasi.
12.
Mempergunakan metode penemuan.
13.
Mempergunakan metode pemecahan masalah.
14.
Mempergunakan metode pembuktian.
15. Melaksanakan
metode eksperimentasi.
16.
Melaksanakan metode berproduksi barang-barang nyata yang mungkin bisa
dipasarkan.
17.
Memperhatikan dan membina perilaku nyata agar positif pada setiap peserta
didik.
3. Tujuan
Pendidikan
Tujuan
pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab II pasal 3 bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab.
Tujuan
pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan.
Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan tujuan, yang
diasumsikan sebagai nilai. Tanpa dasar tujuan, maka dalam praktek pendidikan
tidak ada artinya (Moore, T.W, 1974:86).
Ada
bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. MJ. Langeveld mengemukakan
ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan umum, total atau akhir, (2)
tujuan khusus, (3) tujuan tak lengkap, (4) tujuan sementara, (5) tujuan
intermedier dan (6) tujuan insindental.
Tujuan
pendidikan di Indonesia bisa dibaca pada GBHN, pelbagai peraturan pemerintah
dan undang-undang pendidikan. Pertama-tama mari kita lihat GBHN tahun 1993.
Dalam GBHN itu dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector pendidikan
ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, keratif, terampil, beridsiplin,
beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat
jasmani-rohani. Indicator-indikator tujuan pendidikan di atas dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
1. Hubungan
dengan Tuhan, ialah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pembentukkan
pribadi, mencakup berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, dan kreatif.
3. Bidang
usaha, mencakup terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, dan produktif.
4. Kesehatan,
yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.
Kini mari kita
kaitkan pandangan para ahli di atas dengan tujuan pendidikan kita. Tujuan
pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelunya, ialah untuk membentuk
manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara
harmonis, berimbang dan terintegrasi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan di atas bisa
tercapai. Sebab tujuan pendidikan ini pun mengembangkan potensi-potensi
individu seperti apa adanya.kalaupun ada kebijakan tertentu yang agak berbeda
arah dengan tujuan ini dengan maksud-maksud tertentu, diharapkan kebijakan itu
tidak terlalu lama dipertahankan. Dengan demikian secara konsep atau dokumen
tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.
Oleh karena itu
mencapai tujuan pendidikan, dibutuhkan tenaga pendidik yang memiliki
kompetensi. Apa dan bagaimana kompetensi ini, akan dijelaskan pada bagian
berikutnya.
4. Arti
kompetensi dan dimensi-dimensi kompotensi guru
Syah (2000:229)
mengemukakan pengerian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman
(1994:1) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkn
kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang
kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaiman dikutip oleh Mulyasa (2003:38)
mengemukakan bahwa kompetensi :”is a knowledge, skills, and abilities or
capabilities that a person achieves, wich become part office or her being to
the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behaviours”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton (1972:222) sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is a composed of
skill, knowledge, ans attitude, but in particular the consistent applications
of those skill, knoeledge, and attitude to the standard of performance required
in employment “. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung
pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap ynag diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ablity , yaitu kapasitas
seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,
yaitu faktor kemampuan intelektual dean kemampuan fisik. Kemampuan inteletual
adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Spencer &
spencer (1993:9) mengatakan “ competency iws underlying caharacteristicof an
individual that is causally related ti criterion-reference effective and/or
superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah
karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif
dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer
& Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan Underlying characteristic karena
karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian
seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan
causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi
perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi
itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk,
berdasarkan criteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan
kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang
harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan
sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab
harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu
pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi
kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Syah (2000:230),
“kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi
syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan
bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi
profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru
yang piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas
kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Majid (2005:6)
menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas
guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini
Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan seseorang tersebut dapat
diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
v Dimensi-dimensi Kompetensi Guru
Menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen paal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Akan tetapi pada makalah ini akan
dibahas dua kompetensi guru saja, yaitu kompetensi pedagogic dan kompetensi
kepribadian.
a. Kompetensi
Pedagogik
Dalam UU No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen dikemukakan kompetensi pedagogic adalah
“kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut
kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”. Kompetensi ini
dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan
melakukan penilaian. Kompetensi menyusun rencana pembelajaran menurut
Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup
kemampuan : (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2)
merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan
pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran, dan
(5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Menurut
Dwi Siswoyo, kompetensi Pedagogik bukanlah kompetensi yang hanya bersifat
teknis belaka, yaitu “kompetensi mengelola peserta didik..” (yang dirumuskan
dalam PP RI No. 19 tahun 2005), karena “pedagogy” or “paedagogy” adalah “the
art and science of teaching and educating”(Dwi Siswoyo:2006).
Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi; (1)
mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir
materi, (4) mampu menentukan matode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan
sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat
penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan
waktu. Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar
merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama
pembelajaran berlangsung, yang mencakup : merumuskan tujuan, menguraikan
deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai
media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
Kompetensi pedagogic ini mencakup pemahaman dan pengembangan potensi peserta
didik, perencanan dan pelaksanaan pembelajaran, serta system evaluasi
pembelajaran, juga harus menguasai “ilmu pendidikan”. Kompetensi ini diukur
dengan performance test atau episodes terstruktur dalam praktek pengalaman
lapangan (PPL), dan tase based test yang dilakukan secara tertulis.
Kemampuan
mengelola pembelajaran, meliputi :
a. Pemahaman
peserta didik
b. Perancangan,
pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar
c. Pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b. Kompetensi
Kepribadian
Guru sebagai
tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik
kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber
daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan
teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan
tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya)
dan “ditiru” (dicontoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan
faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini,
Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah
yang akan menetukan apakah ia menjadi pendidika dan Pembina yang baik bagi anak
didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak
didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka
yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah). Karakteristik
kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya
adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.
Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir
yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi
tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan
berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan
terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature dalam pengamatan dan
pengenalan. Dalam UU guru dan dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah
“kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian
ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang
diperlukan agar dapat menjadi seorang guru yang baik. Kompetensi personal ini
mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127)
merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan
kompetensi pribadi meliputi : (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial
maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan
tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki
apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap
pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati,
terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Jhonson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru,
mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan
dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para
siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan
guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi
subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa. Berdasarkan uraian di atas,
kompetensi kepribadian guru tercermin dari indicator (1) sikap dan (2)
keteladanan.
5. Upaya
mengoptimalkan kualitas guru dengan mengoptimalkan kompetensi Pedagogik dan
kompetensi Kepribadian
· Melaksanakan
proses belajar mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar
merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini
kemampuan yang dituntut adalah kreatif guru menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus
dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan
belajar mengajr dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu
perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping penentuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang
siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya :
prinsip-prinsip belajar, penggunaan alat bantu pengajar, penggunaan metode
belajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Yutmini (1992:13)
mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar meliputi kemampuan : (1) menggunakan metode belajar,
media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2)
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3)
berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode belajar, dan
(5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh
Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan : (1) memotivasi siswa
belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan
pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan
tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat
bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan
penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan
hasil penelitian belajar dalam pelaksnaan proses belajar.
· Melaksanakan
penilaian proses belajar mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penelitian
proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan
kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksnakan. Penelitian
diarikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau
kegiatan yang dilaksanakan utnuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite
dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan
pemahaman dan perbaikan pendidikan sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan
pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar
adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian
tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan
dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penelitian
proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan
setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat
diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan
kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal
berdasarkan tingkat kesukaran, (2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat
pembedaan, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa
jawab, (5) mampu mengklasifikasi hal-hal penilaian, (6) mampu mengolah dan
menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan
hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil
penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10)
mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu
menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan
siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian,
(14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak
lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut
penilaian.
Berdasarkan uraian di atas kompetensi
Pedagogik tercermin dari indicator (1) kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.
D. P E N U T U
P
Ø Kesimpulan
Kualitas sumber daya manusia sangat
dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian, bidang/dunia pendidikan adalah
bidang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Tujuan pendidikan,
khususnya di Indonesia adalah membentuk manusia seutuhnya yang pancasilais,
dimotori oleh pembangunan afeksi. Tujuan khusus ini hanya bisa ditangani dengan
ilmu pendidikan bercorak Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia, dan dengan
penyelenggaraan pendidikan yang memakai konsep system.
System pendidikan di Indonesia
diselenggarakan dengan mengandalkan empat kompetensi yang harus
dikuasai/dimiliki oleh tenaga pengajar. Empat kompetensi itu adalah kompetensi
profesional, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
pedagogic. Oleh sebab itu, keempat kompetensi ini merupakan hal yang paling
utama untuk dikuasai oleh tenaga pengajar demi mencapai tujuan pendidikan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press.
Yogyakarta
UU Sikdiknas. 2006. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
UU Guru dan Dosen. 2005. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2007, tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2005, tentang Buku Teks
Pelajaran
Pidarta, Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan. Rineka
Cipta. Jakarta
Peraturan Menteri No. 16 / 18.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2005
TENTANG
BUKU TEKS PELAJARAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang:
a Bahwa buku teks pelajaran berperan penting dan
strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah, sehingga
perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku teks pelajaran bagi peserta didik;
b Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Menteri tentang Buku Teks Pelajaran.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesiatahun 2003 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Badan
Standarisasi Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan
Negara Nomor 4496);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Organisasi dan Tata Kerja
Departemen;
5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai
Kabinet Indonesia Bersatu.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
MENTERI TENTANG BUKU TEKS PELAJARAN.
Pasal 1
Buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang
memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan,
budi pekerti dan keperibadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang
disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.
Pasal 2
1) Buku teks pelajaran digunakan sebagai
acuan wajib oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2) Selain buku teks pelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) guru menggunakan buku panduan pendidikan dan
dapat menggunakan buku pengayaan, dan buku referensi dalam proses pembelajaran.
3) Untuk menambah pengetahuan dan
wawasan peserta didik, guru dapat menganjurkan peserta didik untuk membaca buku
pengayaan dan buku referensi.
Pasal 3
1) Buku teks pelajaran untuk setiap
pelajaran yang digunakan dalam satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih
dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan
rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
2) Buku teks pelajaran untuk mata
pelajaran muatan lokal yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dipilih dari buku-buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada standar
buku buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 4
Pada kulit buku teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri
berdasarkan rekomendasi penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP), penerbit wajib mencantumkan label harga.
Pasal 5
1) Buku teks pelajaran yang akan
digunakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih melalui rapat guru
dengan pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran yang telah
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1).
2) Buku teks pelajaran bermuatan lokal
yang akan digunakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih oleh
rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dari buku-buku teks pelajaran
bermuatan lokal yang telah ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2).
3) Rapat guru sebagaiman dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) menetapkan buku-buku teks pelajaran yang akan digunakan
oleh satuan pendidikan, tidak berasal dari satu penerbit.
Pasal 6
1) Dalam hal Menteri belum menetapkan
buku teks pelajaran tertentu, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah
dapat memilih buku-buku yang ada, dengan mempertimbangan mutu buku.
2) Dalam hal Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangan masing-masing belum menetapkan buku-buku teks
pelajaran muatan lokal, rapat guru dengan pertimbangan Komite Sekolah dapat
memilih buku yang ada dengan mempertimbangkan mutu buku.
Pasal 7
1) Satuan pendidikan menetapkan masa
pakai buku teks pelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 paling sedikit 5
tahun.
2) Buku teks pelajaran tidak dipakai
lagi oleh satuan pendidikan apabila:
a Ada perubahan standar nasional
pendidikan;
b Buku teks pelajaran dinyatakan tidak
layak lagi oleh Menteri.
Pasal 8
1) Guru dapat menganjurkan kepada
peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran.
2) Anjuran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan.
3) Untuk memiliki buku teks pelajaran,
peserta didik atau orang tua/wali membelinya di pasar.
4) Untuk membantu peserta didik yang
tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib
menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk
setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaan.
Pasal 9
Guru, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, atau Komite Sekolah tidak
dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik.
Pasal 10
1) Pengadaan buku teks pelajaran, buku
panduan guru, buku pengayaan atau buku referensi untuk perpustakaan yang
dilakukan oleh satuan pendidikan wajib mendapat pertimbangan komite Sekolah.
2) Untuk daerah yang pasar bukunya
belum berkembang atau tidak berfungsi, pengadaan buku perpustakaan dapat
dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
3) Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat dapat membantu pengadaan buku teks pelajaran kepada satuan
pendidikan dalam bentuk hibah uang/subsidi.
Pasal 11
1) Pengawasan terhadap pengadaan buku
teks pelajaran dilakukan oelh pengawas fungsional, komite sekolah, dan/atau
masyarakat.
2) Pengawas fungsional, komite sekolah,
dan/atau masyarakat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila menemukan
penyimpangan dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12
1) Guru, tenaga kependidikan, satuan
pendidikan, atau komite sekolah yang terbukti memaksa dan/atau melakukan
penjualan buku kepada peserta didik dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Penerbit yang melanggar ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, dikenakan sanksi adminstratif oleh
Menteri berupa pencabutan rekomendasi hasil penilaian.
Pasal 13
Penulis yang bukunya diterbitkan oleh penerbit yang dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) dapat mengalihkan
hak cipta kepada penerbit lain.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 2005
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
ttd.
BAMBANG SUDIBYO
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN
2007
TENTANG
SERTIFIKASI
BAGI GURU DALAM JABATAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa berdasarkan pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pemerintah wajib mulai melaksanakan
program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak
berlakunya Undang-Undang tersebut;
|
|||||
b.
|
bahwa Peraturan Pemerintah yang diamanatkan dalam Pasal
11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen belum terbit;
|
|||||||
c.
|
bahwa tugas
pemerintahan dalam program sertifikasi bagi guru tidak boleh berhenti dengan
alasan belum ditetapkannya peraturan pemerintah yang menjadi dasar
pelaksanaan sertifikasi bagi guru;
|
|||||||
d.
|
bahwa dalam
rangka mengisi kekosongan hukum pelaksanaan program sertifikasi bagi guru dalam
jabatan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan;
|
|||||||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
|
|||||
2.
|
Peraturan
Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara RI, sebagaimana telah
diubah dengan Paraturan Presiden No. 94 Tahun 2006;
|
|||||||
3.
|
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M/2004 mengenai Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
|
|||||||
Memperhatikan
|
:
|
Surat Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor I.UM.01.02-253 tanggal 23 Maret 2007
tentang Fatwa Hukum;
|
||||||
MEMUTUSKAN
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN
|
Pasal 1
1. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses
pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan.
2. Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV).
3. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 2
1. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan
melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.
2. Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
3. Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian
terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan
sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
4. Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat sertifikat pendidik.
5. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian
portofolio dapat:
a. melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen
portofolio agar mencapai nilai lulus; atau
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang
diakhiri dengan ujian;
6. Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b
mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
7. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mendapat sertifikat
pendidik.
8. Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan
pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberi
kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum
lulus.
Pasal 3
1. Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru
dalam jabatan memberi Nomor Pokok Mahasiswa peserta sertifikasi.
2. Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru
dalam jabatan wajib melaporkan setiap perubahan berkenaan dengan mahasiswa peserta
sertifikasi kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
3. Perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi bagi guru
dalam jabatan wajib melaporkan guru dalam jabatan yang sudah mendapat
sertifikat pendidik kepada Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PMPTK) untuk memperoleh Nomor Registrasi Guru.
Pasal 4
1. Menteri Pendidikan Nasional menetapkan jumlah dan
kuota peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan setiap tahun.
2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
menentukan peserta sertifikasi berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional.
3. Penentuan peserta sertifikasi sebagaimana dimasud pada
ayat (2) berpedoman pada kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal PMPTK.
Pasal 5
Dalam melaksanakan sertifikasi guru
dalam jabatan mengacu pada pedoman sertifikasi guru dalam jabatan yang
ditetapkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
Pasal 6
1. Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh
Pemerintah Daerah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi
guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak
atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan
melalui Dana Alokasi Umum terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya
setelah memperoleh sertifikat pendidik.
2. Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh
Pemerintah yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor registrasi guru dari
Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu minggu berhak
atas tunjangan profesi pendidik sebesar satu kali gaji pokok yang dibayarkan
melalui APBN terhitung mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah
memperoleh sertifikat pendidik.
3. Guru Non Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh badan
hukum penyelenggara pendidikan yang telah memiliki sertifikat pendidik, nomor
registrasi guru dari Departemen Pendidikan Nasional, dan melaksanakan beban
kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu
minggu berhak atas tunjangan profesi pendidik setara dengan satu kali gaji
pokok guru Pegawai Negeri Sipil yang dibayarkan melalui Dana Dekonsentrasi terhitung
mulai bulan Januari pada tahun berikutnya setelah memperoleh sertifikat
pendidik.
4. Guru yang melaksanakan beban kerja di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) memperoleh tunjangan
profesi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Pendidikan Nasional
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 7
Guru yang
terdaftar sebagai calon peserta sertifikasi guru pada tahun 2006 dan telah
memiliki sertifikat pendidik dan nomor registrasi guru dari Departemen
Pendidikan Nasional sebelum Oktober 2007 memperoleh tunjangan profesi pendidik
terhitung mulai 1 Oktober 2007.
Pasal 8
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal 4 Mei 2007 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO |
Salinan sesuai
dengan aslinya
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I
Muslikh, S.H.
NIP 131479478
NIP 131479478
Sumber: http://www.infogue.com/viewstory/2008/12/02/makalah_landasan_pendidikan/?url=http://meilanikasim.wordpress.com/2008/12/01/makalah-landasan-pendidikan/
No comments:
Post a Comment