Keterampilan Dasar dalam
Kecerdasan Sosial
Daniel
Goleman, dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence,
menyampaikan bahwa ada empat keterampilan dasar yang mesti dikembangkan dalam
kecerdasan sosial. Empat keterampilan dasar itu adalah mengorganisasi kelompok,
merundingkan pemecahan masalah, menjalin hubungan, dan menganalisis sosial.
Dalam
tulisan sederhana ini, penulis ingin mengangkat dua keterampilan dasar dalam
kecerdasan sosial sebagaimana yang disampaikan oleh Daniel Goleman, namun
penulis tidak serta-merta memindahkan tulisan Daniel Goleman ke dalam tulisan
ini. Dalam hal ini, penulis hanya menyampaikan gagasan dua keterampilan dasar
tersebut, kemudian penulis membahasnya sendiri dalam ulasan sebagai berikut:
1.
Mengorganisasi Kelompok
Ada sebuah
pernyataan yang sangat luar biasa. Pernyataan tersebut, konon sebelumnya belum
ada tokoh atau seorang pun di dunia ini yang menyampaikannya. Sebuah pernyataan
yang menganggap bahwa setiap manusia, baik miskin atau kaya, punya status
sosial atau hanya rakyat biasa, mempunyai jabatan formal atau hanya pekerja
kasar, adalah sosok pemimpin.
Lebih
lengkapnya, marilah kita simak apa yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad
Saw. dalam hadis berikut, "Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) adalah pemimpin dan bertanggung
jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan bertanggung jawab
atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab
atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta
ayahnya." Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Setiap
pribadi manusia adalah pemimpin. Bahkan, dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa
anak-anak pun dianggap sebagai pemimpin yang sudah mempunyai tanggung jawab,
yakni bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. Dalam contoh yang lebih
sederhana, misalnya seorang anak yang diberi uang saku oleh orangtuanya harus
belajar untuk bertanggung jawab dalam mengelola uang sakunya. Apakah akan
dibuat jajan semuanya, sebagian ditabung, diberikan kepada teman yang sedang
membutuhkan, atau untuk membeli buku bacaan tambahan selain buku wajib di
sekolah.
Di sinilah
sesungguhnya penting bagi kita selaku orangtua untuk bisa mengembangkan
keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial bagi anak-anak kita. Terkait dengan
pendapat Daniel Goleman adalah keterampilan dalam mengorganisasi kelompok.
Mengapa? Karena setiap pribadi adalah pemimpin. Sebagai seorang pemimpin, sudah
barang tentu dibutuhkan kemampuan dalam mengorganisasi, minimal dalam sebuah
kelompok kecil di lingkungan sosialnya, atau paling tidak dalam lingkungan
keluarganya.
Melatih
anak-anak dalam keterampilan mengorganisasi kelompok bisa dilakukan dalam
bentuk permainan tertentu dengan teman-temannya. Permainan ini bisa dilakukan
di halaman rumah kita, di lapangan, atau di mana biasanya anak-anak bermain.
Keterampilan ini bisa pula kita terapkan pada anak-anak agar dapat berbagi
tugas dengan teman-temannya dalam sebuah acara. Misalnya, acara bakar sate
tempe (tempe dipotong kecil-kecil, goreng setengah matang, kemudian ditusuk
pakai tusuk sate, lalu dibakar di atas arang yang membara) yang sengaja kita
rencanakan bersama anak-anak dan teman-temannya di sebuah hari libur sekolah.
Acara ini sepenuhnya kita serahkan kepada anak-anak, termasuk masing-masing
anak harus iuran berapa, berbagi tugas siapa yang belanja, menggoreng tempe,
membuat bumbu sate, membakar sate tempe, dan sebagainya. Meskipun acara
memasak, menurut pengalaman penulis, acara ini disukai tidak hanya bagi
anak-anak perempuan, ternyata anak laki-laki pun suka dengan acara bersama
semacam ini.
Orangtua
dapat membuat permainan atau kegiatan yang lain. Acara bakar sate tempe
sebagaimana di atas hanyalah sekadar contoh. Orangtua bisa merancang kegiatan
dengan kreatif atau bisa mengajak anak-anak untuk merencanakan sebuah kegiatan
bersama di sebuah hari libur. Satu hal yang paling penting, yakni orangtua
mesti memberikan kepercayaan kepada anak-anak untuk bisa mengelola dan
mengorganisasi kelompoknya sendiri. Hal yang dilakukan orangtua hanyalah
menemani mereka. Meskipun hanya menemani, tidak ada salahnya juga bila di
bagian-bagian tertentu orangtua memberikan ide dan saran. Namun, hal yang sama
sekali harus dihindari oleh orangtua adalah mendominasi kegiatan tersebut. Ini
sangat penting agar anak-anak kita mempunyai kemandirian dan bisa
mengorganisasi kelompoknya dengan baik.
2.
Merundingkan Pemecahan Masalah
Bila ada dua
orang atau kelompok yang bersikukuh untuk mempertahankan pendapatnya
masing-masing yang paling benar maka dibutuhkan seorang mediator yang baik agar
masalah dapat terselesaikan. Di sinilah sesungguhnya bagi setiap pribadi
dibutuhkan sebuah kecerdasan sosial tersendiri. Dalam hal ini, kita bisa
melatih anak-anak kita untuk bisa mempunyai nalar yang baik, menyampaikan
gagasan dalam sebuah komunikasi yang baik, sehingga bisa melakukan sebuah
perundingan dengan baik.
Kemampuan
untuk bisa merundingkan pemecahan masalah dengan baik ini memang tidak muncul
begitu saja dari pribadi seseorang. Namun, kemampuan itu adalah hasil dari
latihan yang panjang-meskipun tidak disadarinya-dalam kehidupan seseorang.
Namun, sebagai orangtua yang menginginkan agar anak-anak mempunyai kecerdasan
sosial dengan baik, kita bisa melatih dan mengembangkan kemampuan ini.
Misalnya, ketika kita melihat televisi bersama anak-anak dan ditayangkan sebuah
berita tentang perkelahian dua kelompok masyarakat, kita selanjutnya bisa
mengajak diskusi anak-anak kita mengenai soal tersebut. Kita kembangkan
kecerdasan sosial anak kita dengan meminta pendapat kepadanya tentang apa yang
akan dilakukan dan dikatakan anak kita seandainya diminta menyelesaikan masalah
dua kelompok yang sedang berkelahi sebagaimana yang ditayangkan di televisi.
Anak-anak kita
juga bisa belajar dari dunia permainannya bersama teman-temannya. Sebagaimana
dalam permainan anak-anak, sudah barang tentu biasanya tidak terlepas dari
berbantah-bantahan ketika terjadi masalah dalam permainannya. Hal yang semacam
ini bisa dibilang wajar dalam dunia anak-anak. Namun, yang paling penting
adalah bagaimana anak-anak kita menyelesaikan perbantahan tersebut. Bukan
diselesaikan dengan cara fisik, artinya yang kuat maka akan memang; bukan pula
dengan bentak-bentakan hingga akhirnya salah satu mengalah; atau bukan dengan
tidak mau menyelesaikan masalah hingga permainan bubar dan lari ke rumah
masing-masing dengan membawa rasa dendam di hati. Melainkan, kita ajak
anak-anak untuk mencari akar masalah atau penyebab mengapa terjadi perselisihan
untuk kemudian merundingkan dengan penyelesaian yang baik.
No comments:
Post a Comment