PENGEMBANGAN PERILAKU ANAK
USIA DINI
PENGEMBANGAN
PROGRAM PEMBENTUKAN PERILAKU SOSIAL
ANAK USIA
DINI USIA 3 – 4 TAHUN
Oleh
: Ecih Sukaesih, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak usia
dini merupakan pribadi yang unik, yang berbeda dengan orang dewasa. Anak usia
dini mempunyai karakteristik tersendiri, yang terkadang membuat orang dewasa
disekitarnya menjadi terkaget-kaget bila melihat dan mendengarkan
perilaku maupun percakapan mereka dengan teman sebayanya.
Berbicara
mengenai perkembangan perilaku sosial pada anak usia dini ( 3 – 4 tahun ),
banyak hal yang menarik di dalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal ini
masih berada di rentang usia kelompok Bermain, mempunyai karakteristik
tersendiri dalam perkembanganya. Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial,
anak perlu dibiasakan dan diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi
dalam lingkungan sosial di lingkungannya.
Pembelajaran
perkembangan perilaku sosial yang biasa dilakukan dalam lingkungan keluarga,
sangat penting agar kelak anak – anak menjadi pribadi yang santun, mempunyai
rasa empati, simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan mempunyai sifat
sosial yang baik. Dengan mempunyai bekal dengan pembiasaan berinteraksi sosial
dan berperilaku yang baik, maka insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi
generasi penerus bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan
interpersonal yang akan mengaharumkan bangsa dan negaranya.
Dewasa ini
kita juga pernah dikejutkan dengan hal-hal yang negative yang dilakukan oleh
beberapa anak yang masih berada dalam rentang usia 4 tahun. Sebagai contoh:
seorang anak dari daerah Jawa yang suka merokok.Hal itu ia lakukan,
karena interaksi sosial dilingkungan rumahnya mendukung ia untuk melakukan hal tersebut.
Tidak ada larangan, ia terkesan dibiarkan, sehingga suatu ketika ia dilarang,
maka anak itu akan mengamuk dan berbicara agak kasar. Hal itu terjadi karena
pola kebiasaan dan lingkungan sosial yang membentuknya. Anak tidak bisa
disalahkan, yang salah adalah orang tua dan proses pembentukan dari lingkungan
keluarga yang kurang baik.
Contoh yang
lainnya lagi adalah anak-anak yang masih usia dini yang baru
berusia 3 – 4 tahun banyak berada di jalanan untuk mencari nafkah dengan cara
mengamen, menjadi peminta-minta, pemungut sampah, pencuri, dan bahkan ada yang
menjadi korban kejahatan seksual. Ada yang memang karena keadaan
terpaksa karena garis kemiskinan, ada pula yang memang sengaja dieksploitasi
oleh para orang tua mereka sebagai ladang mencari uang. Hal itu bila
dibiarkan, maka akan menjadikan mereka menjadi anak – anak yang berperilaku
tidak sosial. Banyak pengaruh negativisme, karena lingkungan membentuk mereka
untuk melakukan hal-hal yang negative; mencuri, memaksa, mencopet, dsb.
Anak-anak
jalanan juga sering berperilaku agresif dengan memaki-maki orang yang tidak mau
memberinya uang saat meminta-minta maupun pada saat mengamen. Hal tersebut,
akan menjadikan orang-orang di sekitanya menjadi merasa tidak nyaman,
terganggu, dan berbagai ketidaknyamanan sosial lainnya.
B.
Analisis Situasi
Melihat
permasalahan yang terjadi dewasa ini mengenai perkembangan perilaku anak usia
dini yang sedikit mengkhawatirkan dengan berbagai problemanya, maka hendaknya
para orang tua dapat memberikan suri tauladan kepada putra-putrinya. Karena
anak melihat orang tua sebagai model mereka untuk berperilaku, hendaknya orang
tua dapat menjaga perilaku dengan baik pula. Anak juga perlu diajari bagaimana
bersikap dan berinteraksi dengan baik, bagaimana bersikap bila bertemu orang
lain, bagaimana bermain dengan teman, mau berbagi dengan orang lain, dsb.
Banyak anak
usia dini berada di lingkungan yang kurang begitu baik untuk mereka
berinteraksi sosial, ini perlu penanganan serius dari pemerintah. Karena
penanganan yang telah dilakukan selama ini belum begitu efektif. Walaupun
ada program yang diberikan kepada anak-anak jalanan (ANJAL) yang dananya
diluncurkan dari pemerintah ( dalam hal ini penulis beberapa kali ikut
terlibat dalam penanganan ANJAL di wilayah Jakarta, Tangerang dan
Bandung), namun programnya belum tepat sasaran. Karena mereka hanya dibina
dalam hitungan waktu yang relatif singkat, sehingga setelah pembinaan selesai,
hampir semua anak jalanan kembali ke jalan dengan kegiatan yang semula.Program
pendidikan yang diberikan tidak berkelanjutan, misalnya pengajaran budi pekerti
dan pelajaran pra sekolah / sekolah dasar yang diberikan tidak dilanjutkan
supaya mereka bisa sekolah seperti halnya anak-anak lain. Sehingga, menurut
hemat penulis, program tersebut hanya membuang – buang uang saja. Harapan
penulis, para anak jalanan yang sudah di bina, dimasukan ke sekolah umum atau
tetap mengikuti sekolah keliling dengan setara paket A, B maupun C, sehingga
mereka akan dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dengan biaya dibantu oleh
pemerintah. Bila hal tersebut bisa dilaksanakan, Insya Allah para anak jalanan
akan dapat mendapat pekerjaan yang memadai, dan mereka tidak lagi harus berada
di jalanan.Dengan demikian, perilaku anti sosial yang biasanya ada pada
anak-anak jalanan karena mereka merasa kaum yang termarjinalkan, akan berkurang
atau bahkan tidak ada lagi. Jika itu bisa terwujud, artinya pemerintah kita
memiliki keberhasilan dalam membina masa depan anak bangsanya.
BAB II
DASAR
TEORI
A.
Teori Perkembangan
Menurut
Santrock ( 1998) dalam Hildayani (2007:1.3) dikatakan bahwa perkembangan
merupakan pola perubahan yang dimulai pada saat konsepsi dan berlanjut
disepanjang rentang kehidupannya[1]. Menurut para pakar
perkembangan ( Papalia. dkk:2008), ada dua jenis proses perubahan perkembangan,
yaitu perkembangan kuantitatif dan kualitatif. Perubahan kuantitatif adalah
perubahan dalam angka atau jumlah, seperti tinggi, berat kosa kata, perilaku agresif
atau frekuensi komunikasi. Sedangkan perubahan kualitatif yaitu perubahan yang
berkaitan dengan jenis, struktur, atau organisasi [2]. Namun, menurut Gessel dkk dalam
Hurlock (1987:5) kemajuan perkembangan anak terjadi secara bertahap dan
beberapa tahapan ini ditandai juga oleh keseimbangan ketika anak menjadi pusat
perhatian, yang oleh karena itu dapat diatur. Lalu tahapan yang lainnya adalah ditandai
oleh ketidakseimbangan ketika anak tidak menjadi pusat perhatian yang membuat
anak sulit untuk diatur [3].
Jadi,
perkembangan bila disimpulkan dari beberapa pemahaman di atas adalah perubahan
manusia yang mengalami perkembangan secara alami, dapat pula dipengaruhi oleh
factor latihan dan lingkungan yang membentuknya.
Adapun
tokoh-tokoh teori perkembangan seperti yang di kemukakan oleh Crain ( 2007) [4]: teori Preformasionisme abad
pertengahan dengan tokohnya Aries ( 1960) yang menyatakan bahwa anak-anak
merupakan miniature orang dewasa, John Locke memberikan penolakan dengan teori
environmentalismenya yang menyatakan bahwa anak-anak tidak dilahirkan sebagai
manusia dewasa, melainkan menjadi dewasa lantaran pengasuhan dan pendidikan
yang anak terima.Rousseau dengan teori Naturalismenya yang menyatakan bahwa
anak-anak bukanlah wadah kosong yang bisa diisi begitu saja oleh orang dewasa,
namun anak mempunyai perasaan dan pemikiran sendiri yang berbeda dengan cara
pandang orang dewasa.Rousseau tidak percaya dengan kekuatan lingkungan.Ia lebih
percaya kepada alam yang akan menuntun seorang anak menuju pertumbuhannya.
Teori etologis dari Darwin, Lorenz, dan Bowlby, teori Montessosi dengan masa
pekanya. teori komparatif dan organismik dari Werner, Teori kognitif Piaget,
teori perkembangan moral Kohlberg, teori pembelajaran Bandura, Pavlov, Watson
dan Skinner, teori sosial kognitif Vygotsky, teori psikoanalitik Freud, teori
pentahapan Erikson, dan masih banyak lagi para tokoh teori perkembangan dunia.
B.
Teori Perkembangan Perilaku Sosial
Menurut
Bandura (Crain:2007;301) bahwa di dalam situasi sosial kita belajar
menangani masalah lewat pengimitasian, yaitu pemahaman yang penuh dari
pembelajaran imitatif yang mensyaratkan sejumlah konsep baru[5]. Schneider, Minet, dan
Rakhmatunissa dalam Sujiono dan Syamsiatin (2003:61) mengatakan [6]:
1.
sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong
seseorang untuk menyelesaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal
dari dalam diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri.
2.
Perkembangan sosial adalah suatu proses kemampuan belajar dari tingkah laku
keluarganya serta mengikuti contoh-contoh serupa yang ada diseluruh dunia.
Sujiono juga
menjelaskan (2003:61) setiap anak akan melalui sebuah proses panjang dalam
perkembangan sosialnya yang akhirnya seorang anak akan mempunyai nilai – nilai
sosial yang ada dalam dirinya yang disebut proses imitasi, identifikasi dan
internalisasi. Berikut bagan proses penanaman sosial menurut Sujiono [7]:
Proses
peniruan terhadap tingkah laku sikap serta cara pandang orang dewasa dalam
aktifitas yang dilihat anak, secara sengaja anak belajar bergaul dari
orang-orang terdekatnya…….
|
IMITASI
|
INTERNALISASI
|
Berupa
proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai yang relative mantap dan
menetapnya suatu nilai-nilai itu tertanam menjadi milik seseorang sehingga
dibutuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai baik, buruk sehingga anak dapat
berkembang menjadi makhluk sosial yang sehat dan bertanggung jawab
|
IDENTIFIKASI
|
Berupa
proses terjadinya pengaruh sosial pada seseorang yang didasarkan
pada orang tersebut untuk menjadi individu lain yang dikaguminya.
|
Adapun
tokoh-tokoh teori perkembangan perilaku sosial adalah L.S. Vygotsky ( 1896-
1934 ) dengan teori sosial historisnya yang memadukan dua garis utama
perkembangan dengan garis alamiah yang muncul dari dalam diri manusia dan garis
sosial historis yang mempengaruhi manusia sejak kecil tanpa bisa
dihindari [8]. Tokoh teori perkembangan perilaku
sosial berikutnya adalah Erik Erikson dengan teori 8 tahapan
psikososial individu yang dalam hal ini penulis hanya akan
menuliskannya 1 tahap saja yaitu tahap ke 3 sesuai dengan
pembahasan tahapan perkembangan usia 3 – 4 tahun. Menurut Erikson (Papalia :
2008: 41 ) anak usia 3 sampai 6 tahun berada dalam tahapan inisiatif
versus perasaan bersalah. Pada usia ini anak mengembangkan inisiatif ketika
mencoba aktifitas baru dan tidak terlalu terbebani oleh perasaan bersalah.
BAB III
PROGRAM
STIMULASI BERMAIN
PENGEMBANGAN
PEMBENTUKAN PERILAKU SOSIAL
ANAK USIA 3-
4 TAHUN
I.
PROGRAM PEMBENTUKAN PERILAKU
Minggu
|
Perkembangan
|
Terprogram
|
Rutin
|
Media
|
|
I
|
Mulai
menunjukkan sikap toleran sehingga dapat bekerja dalam kelompok
|
- Bermain
lempar bola yang diikuti 4-5 anak.
-
Membuat bangunan kantor walikota dan lingkungannya dengan
berbagai media
-
Menghargai pekerjaan teman dalam menyusun balok, sehingga tidak merobohkan
hasil pekerjaan teman lain.
|
-
Membersihkan karpet setelah digunakan menggunakan sapu kecil
-
Membaca buku bersama
-
Menyiram tanaman dan menjaga dan merawat tanaman bersama-sama
-
|
-
Bola
-
Karpet
-
Dus bekas
-
Balok-balok
-
Sapu kecil
-
Emrat penyiram tanaman
|
|
II
|
Mulai
menghargai orang lain
|
-
Mengajak teman bermain bersama
-
Berbagi mainan dengan teman
|
-
Bermain peran sebagai pedagang “Sayur “keliling
-
Mendengarkan teman berbicara
|
-
– Gerobak sayur terbuat dari dus bekas
|
|
III
|
Bersabar
menunggu giliran
|
-
Antri ke toilet training
-
Bergiliran menggunakan ‘emrat ‘ penyiram bunga
|
-
Bersabar menunggu giliran menyendok nasi pada saat makan bersama
-
Bersabar antri mencuci tangan
|
||
IV
|
Bereaksi
terhadap hal-hal yang dianggap tidak benar
|
-
mengucapkan kata “ kamu tidak boleh begitu….”(ketika melihat temannya yang
berkata tidak baik
-
menegur teman yang membuang sampah tidak pada tempatnya
|
-
Mengucapkan kata maaf bila melakukan kesalahan
-
Memberi tahu teman agar mengembaliakn mainan pada tempatnya
|
II.
TUJUAN PENGEMBANGAN
III. TAHAPAN
DAN KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN
TAHAPAN DAN
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL PADA ANAK USIA 3 -4TAHUN
Tahapan
-
Berbicara bebas pada dirinya, orang lain bahkan mainnannya, berbicara lancar,
bermain dengan kelompok anak kadang merasa puas bila bermain sendiri untuk
waktu yang lama, dan mulai menyenangi kisah seseorang/tokoh dalam film[9].
Anak pada
tahap ini sudah merasa yakin bahwa ia adlah seseorang, maka dari itu ia ingin
tahu, sperti apakah ia.Pada tahap ini anak mulai melihat orang tua sebagai
sosok yang dikagumi sekaligus juga menakutkan baginya. Pada tahap ini anak
sudah dituntut untuk berperilaku yang baik dan bertanggung jawab dilingkungan
sosialnya.
Karakteristik
Anak usia
3-4 tahun mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembangan sosialnya.
Mereka sudah mempunyai [11]:
1.
Perkembangan pemahaman diri yaitu sudah dapat menggambarkan
tentang dirinya secara eksternal yaitu dengan menggambarkan /dengan cara memperkenalkan
diri dengan menyebutkan ciri-ciri fisik dan memeperkenalkan karakteristik
dirinya secara psikologis yaitu anak memberitahukan kesukaan atau hobinya.
2.
Perkembangan hubungan sosial, yaitu perkembangan hubungan sosial dengan
teman sebaya yang biasanya diperlihatkan dalam hubungan pada saat kegitan
bermain dengan teman seperti yang dikatakan Parten dalam Mc Devitt&Ormrod,
2002 dalam Hildayani 2007) bahwa ada 6 katagori perilaku anak dalam
bermain sosial dengan teman sebaya:
2.1
Unoccupied behavior
Anak gagal
untuk terikat dalam kegiatan khusus atau gagal untuk berinteraksi dengan
individu lain. Biasanay anak hanya mengamati, berjalan, atau duduk diam.
2.2
Solitary play
Anak asik
dengan permainannya sendiri, begitu pula dengan snsak lain.Meski mereka dalam
satu ruang biasanay anak tidak berkomunikasi satu sama lain.
2.3
Onlooker behavior
Anak melihat
teman lain yang sedang bermain, namun tidak mau ikut terlibat di dalamnya.
2.4
Parallel Play
Anak bermain
berdampingan, tapi tidak ada komunikasi.
2.5
Assosiative Play
Anak bermain
bersama, berbagi objek/mainan, namun tidak banyak bicara. Anak bisa juga
bertukar mainan, dengan sedikit member komentar.
2.6
Cooperative Play
Anak secara
aktif berinteraksi dengan teman sepermainan, kadang mengambil peran tertentu
dan tetap memelihara hubungan interaksi tersebut.
3.
Perkembangan Kemampuan mengatur diri sendiri, yaitu anak
memperoleh strategi dan rencana yang lebih fleksibel untuk mengatur
perilakunya sesuai dengan aturan dan larangan orang dewasa.
4.
Pengambilan inisiatif, yaitu anak pada masa ini mulai mempunyai
rasa untuk mengembangkan inisiatif dan berusaha untuk menguasai linglkungannya
5.
Perkembangan perilaku prososial, yaitu karakteristik yang biasanya
diperlihatkan oleh anak dengan cara kesadaran berempati mematuhi orang tua
untuk berbagi dengan teman, misalnya. Walaupun sebetulnya ia kurang bgitu
berkenan untuk melakukannya.
6.
Perkembangan empati, yaitu kemampuan anak dalam menyikapi perasaan orang lain,
sebagai contoh ada temannya di sekolah yang sedang bersedih karena ditinggal
mamanya pulang. Anak yang sudah mempunyai empati akan membujuk temannya dengan
mengajaknya bermain atau mengajaknya menemui ibu guru.
IV. STRATEGI
KEGIATAN
MATERI
|
METODE
|
MEDIA
|
PROSEDUR
|
1.
Bermain Lempar Bola
2.
Membuat “Gedung Kantor Walikota”
3.
Bermain Peran “ Tukang Sayur “ keliling
|
Demonstrasi
Praktek
langsung
Bernyanyi
Big
Project
Praktek
langsung
Demontrasi
Bermain
Peran
|
-
Bola plastic kecil
-
Keranjang sampah plastic
-
Lem
-
Gunting
-
Isolasi
-
Dus bekas
-
Cat air
-
Kuas
-
Macam-macam tanaman
-
Gerobak kecil terbuat dari dus
-
Macam-macam sayuran plastic, sayuran asli, sayuran terbuat dari koran
bekas, macam-macam bumbu dapur, dsb
|
Awal
-
Guru menyiapkan berbagai Peralatan yang dibutuhkan
-
Guru mengucapkan salam dan selamat datang di Sentra Olah Tubuh Karunia Allah.
-
Guru mengawali dengan permainan kosa kata : Bola, lempar, pantulkan dan warna
-
Guru mengajak anak didik untuk turut serta mengeluarkan peralatan yang akan
di gunakan
-
Guru meminta anak untuk berdiri dan membuat lingkaran kecil
-
Guru menanyakan kepada anak, kira-kira apa yang akan dilakukan dengan
bola-bola yang ada.
Inti
-
Guru memberi contoh cara melempar bola kepada teman yang ada dilingkaran
-
Anak diminta untuk mencoba melempar bola kepada teman yang ada di depan.
-
Anak diminta bergantian untuk memantulkan bola dan melemparkan kepada teman lain
sambil menyanyikan “BOLAKU”
Penutup
-
Guru mengajak anak untuk merapikan peralatan setelah dipakai
-
Guru mengajak anak melakukan penenangan dengan bernyanyi “ Warna kesukaanku”
Pembukaan
-
Guru mengucapkan selamat datang di Sentra Seni&Kreatifitas karunia Allah
-
Guru menanyakan kepada anak apakah hari ini menyenangkan atau tidak.
-
Guru menginformasikan kegiatan hari ini
-
Guru mengajak anak bermain kosa kata
Inti
-
Guru memperlihatkan peralatan yang akan dipakai
-
Guru menanyakan kepada anak, kira-kira gedung apakah yang akan dibuat oleh
anak-anak.
-
Guru member contoh cara membuat gedung kantor walikota
-
Guru menanyakan aturan /tata tertib yang akan disepakati oleh anak.
-
Guru memberitahukan bahwa mereka boleh memilih tempat dimana akan membuat
gedung dengan cara berkelompok besar.
-
Guru mempersilakan anak untuk memulai pekerjaannya.
-
Guru berkeliling melihat apakah ada anak yang kesulitan dalam melakukan
pekerjaannya.
Penutup
-
Guru mengajak anak untuk mengucapkan Alhamdulillah karena telah selesai
mengerjakan pekerjaannya hari itu.
-
Guru melakukan recalling kegiatan
-
Guru mengomentari hasil kerja anak.
-
Guru mengajak anak untuk mendisplay hasil karya mereka di kelas.
-
Guru mengucapkan terimakasih karena anak-anak sudah mau bekerjasama dengan
baik.
-
Guru mengucapkan salam
Pembukaan
-
Guru mengucapkan selamat datang di Sentra Peran Makro karunia Allah.
-
Guru menanyakan keadaan anak hari itu.
-
Guru memberikan story reading “Tukang Sayur”.
-
Anak diminta untuk memerankan bagaimana menjadi tukang sayur, dan pembeli.
-
Anak melakukan kegiatan bermain peran “Tukang sayur”
-
Guru menstimulus anak bila ada anak yang bingung dengan perannya.
Penutup
-
Guru menanyakan apakah kegiatan hari itu sangat menyenangkan atau tidak?
-
Guru menanyakan apa saja yang dijual oleh pedagang sayur?
-
Guru menutup pertemuan dengan membaca hamdallah.
|
SARAN BAGI
PENGGUNA MATERI
-
Di awal pertemuan, usahakan selalu menanyakan bagaimana keadaan/perasaan
anak. Apakah hari itu senang atau tidak berada di sekolah/sentra yang
akan diikuti?
-
Materi diusahakan disesuaikan dengan tema
-
Aturan/tata tertib biarkan anak yang menentukan.
-
Semua bahan kegiatan sudah disiapkan, dan beri pertanyaan kepada
mereka bagaimana kira-kira cara menggunaknnya, dengan tujuan untuk menggali
potensi pengetahuan anak dan memotivasi anak untuk berani mengungkapkan
pendapatnya. Setelah itu baru beri penjelasan kepada anak bagaimana cara
menggunakan perlatan yang akan digunakan dengan cara yang benar.
Daftar
Pustaka
Crain,
William, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, Jogjakarta:Pustaka
Pelajar , 2007
Hildayani,
Rini , Psiklogi Perkembangan Anak, Jakarta:UT, 2007
Hurlock, Elizabeth
, Perkembangan Anak, Jilid 1, alih bahasa Meitasari Chandra,
Jakarta: 1987
Papalia ,
Diane E, dkk, Human Development, alih bahasa oleh A.K .Anwar ,
Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008
Sujiono, Yuliani
Nurani , Eriva Syamsiatin, Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini,
Jakarta:Pudiani Press, 2003
[1] Rini Hildayani, Psiklogi
Perkembangan Anak, ( Jakarta:UT, 2007), P.1.3
[2] Diane E. Papalia dkk, Human
Development, alih bahasa oleh A.K .Anwar ( Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2008), p.9
[3] Elizabeth Hurlock,
Perkembangan Anak, Jilid 1, alih bahasa Meitasari Chandra (Jakarta:
1987), p.5
[4] William Crain, Teori
Perkembangan Konsep dan Aplikasi ( Jogjakarta:Pustaka Pelajar , 2007),
p.1,29,97,127,167,263,301,425
[5] Ibid., p.301
[6] Yuliani Nurani Sujiono, Syamsiatin,
Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Pudiani Press, 2003), p.61
[7] Ibid
[8] Op.Cit., p.334
[9] Yuliani Nurani Sujiono,
Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Pusdiani Press, 2003), p.64
[10] Loc.Cit
[11] Loc.cit., 10.21- 10.27
http://www.bimbingan.org/karya-tulis-ilmiah-tentang-masalah-kesehatan-pada-anak.htm
No comments:
Post a Comment