Sunday, November 7, 2010

Jas Merah Oleh Meddy Pedrosa Ketpratama

JASMERAH ( Jangan Sekali - kali Melupakan Sejarah).....Telah kami tinggalkan bumi pertiwi ini dengan darah, keringat dan cucuran air mata kami, disinilah kami dilahirkan, disinilah kami di besarkan. dimana kami tidak bisa merasakan nikmatnya beras hasil panen kami....Jangan Lupakan Kami....yang begitu amat sangat mencintai negeri ini, ...Jangan lupakan kami....yang begitu amat sangat memperjuangkan negeri ini,...Jangan bunuh kami...dengan merusak negeri ini dengan kebohongan dan kepalsuan...........karena kutitipkan negeri ini dengan darah, cinta, dan cita - cita kami. dimana ditanam tubuh kami di negeri ini.....tolong jangan lupakan kami,....jangan bunuh kami......

Jas Merah Bung Karno Untuk Soeharto Oleh Meddy Pedrosa Ketpratama

Salut buat anda semua orang Indonesia.Aku bangga pada kalian. Terutama mereka yang pernah disakiti oleh Soeharto, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kalian sudah menunjukkan kebesaran jiwa dan moral yang sangat tinggi, dengan tidak mengusik sedikit pun prosesi yang berjalan, sejak kematian diktator itu sampai pemakamannya. Kalau saja rohnya menyaksikan toleransi yang sangat indah itu, mungkin Soeharto akan menyesal pernah menyakiti kalian, biar pun memang sudah sangat terlambat.

Justru yang mengecewakan–dan bahkan menimbulkan rasa mual, adalah pencitraan yang sangat gencar dilakukan oleh media massa kita. Apalagi stasiun televisi swasta, dari jam ke jam, dari pagi sampai malam, kita dibanjiri, dibombardir dan didoktrin dengan pujian dan sanjungan yang teramat vulgar terhadap Soeharto. Mungkin bagi mereka yang menghormati jasa-jasa Soeharto pun, pencitraan bergaya propaganda itu akan terkesan terlalu bagus, terlalu banyak dan berlebihan.

Benar-benar keterlaluan, kita seperti dikepung oleh serbuan citra Soeharto. Dimana-mana Soeharto. Biar pun sudah pindah channel, dari SCTV ke RCTI, Trans, Anteve, Trans7, Indosiar, TPI,Global, O Channel, Metro TV, tetap saja yang nongol disana Soeharto. Sebenarnya banjir informasi ini tidak akan kita persoalkan, bahkan mungkin pemirsa bakal merasa beruntung kalau sajiannya tidak melulu puja-puji, dan kalau penyajiannya tidak seragam serta monoton.

Dari sudut pandang ilmu komunikasi, pencitraan yang berlebihan dan berbau propaganda seperti itu biasanya akan kontraproduktif. Sebab begitu masyarakat sadar sedang dijadikan sekadar obyek, penonton yang pasif atau kambing congek, maka akan timbul reaksi penolakan. Apalagi tokoh yang sedang direkayasa citranya adalah orang yang pernah sangat berkuasa, yang salah satu kebijakannya atau perkataannya pasti pernah menimbulkan kekecewaan, bahkan pada orang-orang yang menjadi pendukungnya sekali pun.

Lebih tidak sedap lagi karena dalam beberapa hari ini mulai santer terdengar isu bahwa sirkus media itu didanai oleh Cendana. Isu ini memang baru beredar di kalangan sangat terbatas di ibukota, yang memiliki akses dengan lingkungan politik tingkat tinggi di Jakarta. Menurut isu tersebut, pihak Cendana membayar puluhan milyar kepada masing-masing stasiun televisi swasta, dan sekian milyar kepada ratusan media cetak. Dan kabarnya hal tersebut sudah diatur sebelum Soeharto meninggal dunia. Konon dari semua media massa mainstream di negara ini hanya Kompas dan Tempo yang menolak sogokan tersebut.

Aku sendiri masih ragu akan kebenaran isu tersebut. Begitu pentingkah pencitraan dengan cara instan seperti itu bagi keluarga Soeharto? Apakah mereka tidak menyadari, demam memuji Soeharto yang sedang marak sekarang ini adalah keadaan sementara, dan kebanyakan bersifat basa-basi serta semu? Apakah mereka lupa, ada ratusan juta silent majority di negeri ini, yang menahan diri dan bungkam lantaran menjunjung tinggi ajaran moral : kalau orang sudah mati, jangan membicarakan kejelekannya.

Nah kalau yang ini yakin betul. Tunggu saja. Kita akan menyaksikan arus balik dari trend yang sangat deras di media massa kita sekarang ini. Media massa tidak mungkin melawan arus umum selamanya. Mungkin minggu depan, kita akan mendapat suguhan yang berbeda dari media massa kita. Dan ini akan menjadi kebalikan dari peristiwa ketika Bung Karno wafat, dimana hanya sedikit media massa yang berani menulis jasa-jasanya bagi bangsa ini. Namun secara perlahan dan pasti, bertahun-tahun kemudian, reputasi Bung Karno sebagai patriot bangsa terus dipulihkan dan menjadi abadi. Soeharto akan mengalami kebalikannya, percayalah.

Jangan melupakan sejarah (Jas Merah), kata Bung Karno, dan itulah yang akan dilakukan rakyat Indonesia terkait dengan Soeharto. Segala peristiwa penting selama 32 tahun Soeharto berkuasa, terutama pembantaian jutaan orang pasca Tragedi G 30 S, akan mulai dibongkar satu per satu. Apakah itu melanggar aturan moral tadi, yaitu jangan membicarakan kejelekan orang yang sudah mati ? Tidak. Itu tidak melanggar aturan moral manapun, karena yang akan dikorek dan dinilai adalah peran dan kebijakan-kebijakan Soeharto semasa berkuasa, bukan seluk-beluk kehidupan pribadinya.

Memang tidak mungkin lagi meminta pertanggung jawaban Soeharto, tapi tetap penting dan berguna menempatkan Soeharto pada kedudukan yang proporsional dan benar dalam sejarah bangsa ini. Banyak manfaat yang akan kita dapat jika sejarah sudah diluruskan, termasuk kepastian sejarah bagi keluarga para korban, dan pelajaran bagi generasi bangsa ini selanjutnya.

Jas Merah itu menjadi lebih penting dan mendesak untuk segera kita “pakai” sekarang juga, setelah semua yang kita saksikan di layar televisi dan media cetak, yang pada hakekatnya adalah pengingkaran, penyangkalan dan penggelapan kebenaran sejarah. Inti paling dalam dari penggelapan sejarah yang sedang berlangsung adalah membenarkan perampasan nyawa jutaan orang saudara-saudara kita selepas G 30 S.

Dengan kata lain, kalau kau sebut Soeharto pahlawan maka pada hakekatnya kau setuju dan kagum atas kekejamannya yang luar biasa itu. Coba dulu renungkan sejenak saudara-saudara: apakah anda memang memiliki jiwa yang tega dan kejam seperti Soeharto?

Friday, November 5, 2010

Filosofi Huruf O.


O singkatan dari OPPORTUNITY yang berarti kesemptan.

Pada kata YESTERDAY tidak ada huruf O. Berarti yang kemarin sudah tidak ada kesemptan lagi.

Pada kata TODAY ada huruf O, jadi hari ini masih ada kesempatan buat kita.

Sedangkan pada kata TOMORROW terdapat banyak sekali huruf O..

Jd masih banyak kesempatan dihari esok untuk kita lebih maju & lebih baik...
Ocee,,, @_@