Monday, September 10, 2012

BEDA SEL HEWAN- TUMBUHAN




DAPAT DILIHAT PERBEDAAN KEDUA SEL




Pandangi terus apa kira kira yang bisa dibedakan
Pasti ada bedanya to
1. pada sel tumbuhan punya Dinding sel , chloroplast , dan vacuola besar yang permanent
2. Pada sel hewan punya lisosom , dan sentriol untuk membentuk gelendong
3. pada sel tumbuhan kelebihan malanan disimpan dalam bentuk amilum sedang hewan dalam bentuk glikogen
4. pada sel hewan bentuk sel relatif tidak tetap . sedang tumbuhan tetap karena tercover didinding sel dari sellulosa
5. pada sel tumbuhan cenderung autotrof sedang pada sel hewan heterotrof
ISHARMANTO - BIOLOGI .


http://isharmanto.blogspot.com/2009/12/beda-sel-hewan-tumbuhan.html

Yang Mungkin dan Tak Mungkin Dalam Operasi Ganti Kelamin



Jakarta, Operasi ganti kelamin bisa saja mengubah bentuk kelamin dari pria menjadi wanita atau dari wanita menjadi pria. Tetapi meski bentuk kelamin berubah, ada beberapa faktor alami yang tidak didapat. Apa saja yang mungkin dan tak mungkin dilakukan setelah operasi ganti kelamin?

Jenis kelamin merupakan identitas penting yang menentukan faktor biologis, psikologis dan sosial seseorang. Setiap orang dilahirkan dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Operasi pergantian kelamin kini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki gangguan jenis kelamin tapi juga orang-orang yang sadar ingin mengubah kelaminnya.

Kasus
kelamin ganda (ambigous genitalia) misalnya membuat beberapa anak-anak terlahir dengan kelamin yang tidak sempurna. Si anak disangka pria atau wanita namun seiring pertumbuhan usia, baru ketahuan jelas bentuk kelamin aslinya. Satu-satunya cara dilakukan operasi sesuai dengan kromosom yang dimilikinya perempuan atau lelaki.

Tapi ada juga sebagian orang yang ingin berganti kelamin dengan kesadaran sendiri alias transeksual. Orang trans seksual adalah bentuk gangguan identitas jenis kelamin (dysphoria gender) yakni ketika seseorang yang memiliki anatomi seks normal tetapi ingin berganti jenis kelamin berlawanan dengan jenis kelamin ketika dilahirkan.

Tidak ada batasan usia untuk melakukan operasi pergantian kelamin. Umumnya pasien datang untuk operasi pada usia remaja atau dewasa muda. Kelompok usia ini adalah saat seksualitas mulai mewujudkan diri secara fisik, tidak hanya secara psikologis dan emosional.

Operasi pergantian kelamin adalah istilah untuk prosedur perubahan fisik dan fungsi seksual seseorang. Operasi ini meliputi rekonstruksi genital.

Pada wanita dilakukan konstruksi bedah vagina dan pada pria konstruksi penis (metoidioplasty). Ada pula prosedur medis tambahan yang diperlukan seperti orchiectomy (pengangkatan testis) atau vaginectomy (pengangkatan sebagian atau keseluruhan vagina).

Ada juga pembedahan non-genital seperti mastektomi (pengangkatan payudara wanita) dan rekonstruksi dada (pembentukan kontur dada laki-laki) atau histerektomi (operasi pengangkatan kandungan, rahim dan uterus) dan salpingo-ooforektomi bilateral (operasi pengangkatan tuba fallopi dan ovarium).





Seperti dilansir dari andrology.com, Rabu (7/4/2010), ada yang mungkin dan tidak mungkin dilakukan setelah operasi pergantian kelamin yaitu:

Operasi kelamin dari wanita ke pria
  1. Ereksi yang memuaskan mungkin terjadi dengan bantuan inflatable prostheses (alat tiup) atau pompa penis, yang memberi bentuk kaku pada penis.
  2. Ejakulasi tidak mungkin terjadi. Karena tidak ada cairan spermatik pada pasien operasi pergantian kelamin. Testis, vesikula seminalis dan kelenjar prostat juga tidak ada.
  3. Melakukan hubungan seks dengan wanita mungkin terjadi. Kepuasan ada di penis dan pikiran.
  4. Pembuahan tidak mungkin karena tidak ada produksi sperma.

Operasi kelamin dari pria ke wanita
  1. Menstruasi tidak mungkin karena tidak ada rahim dan tidak ada ovarium.
  2. Orgasme mungkin karena ada sensasi erotis dan komponen mental juga utuh.
  3. Menyusui umumnya tidak mungkin.

Biasanya operasi pergantian kelamin disertai dengan terapi hormon. Terapi ini membantu mengembangkan karakteristik seksual sekunder, karena operasi pergantian kelamin hanya menyediakan karakteristik seksual primer.

PD Muhammadiyah Haramkan Pergantian Jenis Kelamin



BATANG--Pengurus Daerah Muhamadiyah Kabupaten Batang, Jawa Tengah mengharamkan operasi pergantian jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. "Haram hukumnya jika seseorang melakukan operasi pergantian kelamin, apalagi jika hal itu dilakukan hanya karena menuruti keinginan hasrat semata," kata Ketua Pengurus Daerah Muhamadiyah Kabupaten Batang, Nasikhin di Batang, Selasa.
Ia mengatakan, dalam ajaran Islam menyebutkan Allah menciptakan dua jenis manusia, yaitu laki-laki dan perempuan dengan membedakan alat kelaminnya. "Karena itu, selama kondisi alat kelamin tersebut masih dalam batas normal maka haram hukumnya jika seseorang melakukan operasi pergantian kelamin," katanya.
Menurut dia, operasi pergantian jenis kelamin diperbolehkan jika seseorang tersebut mempunyai alat kelamin ganda dan akibat sesuatu penyakit yang bisa menimbulkan terganggunya fungsi kelamin itu. "Itu pun boleh dilakukan dengan melihat kondisi fisik melihat kelaminnya. Jika seseorang itu memiliki rahim maka harus dipilih sebagai perampuan dan seandainya tidak ada rahimnya maka harus dipilih sebagai laki-laki," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Batang telah mengabulkan permohonan perubahan status jenis kelamin Agus Widiyo menjadi perempuan. Agus Widiyo (24) warga Kelurahan Gajah Mungkur, Kota Semarang yang saat ini dikenal dengan panggilan Nadia Ardea ini resmi berganti jenis kelamin wanita setelah melakukan operasi pergantian jenis kelamin di RSUD Sutomo, Surabaya dan setelah permohonannya di kabulkan PN Kabupaten Batang. ant/kpo

MUI Bahas Tato & Pergantian Kelamin



INILAH.COM, Jakarta - Gelar Munas ke-8, MUI akan bahas fatwa tato dan perubahan jenis kelamin secara alamiah. Munas sendiri akan digelar di Twin Plaza Hotel, Jakarta.

"Fatwa tentang tato, karena hukumnya belum ada, nanti akan didalami lebih jauh dan fatwa yang berkaitan dengan meningitis," kata Sekertaris Umum MUI Ichwan Sam, usai bertemu dengan Wapres, dikantor Wapres, Jakarta, Kamis (1/7).

Selain itu, tutur dia, MUI juga akan membahas fatwa tentang pembuktian terbalik dalam pandangan syariat Islam, fatwa hipnotis dan membahas bagaimana hukumnya perbuatan kelembagaan yang mempersiapkan organ-organ tubuh. Sementara Ketua Panitia Munas MUI ke-8 Anwar Abbas juga menambahkan akan membahas masalah fatwa tentang perubahan jenis kelamin secara alamiah.

"Dimana dia lahir sebagai perempuan, kemudian tumbuh alat kelamin laki-laki. Apakah akan dihilangkan jenis kelamin laki-lakinya sehingga berubah jadi perempuan atau dibiarkan tetapi status berubah," ujar Abbas.

Ia juga menegaskan akan dibahasnya terkait perubahan jenis kelamin ini, dikarenakan adanya pertanyaan dari masyarakat terkait hal tersebut. "Jadi pertanyaan itu datang dari masyarakat, bukan karena MUI yang buat pertanyaan dan menjawab sendiri," kilah Abbas.

Munas MUI ke-8, diadakan guna menentukan pimpinan baru MUI untuk periode 2010-2015. Tak hanya itu munas MUI ke-8 ini juga untuk memperingati ulang tahun MUI ke-35. Acara yang akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 25 Juli 2010 dan akan ditutup Wakil Presiden pada 28 Juli 2010, yang akan dihadiri 400 pesarta. Yakni pengurus MUI, wakil-wakil pesantren, ormas Islam, tokoh-tokoh masyarakat, intelektual dan pemimpin perguruan tinggi Islam, dan utusan MUI daerah. [win/jib]

KEDUDUKAN PERGANTIAN JENIS KELAMIN DALAM HUKUM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN
Tuhan telah menciptakan manusia dalam dua bentuk yaitu pria dan wanita, dengan Adam dan Hawa sebagai cikal bakalnya. Namun sejarah mencatat dan fakta berbicara bahwa ternyata ada sekelompok orang yang sangat kecil jumlahnya-mungkin sejuta satu karena dalam statistik belum pernah diinformasikan berapa jumlah kelompok orang tersebut. Berbeda dengan jumlah lelaki atau perempuan yang sering diinformasikan, dimana jumlah lelaki 43% dari jumlah penduduk Indonesia dan jumlah kaum perempuan 57%. Mereka itu adalah makhluk Tuhan yang disebut Waria. Mereka sepertinya belum mendapatkan perhatian dan seperti dibiarkan hidup pada habitatnya mencari dan berjuang mempertahankan hidup menurut maunya. Mereka seperti belum tersentuh hukum, tapi mereka terkadang dicari bila dibutuhkan atau diperlukan untuk suatu kepertingan atau tujuan sesaat.

Belakangan ini semakin banyak fenomena waria yang berkeliaran di jalanan untuk mengadu nasib khususnya di dunia perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah dengan ikut memakai kerudung. Selain itu ironisnya, di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan seksual.

Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.

Khusus untuk tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun; adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.

Dalam hukum Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang jelas mengatur mengenai kedudukan masalah transseksual maupun kedudukan para waria. Padahal dengan semakin meningkatnya globalisasi di dunia, masalah-masalah seperti ini semakin sering muncul.  Para waria dengan mudah dapat ditemui di berbagai sudut kota. Bahkan di Thailand, secara rutin dalam setahun diadakan kontes kecantikan untuk para waria yang belakangan rupanya juga telah ada di Indonesia.

Berangkat dari pemaparan di atas, maka dalam tulisan ini Saya berniat untuk membahas beberapa masalah, yaitu :
  1. Bagaimanakah kedudukan hukum dari operasi pergantian kelamin ?
  2. Apa konsekuensi hukum dari pergantian kelamin itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kedudukan Hukum Dari Operasi Pergantian Kelamin
Secara umum, transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri. Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan bahkan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.

Dalam dunia kedokteran modern sendiri, dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
  1. Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal;
  2. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak sempurna;
  3. Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin.

Pertama: Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.

Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil diantaranya yaitu Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).

Kedua: Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan dan bukan penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau dibolehkan. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.

Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberikan argumentasi hal tersebut bahwa orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari). Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan. Dalam kaidah fiqih dinyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)

Ketiga: Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki alat kelamin pria dan wanita, sedangkan pada bagian dalam tubuhnya ia memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh menghilangkan alat kelamin prianya untuk memfungsikan alat kelamin wanitanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan zakar yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya. Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.

Khusus mengenai kasus yang terakhir ini, Pengadilan Negeri Purwokerto telah mengeluarkan putusan yang berkaitan dengan penggantian jenis kelamin atas Aan, seorang bocah berusia 6 tahun. Pada awalnya, bocah ini hanya memiliki alat kelamin wanita. Namun selang 10 hari setelah kelahirannya, dukun bayi yang membantu saat bocah ini dilahirkan melihat adanya munculnya alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut. Dalam perkembangannya, Aan memiliki dua alat kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, dan diketahui bahwa Aan tidak memiliki rahim. Maka tidak adanya rahim dalam tubuh Aan menjadi salah satu pertimbangan PN Purwokerto untuk lebih menetapkan Aan sebagai pria dan bukan sebagai wanita.

Tidak adanya aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai kedudukan pergantian kelamin ini menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi kelamin. Banyak yang berpendapat bahwa melakukan operasi pergantian kelamin itu sah-sah saja karena itu merupakan hak asasi tiap orang. Namun, jika perubahan kelamin itu hanya untuk menuruti hasrat atau kemauan dari subjek itu sendiri, maka berarti dia telah menyalahi dan berusaha untuk mengubah apa yang telah dikodratkan Tuhan kepadanya.

Namun kita bisa berangkat dari keputusan PN Purwokerto yang mengabulkan permintaan untuk melakukan operasi kelamin atas bocah yang bernama Aan tadi, maka kita bisa berkesimpulan jika operasi pengubahan kelamin itu dilakukan demi kebaikan demi tercapainya status hukum yang jelas atau agar tidak membahayakan kesehatan, maka operasi penggantian kelamin dapat dilakukan.

B.  Konsekuensi Hukum Dari Pergantian Kelamin

Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, operasi penggantian jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah hukum bagi subjek yang melakukan operasi itu sendiri. Masalah hukum yang paling umum timbul atau dipermasalahkan adalah mengenai hukum waris. Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara langsung akan mempengaruhi kedudukannya dalam pembagian harta warisan, terutama jika orang yang bersangkutan adalah seorang muslim. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya sebagai penerima waris juga akan berganti. Dalam hal ini, kejelasan mengenai jenis kelamin seseorang sangat diperlukan. Jika terjadi kasus seperti yang telah disebutkan di atas (seseorang yang memiliki alat kelamin ganda), maka akan sulit ditentukan apakah ia memperoleh bagian warisan seperti layaknya bagian pria atau wanita. Maka agar tidak terjadi kekeliruan, operasi penggantian kelamin sebaiknya dilakukan.

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, maka kesimpulan yang dapat Saya sampaikan adalah :
  1. Operasi penggantian jenis kelamin dapat dilakukan dengan catatan untuk memberikan penegasan status kepada subjek yang bersangkutan dalam hal terjadi jenis kelamin ganda. Namun jika hanya untuk menuruti kemauan dan hasrat seseorang, maka sebaiknya tidak dilakukan karena pada dasarnya dengan melakukan hal itu berarti  yang bersangkutan telah menyalahi kodrat yang dianugerahkan Tuhan YME kepadanya.
  2. Masalah hukum yang pada umumnya timbul karena pergantian jenis kelamin ini adalah mengenai masalah waris, Karena biasanya tidak dapat ditentukan apakah subjek yang bersangkutan berhak untuk memperoleh bagian warisan seperti pria atau wanita. Karena itulah dalam hal ini, operasi penggantian jenis kelamin dianjurkan untuk dilakukan demi kepastian hukum subjek yang bersangkutan.