Wednesday, December 13, 2017

Pengukuran Perilaku Sosial Anak TK

Pengukuran Perilaku Sosial Anak TK
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan aktivitas dalam hubungan dengan orang lain, baik  dengan  teman  sebaya,  guru,  orang  tua  maupun  saudara-saudaranya.  Di  dalam hubungan   dengan  orang  lain,  terjadi  peristiwa-peristiwa  yang  sangat  bermakna dalam  kehidupannya  yang  membentuk  kepribadiannya,  yang  membantu perkembangannya menjadi manusia sebagaimana adanya. Sejak kecil anak telah belajar cara berperilaku sosial sesuai dengan harapan orang-orang  yang  paling  dekat  dengan  dia,  yaitu  :  ibunya,  ayahnya,  saudarasaudaranya,  dan  anggota  keluarga  yang  lain.  Apa  yang  telah  dipelajari  anak  dari lingkungan keluarganya sangat mempengaruhi perilakusosialnya. Perasaan  terhadap  orang  lain,  juga  merupakan  hasil dari  pengalaman  yang lampau  dan  mempengaruhi  hubungan  sosial,  seperti  yang  dapat  diobservasi  dalam situasi  kehidupan  sehari-hari.  Hasil  observasi  di  kelas  sebagaimana  yang diungkapkan oleh Johnson (1975 : 82) menunjukan bahwa anak berperilaku dalam suatu  kelompok  berbeda  dengan  perilakunya  dalam  kelompok  lain.  Perilaku  anak dalam kelompok juga berbeda dengan pada waktu dia sendirian.
Kehadiran orang lain dapat menimbulkan reaksi yangberbeda pada tiap-tiap anak. Menurut Johnson, perbedaan ini dapat terjadikarena beberapa faktor, yaitu : persepsi  individu  yang  menjadi  anggota  kelompok,  lingkungan  tempat  terjadinya interaksi dan pola kepemimpinan yang dipakai guru di kelas. Keterampilan sosial yang perlu dimiliki anak TK
a).  Kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain
Pada  awal  masa  bayi  (  kira-kira  usia  tiga  bulan),  anak  sudah  mulai menunjukkan keinginannya untuk berhubungan dengan orang lain, dengan “senyum sosial” yang ditunjukkannya bila ada orang yang mendekatinya. Pada saat itu sifat hubungannya  dengan  orang  lain  masih  sangat  terbatas,  karena  kemampuan  reaksi dan komunikasinya yang juga masih amat terbatas. Kemudian pada akhir masa bayi (kira-kira usia dua tahun) anak sudah mulai dapat berbicara dan memiliki beberapa puluh  kosa  kata,  keinginan  untuk  menjalin  hubungan  antar  manusia  sudah  lebih nyata, hal ini ditampakkan melalui sikap dan perilakunya terhadap orang-orang yang ditemuinya, terutama dengan anak-anak sebaya.
Masuknya  anak  ke  TK  memberikan  kesempatan  bergaul  dengan  anak  lain yang  sebaya  semakin  besar.  Hal  ini  memberikan  peluang  pada  anak  untuk  lebih melancarkan  dan  meningkaan  kemampuan  berkomunikasinya.  Pada  usia  TK  anak diharapkan  telah  dapat  menyatakan  perasaan-perasaannya  melalui  kata-kata,  bila marah  pada  temannya  ia  akan  mengatakan  “kamu  nakal  atau  kamu  jahat”,  kalau takut sesuatu ia akan mengatakan “saya takut itu” atau kalau ia senang ia juga akan mengatakan “saya senang”. Selain  dari  itu,  anak  juga  sudah  mulai  mampu  membaca  situasi  yang dihadapi.  Bila  merebut  mainan  temannya,  kemudian  temannya  cemberut  dan  guru memelototinya, ia tahu bahwa perilakunya itu tidak disukai oleh teman dan gurunya.
Anak juga mulai dapat memilih teman yang dianggap sesuai dengan keinginannya, mulai  mempunyai  teman  yang  dianggap  sesuai  dengan  keinginannya,  mulai mempunyai  teman  dekat,  dan  menghindari  teman-teman  yang  tidak  disukainya.
Pada  usia  ini  anak  juga  sudah  mulai   dapat  bermain  dalam  kelompok  kecil  yang menuntut kebersamaan dan kerjasama, mulai belajar berbagai hal dengan orang lain, belajar menunggu giliran dan lain-lain. Pengalaman berhubungan (bersosialisasi) dengan orang lain ini memberikan pelajaran  pada  anak   bahwa  ada  perilaku-perilaku  yang  disukai  oleh  teman-teman atau gurunya yang menyebabkan ia diterima di lingkungan mereka, dan ia tahu pula bahwa ada perilaku-perilaku yang tidak disukai temannya. Dengan pengetahuannya itu  anak  mulai  mengubah  perilaku  yang  negatif  dan  mengembangkan  perilakuperilaku  yang  positif  agar  hubungan  dengan  orang  lain  dapat  tetap  berlangsung dengan  baik.  Anak  semakin  mampu  mengendalikan  perasaan-perasaannya  dan mengikuti  aturan-aturan  yang  ditentukan  oleh  lingkungannya,  untuk  dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang lain. Bila  pengalaman  awal  seorang  anak  dalam  bersosialisasi  lebih  banyak memberi kesenangan dan kepuasan, maka dapat diperkirakan proses sosialisasinya berkembang  ke  arah  yang  positif,  tetapi  sebaliknya  bila  tidak,  hambatan  dan kesulitan dalam bersosialisasi akan banyak ditemui anak.
Menurut Dini P. Daeng S (1996: 114) ada empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu :
1.   Adanya  kesempatan  untuk  bergaul  dengan  orang-orang  di  sekitarnya  dari berbagai usia dan latar belakang. Semakin banyak dan bervariasi pengalaman dalam bergaul dengan orang-orang di  lingkungannya,  maka  akan  semakin  banyak  pula  hal-hal  yang  dapat dipelajarinya, untuk menjadi bekal dalam meningkaanketerampilan sosialisasi tersebut.
2. Adanya minat dan motivasi untuk bergaul
Semakin  banyak  pengalaman  yang  menyenangkan  yang  diperoleh  melalui pergaulan dan aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk bergaul juga akan semakin  berkembang.  Keadaan  ini  memberi  peluang  yang  lebih  besar  untuk meningkaan  ketrampilan  sosialisasinya.  Dengan  minat dan  motivasi  bergaul yang besar anak akan terpacu untuk selalu memperluas wawasan pergaulan dan pengalaman  dalam  bersosialisasi,  sehingga  makin  banyak  pula  hal-hal  yang dipelajarinya  yang  pada  akhirnya  akan  meningkaan  kemampuan bersosialisasinya.  Sebaliknya  bila  seorang  anak  tidak  memiliki  minat  dan motivasi untuk bergaul, akan cenderung menyendiri dan lebih suka melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak banyak melibaan dan menuntut hubungan dengan orang lain. Dengan demikian makin sedikit pengalaman bergaulnya dan makin sedikit  pula  yang  dapat  dipelajarinya  tentang  pergaulan  yang  dapat  menjadi bekal untuk meningkaan kemampuan sosialisasinya.
3.   Adanya  bimbingan  dan  pengajaran  dari  orang  lain,  yang  biasanya  menjadi “model” bagi anak. Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pulaberkembang melalui cara “cobasalah”  yang  dialami  oleh  anak,  melalui  pengalaman  bergaul  atau  dengan “meniru”  perilaku  orang  lain  dalam  bergaul,  tetapi  akan  lebih  efektif  bila  ada bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang yang dapat dijadikan “model” bergaul yang baik bagi anak.
4.   Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.
Dalam  berkomunikasi  dengan  orang  lain,  anak  tidak  hanya  dituntut   untuk berkomunikasi  dengan  kata-kata  yang  dapat  difahami, tetapi  juga  dapat membicarakan topik  yang dapat dimengerti dan  menarik bagi orang lain  yang menjadi  lawan  bicaranya.  Kemampuan  berkomunikasi  ini  menjadi  inti  dari sosialisasi.
Menurut  Elizabeth  B.  Hurlock,  (1978  :  228)  untuk   menjadi  orang  yang mampu bersosialisasi memerlukan tiga proses.  Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan. Kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasinya. Ketiga prosessosialisasi tersebut adalah :
1.  Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial.
Setiap  kelompok  sosial  mempunyai  standar  bagi  para  anggotanya  tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat besosialisasi anak tidak hanya harus mengetahui  perilaku  yang  dapat  diterima,  tetapi  mereka  juga  harus menyesuaikan perilakunya dengan patokan yang dapatditerima.
2.  Memainkan peran sosial yang dapat diterima. Setiap kelompok sosial mempuyai pola  kebiasaan  yang  telah  ditentukan  dengan  seksama oleh  para  anggotannya dan  dituntut  untuk  dipatuhi.  Sebagai  contoh,  ada  peran  yang  telah  disetujui bersama  bagi  orang  tua  dan  anak  serta  ada  pula  peran  yang  telah  disetujui bersama bagi guru dan murid. Anak dituntut untuk mampu memainkan peranperan sosial yang diterimanya.
3.  Perkembangan  sikap  sosial.  Untuk  bersosialisasi  dengan  baik  anak-anak  harus menyenangi   orang  dan  kegiatan   sosial.  Jika  mereka dapat  melakukannya, mereka  akan  berhasil  dalam  penyesuaian  sosial  dan  diterima  sebagai  anggota kelompok sosial tempat mereka bergaul.

b)  Kemampuan melakukan kegiatan bermain dan menggunakan waktu luang
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya pada anak prasekolah bermain merupakan kebutuhan dasar mereka. Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar waktu anak diisi dengan kegiatan bermain.
Elizabeth  B.  Hurlock  (1978:  234)  memberikan  batasan tentang  bermain sebagai  “kegiatan  bermain  adalah  kegiatan  yang  dilakukan  tanpa mempertimbangkan  hasil  akhir,  semata-mata  untuk  menimbulkan  kesenangan  dan kegembiraan saja. Biasanya anak melakukakannya secara suka rela, tanpa paksaan dan  tanpa  ada  aturan  main  tertentu,  kecuali  bila  ditentukan  oleh  pihak-pihak  yang terlibat dalam permainan tersebut”. Anak  usia  prasekolah  pada  umumnya  senang  melakukan  permainan  yang mengandung  aktivitas  gerak,  seperrti  berlari,  meloncat,  memanjat  dan  bersepeda, tetapi  ada  pula  anak  yang  tidak  begitu  menyukai  kegiatan  bermain  aktif,  anak demikian  lebih  memilih  bentuk  kegiatan  bermain  pasif  yang  kurang  banyak merangsang  aspek  fisik  motoriknya  tetapi  lebih  merangsang  aspek  perkembangan lainnya, terutama perkembangan kognitifnya.
Kedua jenis kegiatan bermain ini baik bermain aktifmaupun bermain pasif sama-sama  bermanfaat  bagi  perkembangan  anak,  namun  untuk  memberi  manfaat yang  optimal  dan  bersifat  menyeluruh  bagi  perkembangan  anak,  kedua  jenis kegiatan bermain ini perlu dilakukan oleh anak secara seimbang.

c)  Kemampuananakmengatasisituasisosialyangdihadapi

Kemampuan  anak  dalam  mengatasi  situasi  sosial  yang  dihadapi  erat kaitannya dengan kemampuan anak dalam menjalin hubugan antar manusia. Hal ini disebabkan karena situasi sosial yang dihadapi anak, mau tidak mau melibaan orang lain sehingga pada dasarnya tidak dapat lepas dari  hubungannya dengan orang lain. Salah  satu  yang  berkaitan  dengan  kemampuan  mengatasi  situasi  sosial  ini,  anak tidak  selalu  harus  berhubungan  secara  langsung  dengan  orang  lain.  Masalah  yang dihadapinya  tidak  berhubungan  langsung  dengan  orang lain,  tetapi  berhubungan dengan  situasi  sosial,  yaitu  situasi  yang  diciptakan  oleh  orang  lain.  Misalnya, seorang anak TKsedang mengikuti kegiatan menggambardi kelas, yang sebenarnya tidak  disukainya.  Keadaan  ini  menimbulkan  perasaan  dan  pengalaman  yang  tidak enak  pada  dirinya.  Bila  ia  tidak  mau  melakukan  kegiatan  itu  ia  takut  dihukum gurunya,  tetapi  bila  ia  mengikuti  terus  ia  merasa  sangat  bosan.  Mengatasi  situasi semacam ini diperlukan kemampuan anak untuk mencaripemecahan masalah yang sebaik-baiknya  sesuai  dengan  perkembangan  yang  telah  dicapainya.  Pada  usia  ini diharapkan  anak  telah  menyadari  tuntutan  yang  diharapkan  oleh  lingkungan.  Ia sudah harus dapat mengikuti aturan main yang ada, mengikuti tokoh otoritas yang dihadapi dan mencoba untuk mengendalikan perasaan-perasaanya dengan cara yang lebih positif.

No comments:

Post a Comment