DAFTAR ISI
Daftar Isi ………………………………………………………... i
Kata Pengantar …………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ………………………………………………… iii
B.Tujuan Pembahasan …………………………………………… iv
BAB II HAKIKAT
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. Pengertian Hakikat Anak
Berkebutuhan Khusus…………… 1
B. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus…………………. 2
C. Pervalensi (
pemerataan)……………………………………… 4
BAB III PENDIDIKAN
INKLUSI DI INDONESIA
Pentingnya
Pendidikan Inklusi………………………………. 5
BAB IV PERAN
GURU DALAM KEMITRAAN ORANG TUA
A. Peran guru dalam menjalin
hubungan kemitraan…………. 6
KESIMPULAN …………………………………………………………… 7
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 8
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah selalu dipanjatkan kehadirat Allah,atas segala nikmat,karunia,dan
maunah-Nya sehingga kita senantiasa dapat menjalankan tugas dan amanah-Nya.
Dalam usaha membantu para mahasiswa di bidang Ilmu
Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,maka kami menyusun makalah ini. Dalam
menyusun makalah berjudul Layanan Pendidikan Anak Usia Dini berkebutuhan khusus
ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa untuk lebih mengetahui konsep
dasar Pendidikan Anak Usia Dini,dan kami berharap makalah ini menjadi bahan
telaah bagi para mahasiswa.
Kami menyadari makalah ini masih ada kekurangannya,karena
itu para mahasiswa dapat mengemukakan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran.
Palembang,14
September 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema
dalam belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak
memerlukan perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh
anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat
sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan
oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan
panti sosial yang secara khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang
cacat. Mereka yang menyandang kecacatan, dipandang memiliki karakteristik yang
berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan
pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh
sebab itu, pendidikan anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah
khusus) dari pendidikan anak lainnya.
Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan
konsep Special Education, yang
melahirkan sistem pendidikan segregasi. Di Indonesia, sistem pendidikan
segregasi sudah berlangsung selama satu abad lebih, sejak dimulainya pendidikan
anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung. Konsep special education dan sistem
pendidikan segregasi lebih melihat anak dari segi kecacatannya (labeling),
sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan. Oleh karena itu terjadi
dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB) dengan pendidikan reguler. Pendidikian
khusus dan pendidikan regular dianggap dua hal yang sama sekali berbeda.
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang
cacat terus berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran
yang berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat
dari sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu
dan kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian layanan pendidikan
tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada
hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan
pendidikan anak penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa
dilayani di sekolah regular terdekat dimana anak itu berada. Cara berpikir
seperti ini dilandasi oleh konsep Special needs education, yang antara lain
melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994).
B. Tujuan Pembahasan
Dengan mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan dapat
memiliki gambaran, pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentang jenis-jenis dan
karakterisitk anak yang tidak biasa ini sehingga pada gilirannya memiliki sikap
dan perilaku yang positif dan mampu memberikan perlakuan secara tepat untuk
membantu mengembangkan potensi yang dimiliki.
BAB II
HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. Pengertian
Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah
terbaru yang digunakan dan merupakan terjemahan dari child with specials needs
yang telah digunakan secara luas di dunia nternasional. Ada beberapa istilah
lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan,
anak menyimpang dan anak luar biasa. Ada satu istilah yang berkembang secara
luas telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan pendekatan dari
difference ability. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa
kosekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah
diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih
menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada
berkebutuhan khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai
dengan prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan
yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan
perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka
memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan
perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi
dua kategori yaitu: (a) anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat
permanen, akibat dari kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak
yang tidak bisa melihat (atunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak
yang mengalami cerebral palsy dst. Dan (b) anak berkebutuhan khusus yang bersifat
temporer.
B. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus
Untuk memahami anak berkebutuhan khusus berarti kita
harus melihat adanya berbagai perbedaan bila dibandingkan dengan keadaan
normal, mulai dari keadaan fisik sampai mental,dari anak cacat sampai anak
berbakat intelektual.
Perbedaan untuk memahami anak
berkebutuhan khusus dikenal ada dua hal yaitu perbedaan interindividual dan
perbedaan intraindividual.
1.
Perbedaan Interindividual
Berarti membandingkan perbedaan
individu dengan orang lain dalam berbagai hal diantaranya perbedaan keadaan
mental (kapasitas kemampuan intelektual), kemampuan panca indera (sensory),
kemampuan gerak motorik, kemampuan komunikasi, kemampuan perilaku, dan keadaan
fisik.
a.
Perbedaan interindividual
berdasarkan keadaan panca indera
1) Anak dengan gangguan penglihatan
2) Anak dengan gangguan pendengaran
3) Anak dengan kelainan autistic
b.
Perbedaan interindividual
berdasarkan keadaan fisik dan kemampuan gerak motoric
c.
Perbedaan interindividual
berdasarkan keadaan kemampuan komunikasi
d.
Perbedaan interindividual
berdasarkan keadaan kemampuan emosi dan perilaku
e.
Perbedaan interindividual berdasarkan
keadaan prestasi belajar
Pengelompokan ini penting karena pada umumnya secara
pendidikan kadang-kadang mereka memiliki gejala yang sama, ialah sama-sama
mengalami kesulitan belajar atau problema dalam belajar. Jika kita dapat
menganalisis dan mencari sumber penyebab seta dapat mengelompokkan secara
tepat, maka kita dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan khusus
mereka.
Mengenai anak berkesulitan belajar spesifik (spesific learning disability),
juga dapat dibagi menjadi dua jenis, ialah kesulitan belajar praakademik dan
kesulitan belajar akademik.
1) Kesulitan
Belajar Praakademik
Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar Praakademik:
Ø Gangguan Motorik dan persepsi
Gangguan motorik disebut dispraksia,
mencakup gangguan pada motorik kasar, penghayatan tubuh, dan motorik halus.
Ø Kesulitan belajar kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai
aspek struktural intelek yang diprgunakan untuk mengetahui sesuatu.
Ø Gangguan perkembangan bahasa
Disfasia adalah ketidakmampuan atau
keterbatasan kemmpuan anak untuk menggunakan simbol linguistik dalam rangka
berkomunikasi secara verbal. Defisia ada dua jenis : yaitu defisia reseptif dan
defisia eksprsif. Pada defisia reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam
penerimaan bahasa. Pada defisia eksprsi anak tidak mengalami gangguan pemahaman
bahasa, tetapi ia sulit mengekspresikan kata secara verbal.
Ø Kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial
Pada anak yang periakunya tidak
diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh sesama anak, guru, maupun orang
tua. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karena sering mengganggu, tidak
sopan, tidak tahu aturan atau berbagai perilaku neatif lainnya.
2) Kesulitan Belajar Akademik
Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata pelajaran
atau bidang studi, klaisfikasi kesulitan beljar akademik tidak dikaitkan dengan
semua mata pelajaran atau bidang studi tersbut. Ada tiga jenis kesulitan belajar
akademik sebagai berikut :
Ø Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Kesulitan belajar membaca yang berat
dinamakan aleksia.. Ada dua jenis pelajaran membaca, membaca permulaan atau
membaca lisan dan membaca pemhaman.
Ø Kesulitan belajar menulis (disgrafia)
Kesulitan belajar menuli yang berat
disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu:
(a). menulis permulaan.
(b). mengeja atau dikte dan
(c). menulis ekspresif.
Ø Kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
Kesulitan belajar berhitung yang
berat disebut akalkulia.
2.
Perbedaan Intraindividual
Suatu perbandingan antara potensi yang ada di dalam diri
indivdu itu sendiri, perbedaan ini dapat muncul dari berbagai aspek meliputi
intelektual, fisik, psikologis, dan sosial.
C. Pervalensi ( pemerataan)
Dalam mengemukakan jumlah anak berkebutuhan khusus
terjadi perbedaan antar lembaga, hal ini dimungkinkan adanya perbedaan definisi
dan kebutuhan yang disesuaikan dengan bidang lebaga masing-masing. Jumlah anak
berkebutuhan khusus di negara maju seperti USA ada 11,50% dari populasi, sedang
di negara berkembang seperti Indonesia dimungkinkan lebih banyak.
Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia
belum ada data yang akurat, hal ini terkait dengan adanya sikap masyarakat yang
masih menganggap anak berkebutuhan khusus sebagai aib keluarga, sehingga setiap
ada sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun sekali selalu tidak muncul
adanya anak berkebutuhan khusus. Menurut data BPS hasil sensus 2003 di
Indonesia terdapat 1,48% penyandang cacat, hal ini sangat jauh bila
dibandingkan dengan negara maju seperti USA sehingga keakuratan data tersebut
masih diragukan. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang telah bersekolah di
Indonesia ada 81.434 anak (Dir. PSLB,2006:39).
BAB III
PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA
Pendidikan Inklusif di Indonesia,ditandai dengan adanya
dekralasi menuju pendidikan inklusif yang merupakan suatu bentuk landasan
yuridis/landasan kebijakan bagi penyelenggaraan pendidikan yang
mengintegrasikan antara layanan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus.
Pentingnya Pendidikan
Inklusi
Menurut Foreman Dalam
Mulyono (1994;126)
1.
Hasil-hasil penelitian tidak
menunjukan bahwa sekolah khusus memberikan kemampuan social dan akademik yang
lebih baik bagi siswa berkebutuhan khusus jika dibandingkan sekolah regular.
2.
Hasil-hasil penelitian
menunjukan anak memperoleh keberuntungan dari sekolah inklusif
3.
Telah diterima nya secara luas
tentang hak semua orang untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
BAB IV
PERAN GURU DALAM KEMITRAAN ORANG
TUA
Peran guru dalam menjalin
hubungan kemitraan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam menjalin hubungan
kemitraan dengan orang tua:
- Sikap guru yang selalu membantu,artinya
guru perlu mengembangkan hubungan berkelanjutan seperti
hubungan-mendengarkan,melawan-memaksa,dan sebagainya.
- Bertindak proaktif dengan
guru,seorang guru perlu proaktif untuk memberikan porsi yang lebih besar
pada orang tua. Itu berguna untuk menginformasikan perkembangan anak.
- Perpustakaan yang dapat
dipinjam,artinya seorang guru dianjurkan menyediakan rak buku yang berisi
buku dan kaset yang berhubungan dengan anak sehingga ketika ada pertemuan
antara guru dan orang tua,buku dapat dipergunakan orang tua.
- makan bersama orang tua dan
pameran seni karya anak.
- mengadakan pertemuan antara guru
dengan orang tua.
- Buku catatan orang tua dan daftar
nomor telepon.
- mengatasi komplain yang
disampaikan orang tua.
KESIMPULAN
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan
baik perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan potensinya dibutuhkan
pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press
Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus
http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman-konsep-pendidikan-kebutuhan.html
Suparno, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas Lampung.
Sujiono,Nuraini yuliana.2012.Konsep Dasar Anak Usia Dini.Indeks.s