BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kata “akhlaq”
yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang artinya perangai,
budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau
Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak
yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam
Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak
baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya,
ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup
bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa
bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara
benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah
penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan yang diridai oleh Allah
Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei:
"Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah
lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang
diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan
mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan
meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah,
mencegah diri kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar,
seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat
yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar
dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal dari
penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq
(munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati
yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan
baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan
lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada
bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat
41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di
darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan manusia.
(Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka sebagai dari
balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali
(insaf dan bertaubat)".
Akhlak menurut umum adalah perbuatan
yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur
atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari
dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan
dan keputusan yang bersangkutan. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena
bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang keempat perbuatan akhlak
(khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin
mendapatkan suatu pujian
Pengertian Akhlak Menurut Sarjana lslam
a) Imam
Al-Ghazali menyebut akhlak ialah suatu
sifat yang tertanam dalam jiwa . Daripada jiwa itu ,timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran.
b) Prof.
Dr. Ahmad Amin mendefinasikan akhlak
sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu
ialah kehendak yang dibiasakan. Ertinya,
kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Ahmad Amin menjelaskan erti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa
keinginan manusia. Manakala kebiasaan pula ialah perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melakukanya. Daripada kehendak dan kebiasaan ini mempunyai
kekuatan ke arah menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak.
c) Ibnu
Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang
mendorong (diri atau jiwa itu) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya
pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan.
Dalam Islam, akhlak merupakan sistem
nilai yang merupakan subsistem dari sistem syariah Islam dimana aqidah, syariah
(dalam pengertian khusus) dan akhlak menjadi subsistemnya. Oleh karena itu
akhlak manusia mencakup hubungannya dengan Tuhan (vertikal), dengan sesama
manusia, dengan hewan dan alam (horizontal) dan dengan diri sendiri (internal).
Bersyukur dan beribadah adalah wujud akhlak manusia sebagai makhluk kepada
Tuhannnya. Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, membantu
yang lemah adalah wujud dari akhlak manusia kepada sesama manusia. Menyayangi
binatang, memelihara habitat binatang, memelihara lingkungan sebagai ekosistem
adalah wujud akhlak manusia kepada binatang dan lingkungan. Jujur dan sabar
adalah wujud akhlak manusia kepada diri sendiri.
Keutamaan Akhlak
Sedikit menyinggung sejarah shalallahu ‘alaihi wasallam yang dalam
pelajaran ini adalah salah satu perilaku rashulullah sehari-hari, “Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat shalallahu ‘alaihi wasallam pernah
ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. rashulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih
Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin
no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq)[1].
Tatkala Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, rashulullah shalallahu ‘alahi wasallam
menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk
bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia
berkata bahwa rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah
kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan
perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah
dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits
hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam timbangan (mizan) amal pada
hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang baik, sebagaimana
sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesuatu yang paling berat
dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud
dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda
beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada
hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat
Ash Shahihah juz 2 hal.535).
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata
: Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang
paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah
yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan
juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal
418-419).
Dari hadits-hadits di atas dapat
dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu
sudah sepantasnya setiap muslimah mengambil akhlak yang baik sebagai
perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak
bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu
menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik
oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya
berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak. Allah sebagai
Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan
kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Macam-Macam Akhlak
Akhlak di bagi
menjadi dua bagia yaitu :
Akhlak Mulia, Akhlak yang Terpuji
(Al-Akhlakul Mahmudah)
Ketahuilah,
diantara keutamaan akhlak mulia (Al-Akhlakul Mahmudah) adalah :
Pertama
: Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana
sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang-orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani dalam Shohihul Jami’, No. 1241)
Kedua
: Dengan akhlak yang baik, seorang hamba akan bisa mencapai derajat
orang-orang yang dekat dengan Allah Ta’ala, sebagaimana penjelasan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: ”Sesungguhnya seorang mukmin
dengan akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan
qiyamul lail.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, No.
1937)
Ketiga
: Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari
kiamat, sebagaimana sabda beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak ada
sesuatu yang lebih berat ketika diletakkan di timbangan amal (di hari akhir)
selain akhlak yang baik.” (Shahihul Jami’, No. 5602)
Keempat
: Akhlak yang baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke
dalam surga. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullah ketika ditanya tentang
apa yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab: “Bertakwa
kepada Allah dan akhlak yang baik.” (Riyadhus Shalihin).
Perbuatan baik atau buruk yang
dilakukan seseorang tanpa ada hubungannya dengan akhlaknya atau tabiatnya
adalah hanya bernilai perbuatan. Suatu ketika seorang yang akhlaknya buruk
tanpa kesadaran akan makna baik buruk melakukan suatu perbuatan yang bernilai
baik. Demikian juga seseorang yang sebenarnya akhlaknya baik, suatu ketika
tanpa menyadari makna keburukan melakukan sesuatu yang bernilai buruk..
Perbuatan baik dan perbuatan buruk dari dua orang itu hanya bernilai sebagai perbuatan,
tetapi tidak bermakna sebagai kebaikan atau kejahatan. Dilihat dari sudut
agama, maka perbuatan itu tidak mendatangkan pahala dan dosa.
Akhlak seorang hamba itu bisa baik
bila mengikuti jalannya (sunnahnya) Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam,
sebab beliaulah orang yang terbaik akhlaknya. Allah Ta’ala berfirman: (Al-Qalam:
4).
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OÏàtã
ÇÍÈ
4. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Allah Ta’ala
juga menegaskan: (Al-Ahzab: 21) :
ôs)©9 tb%x.
öNä3s9 Îû
ÉAqßu
«!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x.
(#qã_öt
©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Maka sudah selayaknya bagi setiap
muslim mempelajari riwayat hidupnya dari setiap sisi kehidupan beliau (secara
menyeluruh), yakni bagaimana beliau beradab dihadapan Rabbnya, kelurganya,
sahabatnya dan terhadap orang-orang non muslim.
Salah satu cara untuk mempelajari
itu semua adalah sering duduk (bergaul) dengan orang-orang yang bertakwa. Sebab
seseorang itu akan terpengaruh dengan teman duduknya. Nabi bersabda: “Seseorang
itu dilihat dari agama teman dekatnya. Karena itu lihatlah siapa teman
dekatnya.”(HR Tirmidzi).
Kemudian wajib juga bagi setiap
muslim untuk menjauhi orang yang jelek akhlaknya. Mudah-mudahan dengan begitu
kita termasuk hamba-hamba Allah yang menghiasi diri kita dengan akhlak yang
baik.
Apa yang dimaksud akhlak yang baik itu ?
“Akhlak yang baik diantaranya: menghormati,
membantu dan menolong.”[2]
Ibnul Mubarak berkata: “Akhlak yang baik adalah: “berwajah cerah, melakukan
yang ma’ruf dan menahan kejelekan (gangguan).” Imam Ahmad bin Hambal berkata:
“Akhlak yang baik adalah jangan marah dan dengki.”
“Sebagian ulama berkata: Akhlak yang baik
adalah menahan marah karena Allah, menampakkan wajah yang cerah berseri kecuali
kepada ahlul bid’ah dan orang-orang yang banyak berdosa,[3] memaafkan
orang yang salah kecuali dengan maksud untuk memberi pelajaran, melaksanakan
hukuman (sesuai syari’at Islam) dan melindungi setiap muslim dan orang kafir
yang terikat janji dengan orang Islam kecuali untuk mengingkari kemungkaran,
mencegah kedzaliman terhadap orang yang lemah tanpa melampaui batas.”(Iqadhul
Himam, hal. 279)
Akhlak Buruk, Akhlak Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah)
Sebagaimana akhlak terpuji, akhlak
tercela juga memiliki akar kemana satuan-satuannya dapat dikelompokkan. Jika
akar perilaku manusia ada dalam pikiran dan jiwanya, maka akar penyakit akhlak
tercela juga akan selalu ada. dua akar
penyakit akhlak buruk, atau akhlak tercela (Al-Ahlakul Mazmumah) yaitu :
Pertama,
penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana kebenaran
tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis). Penyakit
ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan memilih
secara tepat.
Kedua,
penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia, dimana
dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan kekuatan
kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk
mengendalikan diri dan bertekad secara kuat.
Penjelasan dari Penyakit Syhubhat
Lebih jauh lagi,
penyakit syubhat sesungguhnya berkaitan dengan pemahaman dasar manusia dan
struktur pemikirannya. Akarnya adalah ilmu yang belum sempurna dan mendalam
bertemu dengan kecenderungan jiwa untuk menyimpang (zaeghun). Allah SWT
berfirman dalam hal ini, (Ali Imran:7)
uqèd üÏ%©!$#
tAtRr& y7øn=tã
|=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB
×M»t#uä ìM»yJs3øtC
£`èd Pé&
É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur
×M»ygÎ7»t±tFãB (
$¨Br'sù tûïÏ%©!$#
Îû óOÎgÎ/qè=è%
Ô÷÷y tbqãèÎ6®Kusù
$tB tmt7»t±s?
çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$#
ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur
¾Ï&Î#Írù's? 3
$tBur ãNn=÷èt
ÿ¼ã&s#Írù's? wÎ)
ª!$# 3
tbqãź§9$#ur Îû
ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)t
$¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/
@@ä. ô`ÏiB
ÏZÏã $uZÎn/u
3 $tBur ã©.¤t
HwÎ) (#qä9'ré&
É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ
7. Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran)
kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah
pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184].
Adapun
orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti
sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah
untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."
dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.
[183]
Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat
dipahami dengan mudah.
[184]
Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung
beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali
sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya
Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang
ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan
lain-lain.
Karena itu, akar penyakit ini dapat
ditelusuri pada kemampuan dasar manusia dalam memahami; adanya kelemahan logika
atau penyalahangunaan logika; ketidakmampuan memahami hakikat sesuatu secara
benar; kesalahan metodologis dalam berpikir yang menyebabkan lahrnya kesimpulan
yang juga salah; dan penyimpangan pemahaman keagamaan yang menyebabkan lahirnya
bid’ah dan aliran sesat.
Orang-orang yang menderita penyakit
ini biasanya memiliki keberanian luar biasa terhadap Allah SWT (baca:
kebenaran), kegemaran luar biasa untuk berdebat, dan sifat keras kepala dalam
mempertahankan pendapat sendiri, sekalipun sesungguhnya ia tidak pernah
memiliki keyakinan yang kuat dan selalu ragu dalam segala hal.
Lawan dari penyakit ini adalah ilmu
yang benar dan mendalam, yang kemudian menimbulkan keyakinan yang kuat yang
tidak disertai keraguan. Pada akhirnya, penyakit syubhat ini melahirkan
kekufuran, bid’ah, dan nifaq.
Penjelasan dari Penyakit Syahwat
Adapun penyakit syahwat pada umumnya
lahir dari lemahnya kehendak hati (iradatul khair) dalam hati seseorang, baik
untuk melakukan kebaikan (positif) maupun untuk melawan dorongan kejahatan
dalam dirinya. Sebagaimana contoh, Allah SWT berfirman tentang Adam as. (Tha ha: 115)
ôs)s9ur
!$tRôÎgtã
#n<Î)
tPy#uä `ÏB ã@ö6s%
zÓŤoYsù
öNs9ur
ôÅgwU
¼çms9 $YB÷tã ÇÊÊÎÈ
115. dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan[947] kepada Adam
dahulu, Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan
yang kuat.
[947]
Perintah Allah ini tersebut dalam( ayat 35 surat Al Baqarah).
$uZù=è%ur ãPy$t«¯»t ô`ä3ó$#
|MRr& y7ã_÷ryur
sp¨Ypgø:$#
xä.ur
$yg÷ZÏB #´xîu ß]øym
$yJçFø¤Ï© wur
$t/tø)s? ÍnÉ»yd notyf¤±9$# $tRqä3tFsù
z`ÏB
tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÌÎÈ
35. dan Kami berfirman:
"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang
yang zalim.
[37] Pohon yang
dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist
tidak menerangkannya. ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut
dalam surat
Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.
Dorongan-dorongan
kejahatan itu sendiri pada dasarnya berasal dari insting manusia, yang
sebagiannya adalah kebutuhan dasar yang memberikan vitalitas dan dinamika
kehidupan kepada manusia. Insting seksual, misalnya, pada kadar tertentu
dibutuhkan untuk mempertahankan kelangsungan hidup umat manusia. Akan tetapi,
ia menjadi kejahatan saat tuntutan pemuasannya menjadi berlebhan dan cara
pemenuhannya keluar dari jalur syariah. Demikian pula insting berkuasa,
misalnya, ia dibutuhkan untuk menciptakan kemampuan memimpin dan bermasyarakat
dalam kehidupan manusia. Namun, jika kadarnya melampui batas yang natural dan
cara pemenuhannya keluar dari jalur syariah, maka ia menjadi ancaman bagi
kebaikan.
Disamping itu, Ibnul Qayyim juga
menjelaskan jenis syahwat yang kemudian menjadi akar dari semua bentuk dosa
manusia. Adapun jenis syahwat itu adalah sebagai berikut:
Syahwat
kekuasan, berarti bahwa dorongan berkuasa dalam diri seseorang begitu kuat
sampai tingkat dimana ia mulai menyerap sebagan dari sifat yang hanya layak
dimiliki Allah SWT. Hal ini dimulai dari yang terkecil-senang dikagumi
(sum’ah), senang disanjung di depannya (riya’), dan merasa puas diri (ghuhur),
sampai pada yang hal yang besar-sombong, angkuh, jabarut, mengintimidasi, dan
zalim. Syahwat inilah yang kemudian mendorong manusia sampai pada tingkat yang
lebih jauh lagi, yaitu syirik. Inilah dosa yang membuat Fir’aun terlaknat.
Syahwat
hawa nafsu, berarti bahwa ada dorongan yang kuat dalam diri seseorang untuk
menyerupai dalam berbagai bentuk perilaku dasarnya. Misalnya, memiliki sifat
benci, dengki dan dendam, gemar menipu, membuat ulah dan makar, menyebarkan
gosip, memfitnah, menyesatkan orang lain, dan semacamnya. Syahwat ini biasanya
mempertemukan antara kecerdasan di satu sisi, dengan dorongan setan di sisi
lain. Karena itu, pelakunya cenderung licik dan culas dalam pergaulan serta
berwajah ganda.
Keburukan akhlak “Kelemahan Akal dan Jiwa”
Demikianlah, kita melihat bahwa
kedua penyakit itu, penyakit syubhat dan syahwat, sama bersumber dari kelemahan
akal dan jiwa. Penyakit syubhat bersumber dari kelemahan akal sehingga
penderitanya tidak memiliki ilmu dan keyakinan. Adapun penyakit syahwat
bersumber dari kelemahan jiwa yang membuat penderitanya tidak memiliki kemauan
yang kuat sampai pada tingkat azam (tekad). Perhatikanlah skema dibawah ini :
Kelemahan akal -> Kedangkalan ilmu -> Penyakit
Syubhat
Kelemahan jiwa -> Kelemahan kemauan ->
Penyakit Syahwat
Hubungan Akhlak dengan Ilmu
Akhlak (ethics) merupakan suatu ilmu
yang membicarakan sisi-sisi kehidupan manusia yang paling penting. Perpaduan
ilmu dan akhlak dikonsepkan sebagi al ma’rifah. jalan menuju ma’rifah sebagai
kerinduan rohani untuk mengenal Tuhan dengan hati nurani melalui
tingkat-tingkat ilmu. Al ma’rifah menjadi tingkat yang tertinggi di dalam
pengetahuan dan kesadaran rohani manusia terhadap Tuhan[4].
hubungan yang erat dan tak
terpatahkan antara ilmu dan akhlak. Hubungan inilah yang sedang dicari kembali
dalan dunia ilmu pengetahuan modern terutama dalam bahasan mengenai islamisasi
ilmu. Mengingat adanya kebutuhan kembali akhlak karena perkembangan jiwa
manusia yang semakin lama semakin memprihatinkan, bahasan mengenai mengenal
Tuhan lewat ilmu pengetahuan adalah tema yang penting. Manusia modern dinilai
telah sangat rasional. Maka, ilmu sudah selayaknya menjadi jalan utama mengenal
Tuhan, untuk menjadi insan kamil atau manusia yang sempurna.
Masalah hubungan ilmu dan akhlak,
telah lama menyibukkan para filosof, teolog dan ilmuan-ilmuan akhlak. Dengan
melihat sepintas lalu terhadap tradisi-tradisi sejarah kehidupan manusia, dapat
disaksikan keselarasan, kesesuaian, kesatuan ukuran-ukuran, keharusan-keharusan,
dan norma-norma akhlak dengan ilmu dalam berbagai masyarakat dan bangsa.
Istilah-istilah akhlak Islam, Yahudi, Masehi, Hindu, dan Budha, merupakan
bukti. Oleh sebab itu, terkadang hubungan yang dalam di antara dua fenomena ini
(agama dan akhlak) bisa melalaikan para peneliti dalam memisahkan pemikiran
akhlak dari dimensi-dimensi lain.
Pembahasan-pembahasan pemikir dan
filosof seperti Sokrates dan Plato yang berdasarkan atas kemandirian dua
fenomena ilmuwan dan akhlak, teori pemisahan Karl Marx dan Sigmund Freud, klaim
ketidaksesuaian di antara keduanya, dan wacana
antara pengikut mazhab 'adliyyah dan asy'ariyyah tentang kebaikan dan
keburukan akal dan syar'i perbuatan-perbuatan manusia, semuanya mengisahkan
bahwa masalah ilmu dan akhlak ini mempunyai usia dan sejarah yang amat panjang.
Mungkin hal ini disebabkan karena ilmu dan akhlak senantiasa menyertai manusia
sejak awal keberadaannya serta dua fenomena ini
timbul dari tabiat yang sama-sama harus seimbang agar manusia bisa
berakhlak baik.
Jika kita meninjau dengan tinjauan
eksternal terhadap perbedaan dan pertikaian di antara pemikir-pemikir dalam
masalah hubungan ilmu dan akhlak, kita akan mendapatkan bahwa seluruh perbedaan
itu berdasarkan pemikiran-pemikiran apriori secara psikologi, sosiologi,
antropologi dan filosofi yang dilakukan oleh mereka dalam mengafirmasikan atau
menegasikan hubungan ini. Problem utama juga yang bisa kita lihat dalam
tulisan-tulisan para pemikir Barat dalam masalah ini, kelompok pemikir ini
terkadang mengabstraksikan agama dan
akhlak dengan definisi eksternal dan mengutarakan kebagaimanaan hubungan di
antara dua fenomena tersebut yang pada akhirnya, dengan penilaian dan
penghukumannya melakukan perbandingan antara akhlak dan ilmu. Di samping itu,
terkadang ilmu yang mereka maksud adalah ilmu umum, tapi pada posisi
pengambilan konklusi mereka menggeneralisasikan pembahasannya pada seluruh
ilmu-ilmu yang mungkin ada dalam salah satu pelajaran bertolak belakang
denganadanya akhlak yang baik. Contoh: penelitian yang harus di uji coba oleh
sesuatu yang hidup (hewan), bila dengan akhlak baik ini bertolak belakang
karena dalam akhlak yang baik tidak bolehnya menyakiti sesuatu yang tidak pasti
sesuatu itu (hewan sebagai uji coba) bisa selamat atau tidak.
Mungkin banyak diantara kita kurang
memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan Ilmu yang memang
merupakan perkara pokok/inti dalam kehidupan ini, berupaya menelaah dan
mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan.
Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang membuat orang
lain heran seseorang yang terpelajar bisa berbijara kotor atau tidak baik, dan
ini belarti orang ini buruk dalam akhlaknya.
Seharusnya ucapan-ucapan tidak baik
itu ataupun yang menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi
akhlak. Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan
akhlak. Yang perlu diingat bahwa Ilmu sebagai sisi pokok/inti islam yang memang
seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara
penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Ilmu merupakan
realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti
akhlak seorang hamba. Seorang yang berilmu, dan baik akhlaknya berarti ia
adalah sebaik-baik manusia. Semakin pintar seseorang maka semakin baik
akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang yang berilmu memiliki akhlak yang buruk
berarti lemah akhlaknya.
Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak.
Sangat
banyak manfatnya yang di rasakan setelah mempelajari ilmu akhlak salah satunya
kita bisa membedakan apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari
dan bagaimana cara berakhlak yang baik dalam tingkah laku atau perbuatan untuk
menghadapi kehidupan, serta cara berinteraksi dalam bermasyarakat seperti
menghadapi usia dibawah kita, sesama, lebih tua, akan lebih hati-hati. Bukan
hanya itu, banyak juga wawasan yang didapat dalam ilmu akhlak ini bisa lebih
mengetahi bagaimana orang yang berakhlak baik dan bagaimana yang berakhlak
buruk, serta paham akan cara-cara bagaimana menjadi seseorang yang berakhlak
baik[5].
Dengan
berakhlak baik maka kita bisa dapat menghargai dan juga pastinya dihargai oleh
masyarakat umum, maka sangat bermanfaat ilmu akhlak ini bila kita bisa
memperbaiki lebih baik mungkin banyak kekurangan-kekurangan dalam berakhlak
baik, dan kita bisa lebih paham bagai mana akhlak yang di terima oleh Allah SWT,
maka dari pelajaran akhlak ini bukan hanya dalam perbuatan tetapi keikhlasan
hati tulus ini salah satu yang utama dalam mempelajari ilmu akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment