Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan berkembangnya kecerdasan
dan kemampuan intelektual akademik, ranah afektif bermuara pada terbentuknya
karakter kepribadian, dan ranah psikhomotorik akan bermuara pada keterampilan
vokasional dan perilaku. Dalam pembentukan karakter, Ki Hajar Dewantara (1967)
mengungkapkan bahwa pembentukan karakter adalah upaya untuk membantu
perkembangan jiwa anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke
arah peradaban masyarakat dan bangsa secara umum. Pendidikan pembentukan
karakter merupakan upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai yang
baik atau positif pada diri anak sesuai dengan etika moral yang berlaku. Anak
tidak hanya tahu apa yang seharusnya dilakukan tetapi juga memahami mengapa hal
tersebut dilakukan, sehingga anak akan berperilaku seperti yang diharapkan.
Pasal 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang
harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan
nasional inilah yang menjadi landasan pengembangan pendidikan karakter bangsa.
Pendidikan karakter bersifat terus menerus dan berkelanjutan (continuous) dari
pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi agar terinternalisasi dengan baik
dalam diri anak, dengan tahapan sebagai berikut. a. Pada usia 5-8 tahun
ditanamkan nilai-nilai yang bersifat global dan spontan. b. Pada usia 9-12
tahun pendidikan karakter berupa nilai-nilai hakikat kebenaran berupa baik atau
buruk. c. Pada usia 14-16 tahun anak mulai dilatihkan berbagai perilaku berupa
kebaikan betapapun beratnya. d. Pada usia 17-20 tahun anak dibiasakan tidak
hanya berbuat baik tetapi juga menyadari maksud dan tujuan suatu sikap.
Keberhasilan pendidikan karakter tidak hanya ditentukan oleh besarnya peranan
pendidik dalam memberikan pengajaran atau bimbingan tetapi juga ditentukan oleh
lingkungan sosial dalam memberikan situasi yang kondusif dalam pengembangan
karakter. Nilai-nilai tersebut tidak hanya cukup disampaikan dan konseptual,
tetapi dibutuhkan latihan yang terus menerus dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Nilai-nilai Yang Perlu Ditanamkan, Ditumbuhkan Dan Dikembangkan Nilai-nilai
yang dikembangkan tersebut tidak lepas dari budaya bangsa. Budaya bangsa
merupakan sistem nilai yang dihayati, diartikan sebagai keseluruhan sistem
berfikir tentang tata nilai, moral, norma dan keyakinan manusia yang dihasilkan
masyarakat. Dengan membiasakan berbuat sesuatu sesuai dengan tata nilai atau
norma moral yang ada dan telah disepakati, maka nilai-nilai tersebut lama
kelamaan akan menjadi bagian dari dirinya. Dalam pendidikan pembentukan
karakter bangsa, nilai-nilai yang harus ditumbuhkembangkan dapat dikelompokkan
pada anak usia dini salah satunya adalah Nilai kemasyarakatan, berupa nilai
moral, etika, dan etiket yang berlaku dalam masyarakat setempat. Bila
nilai-nilai masyarakat ini telah terinternalisasi dalam diri anak, ia akan
memiliki adab, budaya, dan susila yang baik sebagai anak yang berkepribadian
luhur.
Karakteristik Pendidikan IPS di PAUD
Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan.
Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi
penyampaiannya.
1. Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak
dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan
dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan,
produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan
antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang
terjauh.
d. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian,
permainan, keluarga.
No comments:
Post a Comment