Wednesday, December 13, 2017

Unit 3
3.1
UNIT 3
LANDASAN DAN KONSEP DASAR
PENDIDIKAN SENI
Oleh
Zakarias Soeteja
Bandi Sobandi
Pendahuluan
Pada unit sebelumnya saudara telah memperoleh materi tentang wawasan seni
serta dasar-dasar seni rupa, musik dan tari. Sebelum meyelenggarakan pembelajaran
seni atau menggunakan seni rupa, musik dan tari dalam pendidikan disekolah dasar,
saudara terlebih dahulu harus memahami landasan dan konsep dasar pendidikan seni.
Dengan Unit ini melalui Sub Unit 1, 2 dan 3 anda akan mempelajari landasan dan
konsep dasar pendidikan seni di sekolah dasar serta implementasinya dalam
kurikulum di sekolah dasar. Kompetensi dasar yang diharapkan setelah anda
mempelajari Unit ini adalah kemampuan untuk Menjelaskan Konsep, Sifat, Fungsi,
dan Ruang Lingkup Pendidikan Seni di Sekolah Dasar. Untuk memudahkan anda
mempelajari unit ini maka materi pembelajaran dalam unit ini disusun sebagai
berikut:
1. Sub Unit 1, Konsep Dasar Pendidikan Seni
2. Sub Unit 2, Fungsi Pendidikan Seni di Sekolah Dasar
3. Sub Unit 3, Ruang Lingkup, Kedudukan dan Perkembangan Kurikulum
Pendidikan Seni
Secara khusus berkaitan dengan kebijakan penyelenggaraan kurikulum di
Indonesia saat ini, maka pada sub unit 3 anda akan diberikan gambaran ruang lingkup,
kedudukan serta perkembangan kurikulum pendidikan seni. Gambaran ini diharapkan
dapat memberikan wawasan kepada guru sebagai pengembang kurikulum disekolah
untuk mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya.
Dengan demikian, setelah mempelajari Unit ini anda diharapkan:
1. Memahami konsep dasar pendidikan seni
Unit 3
3.2
2. Memahami fungsi pendidikan seni di sekolah dasar
3. Memahami ruang lingkup dan kedudukan kurikulum pendidikan seni
4. Memahami perkembangan kurikulum pendidikan seni
Untuk memperoleh keberhasilan di dalam mempelajari unit ini, kami sarankan agar
saudara memperhatikan petunjuk berikut ini.
Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan unit hingga Saudara benar-benar
memahami dari pembelajaran unit ini.
Bacalah uraian unit ini, kemudian temukan kata kuncinya atau diskusikan dengan
teman Saudara.
Perluaslah wawasan Saudara dengan cara mencari berbagai sumber lain baik dalam
bentuk VCD, CAI maupun bahan ajar berbasis web.
Setelah Saudara benar-benar memahami isi yang dibahas di dalam unit ini,
selanjutnya kerjakanlah latihan yang terdapat pada unit ini sesuai dengan
petunjuknya.
Setiap akhir sub unit, jangan lupa menjawab setiap soal yang sudah disediakan.
Jika telah selesai mengerjakan, Saudara boleh mencocokan dengan kunci
jawabannya.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
Sub UNIT1
KONSEP, SIFAT DAN KARAKTERISTIK
PENDIDIKAN SENI DI SEKOLAH DASAR
Konsep, sifat dan karakteristik pendidikan seni di sekolah dasar adalah
materi dasar yang harus dikuasai seorang guru dalam pembelajaran seni di
sekolah dasar. Karakteristik pembelajaran seni yang khas membedakan
pembelajaran ini dengan materi pembelajaran lainnya. Dengan memahami
konsep, sifat dan karakteristiknya, guru dalam melaksanakan pembelajaran seni di
sekolah dasar dapat mengembangkan berbagai materi bahan ajar untuk mencapai
tujuan pembelajaran seni dan mendukung pada area pembelajaran lainnya.
Konsepsi yang keliru dalam pembelajaran seni adalah semata-mata menuntut
kompetensi siswa dalam menghasilkan atau mempertunjukkan penguasaan
terhadap seni. Pembelajaran seni di sekolah umum memiliki tujuan yang lebih
dari sekedar keterampilan atau penguasaan salah satu jenis seni. Dalam
pembelajaran di sekolah umum, seni digunakan sebagai sarana untuk
mengembangkan secara optimal berbagai potensi yang dimiliki siswa yang karena
kekhususannya sulit dicapai melalui pembelajaran materi non seni.
A. Konsep Dasar Pendidikan Seni
Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori yaitu seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni. Konsep yang
pertama seni dalam pendidikan, pada awalnya dikemukakan oleh golongan
esensialis yang menganggap bahwa secara hakiki materi seni penting diberikan
kepada anak (Syafii, 2006). Dengan demikian menurut konsep ini, keahlian seni
seperti melukis, menyanyi, menari dan sebagainya perlu diajarkan kepada anak
dalam rangka pengembangan dan pelestariannya. Artinya lembaga pendidikan dan
pendidik berperan untuk mewariskan, mengambangkan, dan melestarikan
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.2
berbagai jenis kesenian kepada anak didiknya. Konsekuensi dari pendekatan ini
adalah diperlukannya tenaga pendidik atau guru yang menguasai sepenuhnya
bidang kesenian yang diwariskannya tersebut. Konsep pendidikan ini sesuai dan
cocok digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang mendidik
siswanya untuk menjadi seorang ahli dalam salah satu jenis kesenian tertentu.
Konsep yang kedua adalah konsep pendidikan melalui seni. Konsep ini
dipopulerkan oleh Herbert Read dalam bukunya Education Through Art. Dalam
konsep ini, seni dipandang sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan bukan untuk tujuan seni itu sendiri. Konsep pendidikan melalui
seni inilah yang kemuidian dianggap paling sesuai untuk diajarkan atau
diselenggarakan di sekolah umum, khususnya pada tingkat dasar dan prasekolah.
Pembelajaran seni menggunakan pendekatan ini lebih menekankan pada “proses”
dari pada “hasil”. Seni digunakan dalam pembelajaran disekolah untuk
mendorong perkembangan peserta didiknya secara optimal, menciptakan
keseimbangan rasional dan emosional.
Pendidikan (melalui) seni pada hakekatnya merupakan proses
pembentukan manusia melalui seni. Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan
dirinya (personal fulfillment) dalam hidup, untuk mentransmisikan warisan
budaya, memperluas kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah
pengetahuan. Tujuan pendidikan seni sejalan dengan tanggung jawab yang luas
dari pendidikan secara umum (lihat: Read, 1958). Program seni di sekolah
memfasilitasi anak-anak menyediakan peluang untuk pemenuhan dirinya melalui
pengalaman seni berdasarkan sesuatu yang dekat dengan kehidupan dan dunianya
(dunia anak-anak dan lingkungan hidupnya sehari-hari). Melalui pendidikan seni
anak-anak melakukan studi tentang warisan artistik sebagai salah satu bentuk
yang signifikan dari pencapaian prestasi manusia. Demikian pula dengan
kesadaran terhadap peran sosial seni di masyarakat. Hal ini sangat esensial ketika
anak-anak mencoba memahami norma estetik yang berlaku di lingkungannya.
Dengan demikian, anak akan menemukan seni sebagai sesuatu yang penuh arti,
otentik dan relevan dalam kehidupannya.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.3
Idealnya, pendidikan mengajarkan anak-anak bagaimana menjadi merdeka
ketika mereka berada dalam lingkungan yang terproteksi seperti di rumah dan
sekolah (lihat: Dorn, 1993; Wright, 1997). Pengalaman anak di sekolah
diharapkan dapat memberi inspirasi yang berguna bagi mereka untuk melanjutkan
pendidikannnya hingga menjadi mahluk dewasa. Tujuan pendidikan melalui
program seni akan memelihara perilaku tersebut sehingga menjadi lebih esensial
membentuk kemandirian anak sebagai pebelajar seumur hidup, walaupun tujuan
jangka pendek (di lingkungan sekolah) mungkin nampak terfokus pada kegiatan
belajar untuk mempelajari tentang seni dan atau melalui seni.
1. Tujuan Dasar Pendidikan Seni
Pendidikan seni diberikan kepada anak dengan berbagai tujuan tetapi
semuanya didasari oleh keyakinan bahwa seni membentuk kepekaan anak sejak
pertama kali mereka mengalaminya sebagai bentuk dasar dari ekspresi dan
sebagai tanggapan untuk dan dalam kehidupan. Dua buah model pengalaman
tersebut (ekspresi dan tangapan) adalah interdependent. Keduanya merupakan
keseimbangan yang penting dan dibutuhkan, menjadi tujuan dasar pendidikan seni
dalam rangka pemenuhan diri, pemahaman dan kepedulian terhadap warisan
artistik serta studi aspek sosial untuk memahami peran seni di masyarakat
(Chapman, 1978).
a. Pemenuhan diri (Personal fulfillment)
Untuk menemukan pemenuhan diri melalui seni, anak butuh belajar
bagaimana kehidupan mereka dapat diperkaya dengan berkreasi dan menanggapi
bentuk-bentuk seni. Anak-anak akan menikmati manipulasi dan rekayasa berbagai
material seni dan dengan “bimbingan” mereka dapat memproduksi karya yang
memiliki kekuatan serta kejujuran ekspresi. Walaupun demikian kejujuran
ekspresi yang sering diterjemahkan sebagai hasil dari kebebasan ekspresi ini
dalam prakteknya di sekolah harus dihindari aktivitas bebas dan keberhasilan
yang untung-untungan karena hal tersebut sangat miskin dengan ukuran-ukuran
belajar. Pengalaman kreatif melalui pendidikan seni perlu di rencanakan dengan
seksama agar tidak menjadi eksperimen tanpa tujuan (Chapman, 1978). Melalui
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.4
pendidikan seni, anak memperoleh pengalaman sensasional dalam diri yang
sangat kuat, dari membentuk sesuatu, yang mengekspresikan sesuatu tentang
dirinya. Walaupun demikian para guru harus menyadari bahwa untuk menemukan
ekspresi diri yang jujur dan asli tidaklah mudah. Anak pada suatu saat mungkin
akan mengalami frustasi karena belum mampu mengkomunikasikan apa yang
dirasakan, dilihat, diketahui dan dibayangkannya. Seni sangat berpotensial
membuat gagasan dan perasaan menjadi hidup, tetapi untuk berfungsi secara
ekspresif, bentuk seni harus dikreasikan agar menyerupai perasaan dan imajinasi
dari pengalaman yang berguna bagi pengembangan diri.
b. Memahami warisan artistik (Understanding the artistic heritage)
Pendidikan seni bertujuan membangun kesadaran dan pemahaman anak
terhadap warisan artistik sebagai bagian yang signifikan dari warisan budaya
secara keseluruhan. Hal itu termasuk memahami karya para seniman, arsitek,
desainer, musisi, pengrajin dan kriyawan baik masa lalu maupun masa kini,
demikian pula kontribusi orang-orang yang menjaga dan menginterpretasikan
karya seni seperti kolektor, kurator, kritikus, produser dan guru seni. Warisan
artistik umumnya tidak secara langsung memiliki arti personal bagi anak-anak
kecuali hal tersebut berkaitan dengan kehidupannya secara pribadi. Keterkaitan ini
haruslah eksplisit, difokuskan terhadap proses dan bersifat kontekstual, sehingga
tidak pemahaman warisan artistik tidak sekedar mengumpulkan dan
menghafalkan fakta (sejarah) seperti kronologis, nama, tanggal dan judul karya.
Benang merah yang menghubungkannya dapat terjadi bila disadari bahwa
anak-anak dan seniman banyak memiliki kesamaan untuk mengekspresikan dan
memvisualisasikan gagasannya. Tanpa tergantung pada media atau bentuk karya
seni yang mereka kerjakan, seniman dan anak-anak membangun ide dari
pengalamannya sendiri, interpretasi gagasan dalam bentuk visual dan
menggunakan media untuk menemukan ekspresinya sendiri. Ketika hubungan ini
terjadi, anak-anak tidak hanya memiliki basis personal untuk membandingkan
karya yang dibuat oleh seniman tetapi juga menjadi alasan yang kuat untuk
meyakini bahwa tindakan mereka adalah asli seperti halnya karya seni. Tujuan
dari aspek ini sejalan dengan tujuan yang mempelajari ekspresi personal,
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.5
bagaimana seniman mengkreasi gagasannya menggunakan media untuk
menghasilkan sebuah karya seni, dan bagaimana mereka menggunakan kualitas
visual, bunyi dan gerak untuk berekspresi.
Anak-anak juga belajar warisan artistik masa lampau dari berbagai sudut
pandang orang-orang yang memiliki kemampuan dalam menanggapi karya seni
seperti kritikus, guru seni, kolektor atau kurator. Mereka memberikan pengalaman
bagaimana mendeskripsikan dan menginterpretasikan karya, mengartikan,
mempersepsikan dan memberikan penilaian terhadapnya. Selanjutnya anak-anak
juga akan belajar bahwa kegiatan berkarya seni bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi juga untuk orang lain yang tertarik untuk memiliki, melihat, mendengar
atau menanggapinya.
c. Memahami peran seni dalam masyarakat
Melalui pendidikan seni anak-anak diajak untuk memahami peran seni
dalam masyarakat. Seperti yang kita lihat, masyarakat atau kebudayaan sebagian
diidentifikasi melalui berbagai bentuk kesenian yang dikreasikannya. Anak-anak
dapat menjadi peduli terhadap bentuk-bentuk kesenian tersebut sebagai makna
yang kuat dari ekspresi sosial, tidak hanya pada masyarakatnya sendiri, tetapi juga
kebudayaan dan bentuk kesenian pada masyarakat yang lain. Penggambaran aspek
sosial dari seni dapat menjadi dasar bagi anak-anak untuk memahami
lingkungannya.
Tujuan dari aspek pemahaman sosial dalam pendidikan seni adalah
mempelajari bagaimana bentuk-bentuk karya seni yang asli dalam masyarakat,
bagaimana kualitas sebuah karya seni mampu mengekspresikan nilai sosial dan
bagaimana media digunakan untuk mengekspresikan nilai-nilai sosial tersebut.
Dengan mempelajari bagaimana masyarakat menanggapi bentuk-bentuk seni
dalam lingkungannya atau dalam kebudayaan lainnya, anak-anak dapat belajar
dan menjadikannya sebagai kebiasaan untuk menghargai lingkungan yang dekat
dengan dirinya maupun lingkungan lain yang kurang dikenalnya. Hal ini berarti
memberikan keterampilan dasar untuk beradaptasi dalam berbagai lingkungan
sosial.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.6
Ekspresi dan tanggapan berkaitan erat dalam pengalaman seni. Disamping
untuk pemenuhan diri, memahami warisan artistik dan aspek sosial seni dalam
masyarakat, tujuan pendidikan seni harus memfokuskan pula terhadap dasar
proses pengembangan manusia yang meliputi: pengembangan gagasan dan
penemuan, penggunaan media, persepsi, interpretasi dan penilaian terhadap karya
seni. Dasar proses pengembangan manusia ini melalui pendidikan seni di sekolah
di kembangkan untuk mendukung kemampuan-kemampuan di luar seni,
berintegrasi dalam berbagai area belajar lainnya.
B. Sifat dan Karakteristik Pendididkan Seni di Sekolah Dasar
Beberapa sifat dari penyelenggaraan pendidikan seni di sekolah
mendukung kepada proses pendidikan secara umum melalui cara berpikir dan
belajar (ways of thinking and learning) sekaligus mendorong terbentuknya sikap
belajar seumur hidup (life-long learning).
1). Pendidikan Seni sebagai Cara berpikir dan belajar
Pendidikan Seni di sekolah menyediakan peluang bagi para siswa untuk
mengidentifikasi, menilai dan memperluas kemampuan akademis, kemampuan
sosial dan pribadinya dengan menawarkan berbagai jalan dalam belajar. Hal yang
fundamental dalam proses ini yaitu stimulan untuk mengakui, menghormati dan
membangun pengetahuan budaya yang membawa semua orang kepada situasi
belajar.
Dengan mengikutsertakan dalam, dan merefleksikan pada, aktivitas seni,
para siswa mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk menggunakan
proses yang berperan secara fisik, kognitif, emosional, estetis, budaya, sosial,
moral dan bagi pengembangan spiritual rohaninya. Mereka belajar untuk berpikir
dengan kritis terhadap berbagai fenomena seperti halnya metode yang mereka
gunakan saat meneliti dan mengkritisi karya seni serta mengidentifikasi pengaruh
dari konteks yang ada pada karya tersebut. Melalui pendidikan seni para siswa
belajar meluaskan wawasan serta pemahaman, menghargai penemuan yang
diduga maupun tak diduga dan menghargai gagasan sesaat (intuitif) seperti halnya
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.7
pengakuan terhadap teori dan postulat yang sudah baku (lihat: Gardner, 1991;
Vygotsky, 1962) .
Pada setiap disiplin seni, para siswa didorong untuk memfokuskan diri
pada penggunaan kemampuan berpikirnya. Para siswa mengembangkan secara
luas dan mendalam gaya belajar dan gaya berpikirnya, menggunakan domain
persepsi, kognitif dan imajinatif melalui cara yang unik dan menantang (lihat:
Gardner, 1991). Sifat ini memungkinkan para siswa untuk mengeksplorasi dan
membangun berbagai makna. Mereka juga belajar untuk menyampaikan gagasan
dan perasaan menggunakan format, sistem simbol dan proses yang sesuai (Wright,
1997).
2). Pendidikan Seni untuk Pembelajaran Seumur Hidup
Kurikulum pendidikan pada dasarnya dirancang untuk membantu siswa
menjadi pebelajar seumur hidup. Keseluruhan hasil belajar yang disyaratkan
dalam kurikulum berisi unsur-unsur yang umum kepada semua pokok
pembelajaran dan secara bersama menguraikan nilai pebelajar seumur hidup.
Prinsip-prinsip dasar pendidikan seni memberikan kontribusi unik ke
pembelajaran seumur hidup dengan menanamkan kebiasaan berpikir dan disposisi
yang memudahkan pengembangan dari nilai pendidikan seumur hidup tersebut
(Perrin, 1994).
Pebelajar seumur hidup yang dibentuk melalui pendidikan seni memiliki
karakteristik: berpengetahuan dengan pemahaman yang mendalam; pemikir yang
kompleks; kreator yang responsif; penyelidik yang aktif; komunikator yang
efektif; partisipan dalam dunia yang saling ketergantungan serta pelajar yang
mandiri dan reflektif (QSCC, 2002)
a) 0rang yang berpengetahuan dengan pemahaman mendalam
Untuk menjadi orang yang berpengetahuan dengan pemahaman yang
mendalam, melalui pendidikan seni, para siswa diberikan jalan memperoleh dan
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan praktek yang spesifik untuk masingmasing disiplin seni. Sesuai dengan kemampuannya, mereka menggunakan sistem
simbol melalui visual, kinestetik dan auditori, bahasa, bentuk dan proses untuk
menyatakan gagasan dan perasaan. Melalui seni para siswa didorong untuk belajar
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.8
mengakui dan menghargai adanya variasi perspektif budaya yang terdapat di
masyarakat. Para siswa menggunakan pikiran sehat mereka sebagai alat
pemahaman dan jawaban persoalan yang dijumpai dalam karya seni dan
pengalaman seni. Seperti halnya proses mengakusisi pengetahuan teoritis dan
konseptual, belajar dengan seni menempatkan arti penting tertentu pada para
siswa untuk mengembangkan proses dan keterampilan. “mengetahui bagaimana”
(knowing how) sama pentingnya dengan “pengetahuan tentang” (knowing about).
Dengan menanamkan praktek seni yang reflektif, para siswa bisa mengetahui saat
yang tepat (di mana dan mengapa) untuk menggunakan dan menerapkan
pemahaman dan pengetahuan yang diperolehnya.
b) Pemikir yang kompleks
Sebagai pemikir yang kompleks, para siswa mengembangkan suatu kemampuan
untuk berpikir secara induktif, deduktif, abduktif dan intuitif dengan
menggunakan dan mencerminkan melalui pengalaman (berkarya dan atau
mengapresiasi) seni. Para siswa belajar untuk menyaring pemahaman konseptual
mereka, memecahkan permasalahan, membuat pertimbangan, mendiskusikan dan
menilai pendapat dengan sikap saling menghargai (lihat Dorn, 2002).
Para siswa belajar untuk memahami dan menghargai produk dan proses
dari cara berpikir lateral (lihat De Bono, 1991), dan menerapkan strategi
(memunculkan dan mengembangkan kreativitas) tersebut untuk memecahkan
masalah mereka sendiri. Makna dan pengetahuan baru dapat diciptakan ketika
para siswa mengidentifikasi dan memanipulasikan pola-pola yang terdapat dalam
teks—karya seni, konteks dan hubungan diantara teks (inter-teks) maupun
konteks. Mengembangkan kepekaan kepada nuansa atau perbedaan gradual yang
sangat tipis mampu membaca sub-teks atau makna teks yang berlapis juga
menjadi bagian integral dalam proses ini.
Melalui analisis karya seni untuk mendeteksi bentuk, isi, tujuan, sudut
pandang dan target penikmat, para siswa mengembangkan sikap apresiasi secara
kritis. Kemampuan ini dikembangkan untuk menginterpretasikan dan membuat
jelas perasaan serta gagasan mereka melalui dan tentang seni.
c) Kreator yang Responsif
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.9
Untuk menjadi kreator yang responsif, para siswa dididik mengembangkan
kapasitas dengan bekerja secara kreatif dalam berbagai jalan dan gaya, responsif
terhadap berbagai pengalaman dan gagasan di dalam lingkungan yang berbeda di
sekitar mereka.
Melalui kegiatan seni para siswa dapat mencoba mengimprovisasi,
membuat, menghasilkan, memikirkan dan menyusun untuk menyatakan dan
mengkomunikasikan makna pribadi. Melalui bentuk visual, pendengaran,
musikal, kinestetik, percakapan dan tulisan, para siswa mempertunjukkan
imajinasi, kepekaan dan kesadaran estetis. Mereka dapat mengkombinasikan
proses dan komponen dari berbagai disiplin seni dengan cara yang inovatif,
mengkreasikan kembali, mengubah bentuk dan gagasan yang ada serta
menggubahnya untuk menghasilkan sesuatu yang “baru” dan asli.
d) Penyelidik yang aktif
Sebagai penyelidik yang aktif, para siswa membangun makna melalui apa
yang mereka selidiki, uraikan dan prediksi. Mereka mempelajari dan menemukan
sendiri jalan yang efektif untuk mengakui adanya berbagai perspektif untuk
menghadapi tantangan perbedaan pandangan, metoda dan kesimpulan. Para siswa
menggunakan dan menerapkan berbagai teknik dan teknologi untuk menyelidiki
dan menganalisa teks maupun konteks. Sikap ini akan membantu kepekaan siswa
terhadap aspek gagasan yang bersifat intuitif dan berlangsung sesaat dari banyak
proses dan produk seni sehingga peluang terhadap penemuan dapat segera
dikenali dan diselidiki (dikaji dengan kritis).
e) Komunikator yang efektif
Menjadi komunikator yang efektif menuntut para siswa mengembangkan
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan dengan penuh percaya diri di
dalam berbagai konteks dan untuk komunikan yang berbeda. Mereka belajar
untuk menggunakan berbagai sistem simbol, bahasa, bentuk dan proses seni
ketika merumuskan, mengkomunikasikan serta membenarkan pendapat dan
gagasan. Para siswa memahami bahwa karya seni berfungsi juga sebagai media
komunikasi yang membawa nilai-nilai didalamnya. Karya seni pada dasarnya
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
0
merupakan konstruksi kenyataan dan imajinasi, serta mempunyai kapasitas untuk
menimbulkan tanggapan.
f) Partisipan dalam dunia yang berketergantungan.
Dengan mengambil bagian, menikmati dan mengkritisi pengalaman,
produk dan capaian seni, para siswa mulai untuk mencerminkan, bereaksi dan
mengevaluasi peran seni di dalam masyarakat yang berbeda. Para siswa
mengembangkan suatu pemahaman yang meningkatkan kualitas diri mereka
sebagai anggota budaya dan masyarakat masa lampau, hari ini dan masa depan
dimana mereka dapat berkontribusi didalamnya.
Melalui negosiasi dan bekerja sama dalam pengambilan keputusan, serta
aktif secara efektif di dalam kelompok untuk mencapai sasaran bersama, para
siswa belajar mengidentifikasi dan menerapkan keterampilan antar budaya dan
antar pribadi. Kemampuan ini dapat mengembangkan suatu kapasitas untuk
mengatasi kerancuan dan kompleksitas di dunia yang diakibatkan perubahan
budaya, sosial, teknologi dan ekonomi yang cepat terutama dalam era globalisasi
saat ini (lihat: Duncum, 2001)
g) Pelajar mandiri dan reflektif
Sebagai pelajar yang mandiri dan reflektif, para siswa mengakses berbagai
jalan pemikiran dan pengetahuan yang saling berhubungan melalui aktivitas seni.
Mereka mengembangkan perspektif pribadi dan kepekaan yang dimiliki kepada
dimensi fisik yang estetis, lingkungan rohani dan budaya. Para siswa akan
menjadi paham terhadap gaya belajar mereka sendiri, mengembangkan disiplin
diri untuk bekerja dengan bebas, dan gigih terhadap tantangan pekerjaan, untuk
merencanakan serta mengakomodasi kemungkinan yang tidak terduga. Melalui
pelajaran yang terfokus dan dihadapkan dengan, isu-isu serta pengalaman
manusia, para siswa mempunyai peluang untuk belajar cara mengatur emosi
mereka di dalam suatu lingkungan yang mendukung dan aman. Mereka mengenali
dan menggunakan kelemahan dan kekuatan serta mengakumulasikan
keterampilannya untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
1
C. Pembelajaran Seni Lintas Kurikulum.
Pokok pembelajaran melalui seni menyertakan prioritas kompetensi lintas
kurikulum (cross-curricular priority) seperti literasi, kemampuan dalam angka,
lifeskills (kecakapan hidup) dan membangun suatu perspektif terhadap masa
depan. (Chapman, 1978; Wright, 1997)
1. Literasi (Literacy)
Literasi adalah suatu praktek sosial yang menggunakan bahasa untuk
berpikir dan membuat arti dalam kebudayaan. Praktek ini meliputi membaca dan
menulis, berbicara dan mendengarkan, mengamati serta membentuk, yang
dikombinasikan dalam multimodal teks pada sebuah wilayah konteks.
Berpikir kritis (Critical thinking) juga dilibatkan dalam praktek ini.
Melalui pembelajaran literasi, para siswa mencari dan dengan kritis menilai
informasi, membuat aneka pilihan. Mereka menggunakan keterampilan literasinya
untuk menjadi pelajar mandiri (independent learners). Literasi kritik
dikembangkan dengan mempertanyakan praktek-praktek budaya, sosial dan
politis dalam pembicaraan, tulisan, visual, pendengaran, kinestetik dan berbagai
teks yang berhubungan dengan perasaan. Para siswa mempelajari hubungan antara
konteks dan audiens dari semua teks itu. Para siswa mulai memahami pengaruh
literasi tersebut, bagaimana orang-orang memandang diri mereka, identitas
mereka dan lingkungan mereka.
Pokok pembelajaran seni menggunakan keterampilan literasi dan bahasa
yang berkontribusi pada pengembangan semua keterampilan tersebut. Para siswa
menjadi literat terhadap sistem simbol yang digunakan di dalam berbagai disiplin
seni untuk menyampaikan makna menggunakan teknologi yang tersedia saat ini
dan di masa yang akan datang.
Para siswa menggunakan keterampilan literasi untuk mendengarkan,
berbicara, memberikan pandangan, membentuk, membaca dan menuliskannya
dalam berbagai aktivitas seni. Mereka menggunakan konvensi bahasa sesuai
dengan aturan yang berlaku dan belajar kosa kata seni yang spesifik untuk
menginterpretasikan, mengkomunikasikan dan menyelidiki pemikiran imajinatif,
perasaan dan pemahamannya. Para siswa belajar untuk mempertimbangkan tujuan
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
2
dan pembaca teks dan bagaimana pertimbangan tersebut mempengaruhi pilihan
mereka terhadap bentuk, kosa kata dan elemen-elemen struktural lainnya. Ketika
para siswa mengembangkan literasi kritisnya, mereka akan mampu memperjelas
gagasan, membenarkan pendapat dan keputusan, mencari dan dengan kritis
menilai informasi.
Para siswa akan memahami bahwa, sebagai konsumen dan produsen,
mereka saling berhubungan, memposisikan dirinya dan orang lain dengan teks.
Pada waktu yang sama, pendidikan seni memberikan kontribusi tertentu kepada
pengembangan literasi berbahasa. Awal pengalaman dalam representasi dunia
fisik, gagasan dan perasaan melalui gambaran, bunyi dan gerak memberikan suatu
kontribusi penting kepada pengembangan pemahaman yang semakin abstrak dan
penggunaan lambang dalam membaca dan menulis. Menggabungkannya dalam
aktivitas seni membantu siswa mengembangkan konsep mereka, membangun
kapasitas untuk memfokuskan pada hambatan bunyi, serta kepekaan terhadap pola
dan irama. Melalui pelajaran seni di sekolah, para siswa dilibatkan untuk
menciptakan dan mengekspresikan gagasan dan perasaan dalam bentuk tulisan,
percakapan, visual, auditori dan kinestetik secara terpisah, atau dikombinasikan
sebagai multi teks. Melalui pengalaman ini para siswa mengembangkan
kemampuan untuk mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian dan untuk
bekerja secara metafora. Mereka mengembangkan kemampuan lisan, aural dan
memori kinestetik serta kepekaan terhadap kata-kata. Para siswa mengeksplorasi
berbagai format ekspresi sebagai cara memproduksi makna dan belajar untuk
mencari makna yang berlapis dalam teks.
Para siswa juga menjadi literat dalam sistem simbol yang digunakan dalam
berbagai disiplin seni. Mereka belajar untuk mengkomunikasikan makna melalui
memilih, mengkombinasi dan memanipulasi tulisan, kata-kata, unsur-unsur visual,
melalui indera pendengar dan kinestetik dalam format yang sesuai dengan konteks
tertentu. Para siswa menggunakan pengembangan pemahaman mereka terhadap
unsur-unsur dan bentuk dalam seni untuk mengenali, menginterpretasikan dan
mengekspresikannya dalam kondisi tertentu serta mengalaminya secara imajinatif.
Untuk mendorong, dan mencerminkan, pengalaman seni berperan dalam
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
3
pengembangan literasi, para siswa di latih untuk: (a) bereksperimen dengan,
menguji, mencerminkan dan menggunakan suatu tingkatan bahasa, sistem simbol,
format dan teknologi untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan pengalaman;
(b) mendekonstruksi, merekonstruksi, menginterpretasikan dan mengkreasikan
percakapan, tulisan, visual, kinestetik, auditori dan berbagai perasaan yang
terdapat dalam teks; (c) mengembangkan suatu kapasitas untuk memahami
berbagai makna yang bentuk dan pesannya disampaikan secara terbuka atau
tersembunyi; (d) mempertimbangkan audiens dan tujuan dalam membangun,
mempertunjukkan, mengatur dan mencerminkan dengan kritis karya seni yang
mempunyai suatu fungsi komunikatif; (e) mengekspresikan, merundingkan,
mengkonstruksi, mengkomunikasikan dan menginterpretasikan makna dalam
hubungan dengan konteks budaya, sosial dan historis di mana karya seni
diciptakan dan dihadirkan; (f) menciptakan, menginterpretasikan dan merekam
tanda, notasi, gambar dan lambang yang digunakan dalam berbagai disiplin seni
dan (g) menerapkan pemahaman terhadap sebagai partisipan seperti halnya
pendengar, dan pembaca sebuah teks (lihat Chapman, 1978; Wright, 1997).
2. Kemampuan dalam angka (Numeracy)
Kemampuan dalam angka meliputi praktek dan kecenderungan yang secara
akurat, efisien dan wajar menghadapi tuntutan situasi sehari-hari yang
menyertakan nomor; jumlah, ruang, dan pengukuran. Keterampilan dalam angka
dikembangkan saat siswa memecahkan permasalahan dengan menerapkan teknik
dan konsep mengenai ruang dan perhitungan. Para siswa mendukung kemampuan
dalam matematika dengan menghadirkan objek-objek khayal atau riil. Secara
khusus, seni menggunakan konsep visual, kinestetik dan temporal dari ruang
melalui pola-pola angka.
Dengan menggunakan, dan merefleksikannya dalam aktivitas seni para siswa
dapat mengembangkan kemampuan di dalam matematika. Dengan demikian
berpeluang untuk mengembangkan pemahaman konsep bahwa seni dan
matematika saling membutuhkan dan saling melengkapi. Sebagai contoh, siswa
mencoba menggunakan konsep waktu, ukuran panjang, bentuk simetris, dan
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
4
sistem perbandingan atau pengukuran lainnya yang lazim digunakan dalam
budayanya ketika beraktivitas seni.. Menyatakan kemampuan dan kepekaan
terhadap angka melalui seni mungkin tidak terlihat secara langsung sebagai
kemampuan dasar dalam matematika. Secara praktis keterampilan matematika
digunakan dalam aktivitas seni berkaitan dengan kegiatan perencanaan (desain),
melalui hitungan, ukuran, grafik, pemetaan dan mengkalkulasi atau saat
mengidentifikasi, membuat dan menggunakan pola serta urutan.
3. Kecakapan Hidup (Lifeskills )
‘Lifeskills’ atau kecakapan hidup adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menguraikan gabungan pengetahuan, proses, keterampilan dan sikap yang
penting bagi orang-orang untuk berfungsi pada kehidupan mereka sekarang atau
saat menghadapi perubahan peran hidup dan situasi di masa datang. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sedikitnya empat satuan lifeskills yang
memungkinkan para siswa untuk mengambil bagian dan berperan dalam
kehidupan. Lifeskills dan hubungannya dengan peran hidup meliputi: (a)
keterampilan pengembangan pribadi untuk tumbuh dan berkembang sebagai
individu; (b) keterampilan sosial untuk hidup bersama dan berhubungan dengan
orang lain; (c) keterampilan mengatur diri sendiri dengan kemampuan mengatur
berbagai sumber daya dan (d) keterampilan sebagai warga negara untuk menerima
dari dan berkontribusi kepada masyarakat lokal, nasional dan global. Para siswa
dapat mengembangkan setiap kemampuan lifeskills ini pada situasi masyarakat
yang berbeda-beda dengan mengikutsertakan, dan merefleksikannya dalam
berbagai aktivitas seni.
a. Keterampilan Pengembangan pribadi (personal development skills).
Melalui keterampilan ini para siswa diharapkan dapat mengidentifikasi dan
mengembangkan bakat dan minatnya, mengenali kelemahan dan kekuatan dirinya
secara individu. Mereka juga diharapkan dapat mengenali sudut pandang pribadi,
sikap, kepercayaan dan nilai-nilai, menyadari gagasan, gambaran dan perasaan,
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, proses dan kesadaran estetik serta
kepercayaan dan keyakinan pada diri sendiri.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
5
b. Keterampilan Sosial (Social skills).
Keterampilan sosial diajarkan kepada para siswa agar dapat bekerja
dengan cara kerja sama dan kolaboratif ke arah sasaran bersama serta
mengkomunikasikan gagasan secara efektif di dalam maupun lintas budayanya
(Dake & Caldwell, 2002). Keterampilan ini membiasakan sikap untuk berbagi
sumber daya, mengembangkan dan menggunakan strategi mengatasi berbagai
konflik yang terjadi di masyarakat serta belajar dari kenyataan dan situasi seperti
kehidupan sebenarnya.
c. Keterampilan mengatur diri (Self-management skills).
Pendidikan dalam aspek ini mengajarkan para siswa untuk mampu
mengembangkan keterampilan metakognitif, memahami pandangan yang berbeda,
menggunakan pemikiran kreatif dan menerapkan berbagai strategi dalam
pemecahan masalah. Para siswa juga dilatih untuk mengembangkan kesadaran
yang berhubungan dengan perasaan (sensory awareness) dan kemampuan
perseptual, membangkitkan, memanipulasi, menyimpan, menyajikan dan
mengakses informasi. Keterampilan mengatur diri diharapkan dapat
mengembangkan sikap kecenderungan untuk selalu mencoba sesuatu yang baru,
merumuskan tujuan dan mengembangkan jalan yang dapat dikerjakan untuk
merealisasikannya, mengambil nilai resiko sebagai kesempatan belajar serta
kemampuan mengatur sumber daya dengan bertanggung jawab secara pribadi,
lokal, nasional dan global.
d. Keterampilan Kewarganegaraan (Citizenship skills).
Melalui keterampilan sebagai warganegara, para siswa dilatih untuk
mengakui adanya praktek budaya dari suatu lingkup masyarakat yang berbeda,
membuat keputusan atas dasar pemahaman dan penghargaan keaneka ragaman
bahasa dan budaya, keadilan sosial dan etika serta mengembangkan keterampilan
advokasi pada tingkatan kolektif maupun pribadi. Keterampilan ini sangat
berharga bagi siswa untuk hidup dalam wilayah negara yang terdiri dari berbagai
suku bangsa, agama dan budaya.
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
6
LATIHAN
1. Berikan contoh dalam proses pembelajaran di sekolah dasar berbagai
kompetensi siswa dalam berbagai mata pelajaran yang dapat didukung melalui
pembelajaran seni.
2. Berikan contoh kecakapan hidup bagi anak usia sekolah dasar yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan seni di sekolah.
PETUNJUK JAWABAN LATIHAN
Baca kembali uraian materi dalam unit ini dengan seksama, kemudian perkaya
wawasan dan pemahaman saudara melalui berbagai sumber informasi lainnya.
Aturlah beberapa kelompok untuk mendiskusikan berbagai contoh yang telah
saudara buat bersama rekan-rekan saudara. Catat berbagai hal penting yang
muncul pada saat diskusi.
RANGKUMAN
Konsep dasar pendidikan seni pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori yaitu seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni. Konsep seni
dalam pendidikan, menekankan pentingnya keahlian seni seperti melukis,
menyanyi, menari dan sebagainya perlu diajarkan kepada anak dalam rangka
pengembangan dan pelestariannya. Konsep pendidikan ini sesuai dan cocok
digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan yang mendidik siswanya
untuk menjadi seorang ahli dalam salah satu jenis kesenian tertentu.
Konsep pendidikan melalui seni menekankan pentingnya seni sebagai
sarana atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan seni itu
sendiri. Konsep pendidikan melalui seni dianggap paling sesuai untuk diajarkan
atau diselenggarakan di sekolah umum.
Pendidikan seni pada hakekatnya merupakan proses pembentukan manusia
melalui seni. Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan dirinya (personal
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
7
fulfillment) dalam hidup, untuk mentransmisikan warisan budaya, memperluas
kesadaran sosial dan sebagai jalan untuk menambah pengetahuan.
Beberapa sifat dari penyelenggaraan pendidikan seni di sekolah
mendukung kepada proses pendidikan secara umum melalui cara berpikir dan
belajar (ways of thinking and learning) sekaligus mendorong terbentuknya sikap
belajar seumur hidup (life-long learning).
Pendidikan Seni di sekolah menyediakan peluang bagi para siswa untuk
mengidentifikasi, menilai dan memperluas kemampuan akademis, kemampuan
sosial dan pribadinya dengan menawarkan berbagai jalan dalam belajar.
Kurikulum pendidikan pada dasarnya dirancang untuk membantu siswa menjadi
pebelajar seumur hidup. Keseluruhan hasil belajar yang disyaratkan dalam
kurikulum berisi unsur-unsur yang umum kepada semua pokok pembelajaran dan
secara bersama menguraikan nilai pebelajar seumur hidup. Prinsip-prinsip dasar
pendidikan seni memberikan kontribusi unik ke pembelajaran seumur hidup
dengan menanamkan kebiasaan berpikir dan disposisi yang memudahkan
pengembangan dari nilai pendidikan seumur hidup tersebut. Pebelajar seumur
hidup yang dibentuk melalui pendidikan seni memiliki karakteristik:
berpengetahuan dengan pemahaman yang mendalam; pemikir yang kompleks;
kreator yang responsif; penyelidik yang aktif; komunikator yang efektif;
partisipan dalam dunia yang saling ketergantungan serta pelajar yang mandiri dan
reflektif
Pokok pembelajaran melalui seni menyertakan prioritas kompetensi lintas
kurikulum (cross-curricular priority) seperti literasi, kemampuan dalam angka,
lifeskills (kecakapan hidup) dan membangun suatu perspektif terhadap masa
depan.
TES FORMATIF 1
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
8
1. Pendidikan seni pada hakekatnya merupakan…
a. proses pengenalan anak terhadap
karya seni
b. proses pembentukan manusia
yang terampil seni
c. proses pembentukan manusia
melalui seni
d. proses pembentukan manusia
menjadi seniman
2. Konsep pendidikan seni yang menekankan pada keahlian dan penguasaan
disiplin ilmu serta keterampilan dalam seni adalah konsep:
a. seni dalam pendidikan
b. pendidikan melalui seni
c. seni pendidikan
d. keterampialan dan keahlian seni
3. Idealnya, pendidikan mengajarkan anak-anak bagaimana menjadi merdeka
ketika berada dalam lingkungan yang ……….. seperti di rumah dan sekolah
a. aman
b. indah
c. sehat
d. terproteksi
4. Dua model pengalaman seni yang penting diperoleh anak adalah………...
Keduanya merupakan keseimbangan yang penting dan dibutuhkan, menjadi
tujuan dasar pendidikan seni
a. ekspresi dan tangapan
b. ekspresi dan impresi
c. interpretasi dan tangapan
d. ekspresi dan imajinasi
5. Pendidikan seni bertujuan membangun kesadaran dan pemahaman anak
terhadap ……………….. sebagai bagian yang signifikan dari warisan budaya
secara keseluruhan
a. warisan artistik
b. warisan estetik
c warisan semantik
d. warisan semiotik
6. Penggambaran aspek sosial dari seni dapat menjadi dasar bagi anak-anak
untuk memahami …………
a. sarana bermainnya
b. teman-temannya
c. lingkungannya
d. keluarganya
7. Melalui pendidikan seni para siswa belajar meluaskan wawasan serta
pemahaman, menghargai penemuan yang diduga maupun tak diduga dan
menghargai ................. seperti halnya pengakuan terhadap teori dan postulat
yang sudah baku
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.1
9
a. karya seni
b. gagasan sesaat (intuitif)
c. peranan seniman
d. perasaan
8. Melalui seni para siswa didorong untuk belajar mengakui dan menghargai
adanya ...................... yang terdapat di masyarakat.
a. variasi karya seni
b. variasi perspektif lingkungan
c. variasi perspektif budaya
d. variasi gambar perspektif
9. Sebagai pemikir yang kompleks, para siswa mengembangkan suatu
kemampuan untuk berpikir secara …………………………………. dengan
menggunakan dan mencerminkan melalui pengalaman (berkarya dan atau
mengapresiasi) seni.
a. induktif, deduktif, abduktif dan
konduktif
b. induktif, deduktif, abduktif dan
efektif
c. induktif, deduktif, abduktif dan
reduktif
d. induktif, deduktif, abduktif dan
intuitif
10. Pokok pembelajaran seni lintas kurikulum diantaranya menyertakan
kemampuan
a. literasi dan akusisi
b. Literasi dan numerasi
c. literasi dan presisi
d. literasi dan akurasi
Untuk melihat kemampuan Anda, coba cocokan jawaban Anda dengan
Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat pada akhir Unit ini. Kemudian
hitunglah jawaban Anda yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap Sub Unit 1 ini.
Rumus:
Tingkat penguasaan= Jumlah Jawaban Anda yang benar x 100%
10
Arti tingkat penguasan yang Anda capai:
90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
UNIT 3 – Sub UNIT 1
3.1.2
0
< 70% = kurang
Catatan: Bila Anda mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Sub Unit selanjutnya, tetapi bila tingkat penguasan Anda
masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi Sub Unit ini, terutama bagian yang
belum Anda kuasai.
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.1
Sub UNIT2
FUNGSI DAN RUANG LINGKUP
PENDIDIKAN SENI DI SEKOLAH DASAR
Pada sub unit sebelumnya saudara sudah mempelajari tentang konsep, sifat
dan karakteristik pendidikan seni di sekolah dasar. Pada suib unit ini saudara akan
mempelajari fungsi dan ruang lingkup pendidikan seni di sekolah dasar. Materi ini
diharapkan dapan memperkuat pemahaman dan menambah wawasan saudara
tentang perlunya penyelenggaraan pendidikan seni di sekolah dasar. Secara umum
saudara diharapkan dapat menyadari sepenuhnya peran pendidikan seni dalam
proses pembelajaran di sekolah dasar yang melampaui pemahaman anak tentang
seni tetapi juga mendukung penguasaan materi dalam proses pembelajaran
lainnya, bahkan mendukung perkembangan berbagai potensi siswa di luar
lingkungan sekolah.
A. Fungsi Pendidikan Seni
1. Pendidikan Seni Sebagai Penunjang Kebudayaan
Kebudayaan atau budaya suatu bangsa umumnya tercermin dari bentuk
karya dan kegiatan seninya. Para ahli sejarah telah membuktikan dengan
menggunakan seni sebagai salah satu cara untuk merekonstruksi latar belakang
budaya dan peradaban suatu bangsa. Pendidikan Seni di negara kita harus berakar
pada budaya Indonesia. Dalam konteks pendidikan nasional dapat dipersermpit
dengan: Bagaimana mengangkat budaya Indonesia melalui pelaksanaan
pendidikan seni di sekolah? Pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Pelaksanaan
pendidikan seni di sekolah saat ini pada kenyataannya cenderung kurang peduli
akan budaya sendiri. Seni tradisi diajarkan tanpa makna karena kehilangan
konteksnya. Generasi muda menjadi acuh dan jenuh untuk mempelajarinya.
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.2
Untuk menjawab tantangan tersebut, maka muncullah beberapa gagasan
diantaranya sebagai berikut. Pertama, penanaman sikap sadar budaya (seperti
yang tertulis pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 2 tahun
1989) harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Langkah awal yang harus
ditempuh diantaranya adalah menanamkan kesadaran dan kebanggaan akan
budaya yang digali dari bumi Indonesia untuk disampaikan kepada peserta didik.
Tetapi perlu diingat bahwa kesadaran dan kebanggaan akan budaya ini tidak
menuju kepada sikap fanatisme yang hanya menerima budaya sendiri dan
menolak budaya luar. Sikap fanatisme yang demikian itu adalah sikap yang picik
dan berpandangan sempit. Penanaman sikap sadar budaya ini adalah suatu yang
tidak mudah. Pengaruh gencarnya budaya yang datang dari luar (terutama melalui
media massa) dapat menjadi suatu kendala yang serius.
Kedua, pengembangan kurikulum pendidikan seni di lembaga pendidikan
harus diupayakan untuk dikembangkan atas dasar keinginan memajukan
kebudayaan nasional. Upaya untuk memajukan ini termasuk pula memberikan
peluang dan kesempatan bagi para kreator seni mengembangkan berbagai bentuk
kesenian yang berakar dari seni budaya bangsa. Namun demikian, pada
kenyataannya terjadi kesenjangan antara apa yang diinginkan penyusun kurikulum
dengan apa yang terjadi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
wawasan guru terhadap keberadaan serta perkembangan seni budaya daerah dan
nasional.
Melestarikan dan mengembangkan budaya tradisi menjadi salah satu tugas
lembaga pendidikan. Pembinaan Seni Tradisi adalah bidang garapan yang harus
mendapat perhatian khusus dalam menata corak pendidikan Seni di Indonesia.
Harus disadari negara kita pada dasarnya adalah negara agraris yang sebagian
besar penduduknya adalah petani. Sebagian besar penduduknya tinggal
dipedesaan, dengan kondisi lingkungan dan corak budaya yang bervariasi. Variasi
budaya lokal dan kondisi geografis yang berbeda bukan penghambat, tetapi harus
dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam pembelajaran seni. Kondisi semacam ini
harus mendapat perhatian yang serius dalam Pendidikan Seni di berbagai jenjang
pendidikan termasuk di tingkat sekolah dasar.
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.3
2. Pendidikan Seni Sebagai penunjang Perkembangan Peserta didik
Anak didik merupakan pusat perhatian dalam proses pembelajaran.
Berbagai upaya yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar bertujuan
untuk mengembangkan potensi anak didik. Hal ini dipertegas dengan pilar dalam
pengembangan kurikulum yang diawali John Dewey (1902) dan dikembangkan
Hilda Taba (1945) yang mengatakan bahwa ada tiga hal pokok yang harus
dipertimbangkan ketika merencanakan kurikulum yaitu masyarakat, peserta didik,
serta pengetahuan dan sistem keilmuan (Karhami, 2000: 285).
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru perlu dilakukan secara
seimbang antara kebutuhan anak, disiplin ilmu serta tuntutan masyarakat.
Implikasi dari pernyataan ini, guru dipandang kurang bijaksana dalam melakukan
pembelajaran yang hanya memihak pada tiga aspek tersebut, misalnya terlalu
memihak eksitensi ilmu dengan mengorbankan anak didik. Pendidikan bagi anakanak memerlukan perhatian yang seksama dari guru, sekolah dan orang tua,
karena pendidikan pada usia dini merupakan fondasi bagi proses pendidikan
selanjutnya.
Dalam konteks pengembangan potensi manusia sejak usia dini inilah
pendidikan seni memberikan kontribusi yang sangat sifnifikan. Mengapa
demikian, karena karakteristik yang unik dari seni memberikannya kemampuan
sebagai jalan belajar bagi berbagai disiplin ilmu lainnya. Untuk beberapa potensi
yang dimiliki manusia, seni bahkan menempati peran yang pokok dalam
mengambangkannya seperti dalam hal pengembangan potensi kreatif dan potensi
diri. Kegiatan anak dalam seni mendorong pembelajaran untuk meningkatkan
daya kreativitas yang dimilikinya serta percaya terhadap potensi yang dimilikinya
tersebut karena kesempatan untuk berekspresi secara optimal melalui seni..
a. Seni Sebagai Pendidikan Kreativitas
De Francesco (1958) menyatakan bahwa pendidikan seni mempunyai
kontribusi terhadap pengembangan individu yaitu membantu pengembangan
mental, emosional, kreativitas, estetika, sosial, dan fisik. Aspek kreativiitas
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.4
sebagai salah satu aspek pokok dalam pembelajaran seni mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam era pembangunan seperti
saat ini, orang yang berdaya kreatif sangat dibutuhkan guna mengembangkan ideide yang konstruktif yang pada gilirannya akan membantu pemerintah dan
masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
Pembinaan kreativitas manusia sebaiknya dilakukan sejak usia dini.
Kondisi lingkungan yang kondusif dan tersedianya kesempatan melakukan
berbagai kegiatan kreatif bagi anak-anak akan sangat membantu dalam
mengembangkan budaya kreativitasnya. Perlu diingat bahwa dunia anak-anak
merupakan awal perkembangan kreativitasnya. Kreativitas itu nampak di awal
kehidupan anak dan seringkali tampil untuk pertama kalinya dalam bentuk
permainan anak-anak (Hurlock, 1985:328). Seni sebagai bagian dari kegiatan
bermain menempati kedudukan yang sangat penting dalam pendidikan umum,
terutama di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Melalui pendidikan seni kita
dapat memanfaatkan masa keemasan tersebut untuk berekspresi secara kreatif
dalam rangka membina dan mengembangkan daya kreativitasnya.
Masa keemasan berekspresi kreatif diungkapkan oleh Pierre Duquette
dalam seminar Pendidikan Seni Internasional yang diselenggarakan di Bristol. Ia
juga menegaskan bahwa pada anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun
merupakan the golden age of creative expression. Ekspresi artistik merupakan
salah satu kebutuhan anak-anak, oleh karena itu kebebasan berkarya dengan
berbagai media dan metode pada kegiatan seni anak-anak menjadi pendekatan
utama dalam pendidikan seni.
Pendidikan Seni merupakan wahana dan cara yang paling tepat untuk
mengembangkan kreativitas sejak dini. Pendidikan Seni lebih mengacu pada
fitrah. Lebih dini artinya bukan sesuatu yang lumrah, tetapi harus diartikan
“wajib” dilakukan sejak dini, dan disadari oleh orang dewasa. Alasannya, bila
dilaksanakan terlambat dimana anak sudah melewati masa kanak-kanaknya,
pembinaan hanya akan efektif disampaikan kepada sekelompok kecil siswa saja
yaitu pada mereka yang memiliki pembawaan (bakat) seni lebih besar dari siswa
seusianya.
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.5
b. Seni Sebagai Ekspresi
Seni atau karya seni dihubungkan dengan karakter kejiwaan manusia.
Manusia dihadapkan dengan perasaan suka, senang, sedih, sakit, duka gembira,
ceria, suka cita dan sebagainya, adalah contoh perilaku manusia yang sering
tampak, ataupun bisa saja tidak tampak, kecuali manusia pelakunya saja yang
merasakan. Perilaku kejiwaan tersebut diatas sering muncul dalam bentuk
ekspresi yang nyata. Sebagai contoh seseorang karena kesedihannya yang sangat
mendalam ia menangis sambil menjambak rambutnya sendiri. Contoh lain
misalnya ditunjukkan oleh Benyamin S—seorang tokoh seniman Betawi, ia
merasakan sakit dipatil ikan sembilang, kemudian memberikan inspirasi untuk
menciptakan lagu dan menyanyikannya sendiri, dan akhirnya lagu itu disajikan
untuk para penggemarnya.
Karya seni seperti contoh di atas adalah karya seni yang didahului oleh
unsur kejiwaan/perasaan manusia. Apakah karya seni selalu dilatarbelakangi
unsur kejiwaan? Jawabanya dapat kita renungkan sambil mengamati berbagai
cotoh karya seni. Mungkin ada yang seperti contoh di atas, mungkin juga tidak.
Seorang dapat saja menghasilkan karya seni dsengan sekedar meniru bentuk alam,
memotret alam dan tidak melibatkan unsur perasaan. Perilaku lain ada kelompok
pencipta karya seni yang mencoba memasukan kejiwaan sebagai latar belakang
menciptakan karya seni.
Seni memang selalu dihubungkan dengan ekspresi pribadi, sebab seni lahir
dari ungkapan perasaan pribadi penciptanya. Sehubungan dengan nilai ekspresi
dalam seni, Herbert Read merumuskan tentang kedudukan ekspresi dalam proses
penciptaan seni, sebagai berikut, pertama, pengamatan terhadap kualitas materiil;
kedua, penyusunan hasil pengamatan tersebut dan ketiga, pemanfaatan susunan
itu untuk mengekspresikan emosi atau perasaan yang dirasakan sebelumnya.
Herbert Read juga menyatakan bahwa desain yang estetis sudah cukup
dengan dua tahap terdahulu saja, tetapi untuk membuat desain yang estetis itu
menjadi karya seni, haruslah ditambah dengan ekspresi. Berdasarkan pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa seni adalah susunan material yang memiliki
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.6
nilai estetis yang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu perasaan atau emosi
tertentu.
Pentingnya pendidikan emosi telah diungkapkan para ahli pendidikan
sejak lama. Fransesco (1958), seorang ahli pendidikan seni mengemukakan tugas
pendidikan seni antara lain sebagai penghalus rasa dan pendidikan emosi.
Dikemukakan, penguasaan emosi sangatlah penting, khususnya pada manusia di
zaman modern. Dalam seni, emosi disalurkan ke dalam wujud yang memiliki nilai
ekspresi-komunikasi. Kegiatan penguasaan dan penyaluran ekspresi tadi menjadi
dinamis dan bersemangat.
Perhatian kepada potensi emosi semakin besar. Studi psikologi telah
menemukan adanya kecerdasan emosi (emotional intelligence) yang saat ini mulai
banyak dibicarakan. Psikologi telah mempelajari bahwa otak memainkan peranan
dalam berbagai kegiatan manusia dalam fungsi-fungsi: kognitif, afektif
(emosional, sosial), fisik (gerak) dan intuitif (Clark, dalam Hanna Widjaja,1996).
Untuk mencapai perkembangan integral, semua fungsi ini perlu dikembangkan.
Ditengarai, bahwa dalam kehidupan nyata, banyak persoalan yang
dipecahkan secara jitu dengan menggunakan kecerdasan emosi yang sering kali
mendahului berjalannya kecerdasan rasio (intelegensi). Orang sering membedakan
antara tindakan yang menggunakan otak dan hati. Mungkin sekali, nenek moyang
kita zaman dahulu banyak mengaktifkan kecerdasan emosi dalam menghadapi
tantangan lingkungannya. Menurut Daniel Goleman, pakar dalam studi
kecerdasan emosi, kompetensi dalam bidang pengendalian emosi atau kecerdasan
emosi (EQ) dapat dipelajari dan ditingkatkan. Dikaitkan dengan pendapat ini,
pendidikan seni yang banyak melibatkan emosi, intuisi dan imajinasi dapat
dijadikan salah satu cara yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan emosi.
Lebih jauh lagi, pendidikan seni dapat juga menjadi semacam penyembuh
(therapy) atau penyehat mental dalam hal tercapainya kepuasan dan keberanian
baru. Cara yang efektif untuk pendidikan emosi adalah memberi peluang dan
stimulasi yang memungkinkan para siswa dapat bekerja dengan rasa aman serta
penuh percaya diri. (Fransesco, 1958).
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.7
d. Seni sebagi Pembinaan Bakat
Pembinaan bakat hanya upaya khusus yang hanya dapat dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga khusus. Pelaksanaan pembinaan bakat hanya diberikan kepada
sekelompok kecil manusia/anak berpembawaan. Guru harus menyadari betul
bahwa jumlah anak berpembawaan dikelasnya sangat kecil. Untuk itu guru harus
harus mengupayakan agar siswa berpembawaan dapat dibina dan tidak terpenggal
kreativitasnya. Setidaknya keberadaan bakat seninya dapat dipantau sejak awal,
sehingga guru dapat mengarahkanya dan pada saatnya dapat dipertajam
kemampuannya atau diarahkan sesuai bakatnya kedalam jenjang yang lebih
tinggi.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Seni di Sekolah Dasar
Materi pembelajaran dalam sebuah satuan pendidikan umumnya disusun
berdasarkan urutan dan ruang lingkupnya (scoupe and sequence). Ruang lingkup
Pendidikan Seni di sekolah meliputi pencapaian artistik yang dapat
mengekspresikan dan mengkomunikasikan segala hal yang berkaitan dengan
kebutuhan untuk menjadi manusia melalui Seni (Seni, Musik, Tari, dan Drama).
Melalui empat disiplin terpisah dan berbeda ini, kita berkembang, berbagi dan
menyampaikan pemahaman diri, sejarah, budaya dan lingkungan sosial kita
kepada generasi di masa depan. Seni, secara terpisah maupun kolektif, dapat
menyeimbangkan dan memperkaya pengalaman siswa dengan pengembangan
pemahaman dan keterampilan yang signifikan dan unik serta dapat dintegrasikan
kepada area belajar lainnya.
Melalui pendidikan seni, siswa di latih untuk mengembangkan bakat
kreatif, kemampuan dan keterampilan yang dapat ditransfer pada kehidupan kerja
sebagai mata pencaharian maupun untuk rekreasi sebagai hobi atau kesenangan.
Melalui praktek berkesenian, para siswa akan memperoleh pengalaman dan siap
untuk memahami aspek kolaboratif serta manajemen diri (self-managing). Para
siswa menjadi sadar akan pengaruh sosial dari seni dan termotivasi untuk
mengambil bagian serta menikmati seni dalam situasi yang berbeda, baik sebagai
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.8
kreator maupun penikmat. Di negara-negara maju, berbagai aktivitas seni,
musium, festival, pertunjukan, organisasi dan industri memberikan dukungan
secara signifikan kepada perekonomian negara tersebut (QSCC, 2002).
a. Prinsip dasar pembelajaran melalui Seni
Prinsip pembelajaran melalui seni di sekolah menyoroti keunikan dan
kontribusinya secara khusus menuju pembelajaran seumur hidup. Sepanjang
waktu persekolahan, para siswa diharapkan terlibat dalam praktek setiap cabang
seni, dan dapat merefleksikan pengalaman dari setiap aktivitas seni untuk
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, teknik, dan proses dalam:
● menciptakan, menyajikan dan merefleksikan karya seni dengan keyakinan,
ketrampilan, kenikmatan dan kesadaran estetika
● menyatakan gagasan, perasaan dan pengalaman melalui sistem simbol,
teknik, teknologi dan proses sesuai masing-masing cabang seni
● berkomunikasi dengan audiens yang diinginkan melalui berbagai bentuk dan
proses seni
● memahami dengan kritis, mengevaluasi dan menghargai dampak konteks
budaya, sosial, spiritual, historis, ekonomi dan politis dalam mengkonstruksi
makna.
● menghormati dan menghargai keanekaragaman bentuk dan proses seni serta
perbedaan latar belakang budaya kreator maupun apresiannya.
● memahami kontribusi yang unik dari setiap cabang seni dan sifat kolaboratif
dari berbagai praktek seni
● memahami bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui
belajar dalam seni dapat diimplementasikan dalam kehidupan pribadi dan
kehidupan kerja.
b. Bidang utama pembelajaran seni
Ada empat bidang di dalam area utama pembelajaran seni yaitu Seni Rupa,
Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Drama. Pada setiap bidang ini, hasil pembelajaran
yang diharapkan diorganisir untuk memperolah pemahaman pengetahuan,
keterampilan, teknik, teknologi dan proses secara spesifik. Dalam semua bidang,
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.9
hasil pelajaran saling berhubungan, interaktif dan komplementer, tidak perlu
hirarkis, tetapi harus dipertimbangkan bersama-sama ketika perencanaan untuk
pembelajaran dan penilaian akan di buat. Dengan kata lain, walaupun memiliki
keunikan tersendiri pada setiap bidang seni, tetapi keempat bidang seni tersebut
direncanakan untuk diajarkan dalam satu proses pembelajaran yang terintegrasi.
Sayangnya saat ini dalam pembelajaran seni di tingkat satuan pendidikan sekolah
dasar, seni drama tidak termasuk di dalamnya.
1) Seni Rupa
Bidang ini memfokuskan pembelajaran pada pencitraan dan objek yang
dibuat, ditunjukkan dan diapresiasi siswa. Para siswa mengembangkan
pemahaman perseptual dan konseptual tentang bahasa visual yang memungkinkan
mereka untuk menjadi literat secara visual terhadap sistem simbol dan komunikasi
visual yang digunakan oleh masyarakat dan budaya di masa lampau maupun masa
kini. Melalui pembelajaran seni siswa terlibat dalam pengalaman untuk
mengembangkan ungkapan pribadi, pertimbangan estetika dan kesadaran kritis.
Para siswa mendapatkan kepuasan dan kenikmatan dari berkarya dan
memamerkan hasil karyanya.
Pengorganisasian hasil belajar Seni dikategorikan dalam tiga kegiatan
utama yaitu praktek berkarya, pameran dan mengapresiasi karya seni. Para
siswa terlibat dalam kegiatan berkarya seni dengan proses perancangan,
menciptakan bentuk dua dimensional dan tiga dimensional menggunakan berbagai
material, proses dan fungsi. Para siswa belajar dan menerapkan pengetahuan
tentang seni rupa, unsur-unsur disain dan konsep untuk membangun makna
dengan pemecahan masalah menggunakan berbagai gaya visual, auditori dan
taktil yang khas sesuai keinginannya.
Melalui proses berkarya, para siswa mengkomunikasikan gagasan,
perasaan, pengalaman dan pengamatan atas dunia mereka. Kegiatan memamerkan
karya secara formal dan informal memberikan siswa pengalaman untuk memberi
dan menerima tanggapan dalam konteks pribadi, publik dan masyarakat. Aktivitas
pameran sederhana dapat dilakukan di dalam kelas dengan guru dan rekan sekelas
sebagai penanggap atau apresiannya.
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.10
Kegiatan apresiasi dalam pembelajaran seni rupa mendidik dan melatih
siswa mendeskripsikan, meneliti, menginterpretasikan dan mengevaluasi karya
sendiri dan orang lain. Mereka mengembangkan kepekaan, pengetahuan dan
pemahaman karya yang dihasilkan oleh seniman, desainer, atau kriyawan dalam
hubungannya dengan konteks budaya, sosial, spiritual, historis, ekonomi dan
politis.
2) Seni Musik
Bidang ini difokuskan pada karya musik yang dibuat siswa dengan
mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan mengekspresikan diri mereka di
dalam bunyi. Melalui pengenalan lagu dari berbagai konteks budaya dan historis,
para siswa belajar untuk mengidentifikasi secara aural dan visual, merespon
menggunakan unsur-unsur dan pola musik. Aktivitas ini bertujuan
mengembangkan kemampuan siswa untuk mendengar apa yang dilihat dan
melihat apa yang terdengar.
Para siswa belajar untuk mengenali dan menginterpretasikan isi, emosi,
ekspresi dan aspek spiritual di dalam musik yang mereka dengar dan
pertunjukkan. Makna yang ingin dibangun melalui musik secara hati-hati dipilih
agar isinya sesuai dengan kemampuan, pengalaman, kebutuhan dan pengetahuan
para siswa. Dengan bernyanyi, bermain dan mendengarkan musik, bergerak
mengikuti bunyi, improvisasi dan komposisi, para siswa mengalami kepuasan dan
kenikmatan ketika mereka belajar.
Hasil belajar musik diketegorikan kedalam tiga area yang menunjukkan
kemampuan siswa mengidentifikasi dan merespon secara aural dan visual,
menyanyi dan bermain musik, serta membaca dan menulis musik. Para siswa
mengidentifikasi, meneliti dan bereaksi terhadap pola musikal, warna nada,
struktur dan unsur-unsur ekspresif di dalam musik dari berbagai konteks budaya
dan historis. Mereka menggunakan pemahaman dan keterampilan yang
diperolehnya untuk menyatakan dan mengkomunikasikan gagasan dan perasaan
melalui penemuan dan improvisasi musik.
Melalui kegiatan bernyanyi dan memainkan alat musik dalam gaya yang
sesuai, secara individu atau bersama dengan orang lain, siswa menunjukkan
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.11
pengembangan berkenaan dengan suara, fisik, gaya dan konsep musik. Para siswa
belajar untuk mengenali dan menginterpretasikan isi, ekspresi dan emosi melalui
musik yang mereka pertunjukkan dan dengarkan.
Kompetensi dalam pembacaan dan tulisan ditunjukkan siswa dengan
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan mereka tentang pola musik, struktur
dan unsur-unsur untuk membaca dan menulis musik dan untuk menyatakan diri
mereka melalui kegiatan mengkomposisi dan mengaransir.
3) Seni Tari
Pembelajaran melalui seni tari memfokuskan pada kemampuan siswa yang
menggunakan tarian sebagai suatu alat estetika, memahami struktur gestur dan
gerak untuk menangkap dan menyampaikan gagasan, pencitraan dan perasaan.
Tubuh digunakan sebagai bentuk ekspresi dan media komunikasi.
Dalam pengorganisasian hasil belajar, guru Seni Tari dapat
mengkategorikan pada tiga aspek utama yaitu penataan gerak (koreografi),
pertunjukan dan apresiasi. Penekanan aspek koreografi ini terutama melihat pada
proses dan explorasinya, bukan pada produk akhir. Para siswa menggunakan
komponen tarian untuk menciptakan gerakan, menstruktur dan mengorganisir
tarian. Melalui keterlibatan dalam, dan merefleksikan pada, koreografi, para siswa
mengembangkan pemahaman bahwa tarian adalah suatu gaya ekspresi diri dan
komunikasi yang universal.
Aspek lainnya yaitu pertunjukan, mempunyai kaitan dengan
pengembangan fisik, ekspresi dan interpretasi gerakan secara formal dan informal.
Sebelum melakukan gerakan (tarian), para siswa harus menyiapkan diri baik
secara fisik maupun mental diantaranya dengan melalui pemanasan. Melalui
keterlibatan di dalam, dan merefleksikan, pada pertunjukan para siswa menyadari
bahwa tubuh memiliki potensi sebagai suatu instrumen ekspresi, hal positif yang
dibangun dari kesadaran ini adalah tumbuhnya keyakinan dan kepercayaan pribadi
secara psikologis.
Adapun aspek apresiasi, melibatkan siswa dalam menganalisa tarian
mereka sendiri dan orang lain pada berbagai konteks. Melalui apresiasi tarian,
para siswa mengembangkan suatu pemahaman bahwa tarian adalah suatu format
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.12
yang dikenali dan populer dari interaksi sosial dan merupakan suatu ungkapan
kultur, spiritualitas dan sejarah yang hidup. Para siswa mengapresiasi tarian
dengan menggunakan suatu model analisa yang meliputi membedakan,
mendeskripsikan, menginterpretasi, dan mengevaluasi.
LATIHAN
Untuk memperkuat pemahaman saudara cobalah kerjakan latihan-latihan berikut
ini
1. Jelaskan fungsi pendidikan seni sebagai penunjang kebudayaan
2. Jelaskan manfaat pendidikan seni bagi perkembangan peserta didik
3. Jelaskan manfaat pendidikan seni bagi pembelajaran mata pelajaran
lainnya
PETUNJUK JAWABAN LATIHAN
Baca kembali uraian materi bahan ajar cetak dalam sub unit ini. Buatlah catatan
singkat berkaitan dengan pertanyaan latihan tersebut di atas. Diskusikan jawaban
saudara dengan rekan-rekan saudara. Catata segala saran dan masukan yang
muncul pada saat diskusi, perkaya pula wawasan saudara dari berbagai sumber
belajar lainnya.
RANGKUMAN
Pendidikan seni memeiliki beberapa fungsi diantaranya (1). Sebagai
Penunjang Kebudayaan, dan (2) Pendidikan Seni Sebagai penunjang
Perkembangan Peserta didik
Materi pembelajaran dalam sebuah satuan pendidikan umumnya disusun
berdasarkan urutan dan ruang lingkupnya (scoupe and sequence). Ruang lingkup
Pendidikan Seni di sekolah meliputi pencapaian artistik yang dapat
mengekspresikan dan mengkomunikasikan segala hal yang berkaitan dengan
kebutuhan untuk menjadi manusia melalui Seni (Seni, Musik, Tari, dan Drama).
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.13
Prinsip pembelajaran melalui seni di sekolah menyoroti keunikan dan
kontribusinya secara khusus menuju pembelajaran seumur hidup. Empat bidang di
dalam area utama pembelajaran seni yaitu Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan
Seni Drama. Pada setiap bidang ini, hasil pembelajaran yang diharapkan
diorganisir untuk memperolah pemahaman pengetahuan, keterampilan, teknik,
teknologi dan proses secara spesifik. Dalam semua bidang, hasil pelajaran saling
berhubungan, interaktif dan komplementer, tidak perlu hirarkis, tetapi harus
dipertimbangkan bersama-sama ketika perencanaan untuk pembelajaran dan
penilaian akan di buat.
TES FORMATIF 2
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan
1. Pendidikan seni berfungsi untuk menanamkan kesadaran dan kebanggaan
akan budaya yang digali dari bumi Indonesia. Tetapi perlu diingat bahwa
kesadaran dan kebanggaan akan budaya ini tidak menuju kepada sikap
…………… yang hanya menerima budaya sendiri dan menolak budaya luar
a. fanatisme
b. nasionalisme
c. feodalisme
d. individualisme
2. Salah satu kendala atau tantangan dalam pembinaan seni budaya Indonesia
adalah .....................
a. kurangnya dana pembinaan
b. pengaruh agama
c. pengaruh budaya asing
d. lemahnya pendidikan
3. Pengembangan kurikulum pendidikan seni di lembaga pendidikan harus
diupayakan untuk dikembangkan atas dasar keinginan memajukan
kebudayaan nasional. Namun demikian, pada kenyataannya terjadi
kesenjangan antara apa yang diinginkan penyusun kurikulum dengan apa
yang terjadi di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah ...................
a. kurangnya wawasan guru
b. kurangnya dukungan warga
c. kurangnya bantuan dana
d. kurangnya minat guru
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.14
4. Tiga hal pokok yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan kurikulum
yaitu ……………..
a. guru, peserta didik, serta kepala
sekolah
b. masyarakat, peserta didik, serta
pemerintah
c. masyarakat, peserta didik, serta
guru
d. masyarakat, peserta didik, serta
pengetahuan dan sistem keilmuan
5. Pendidikan seni mempunyai kontribusi terhadap pengembangan individu
yaitu membantu pengembangan mental, emosional, kreativitas, estetika,
sosial, dan fisik. Pernyataan ini dikemukakan oleh
a. Van Der Frances
b. De Francesco
c. Francesco Goya
d. De Lahoya
6. Kreativitas itu nampak di awal kehidupan anak dan seringkali tampil untuk
pertama kalinya dalam bentuk ………………
a. karya seni anak-anak
b. cerita anak-anak
c. permainan anak-anak
d. tulisan anak-anak
7. Seni sebagai bagian dari …………………menempati kedudukan yang sangat
penting dalam pendidikan umum, terutama di Taman Kanak-kanak dan
Sekolah Dasar
a. kegiatan individu
b. kegiatan belajar
c. kegiatan bermain
d. kegiatan intuitif
8. Dalam sebuah seminar Pendidikan Seni Internasional yang diselenggarakan di
Bristol. Seorang pakar pendidikan seni menegaskan bahwa pada anak-anak
yang berusia di bawah 10 tahun merupakan the golden age of creative
expressi. Pakar yang dimaksud adalah……………..
a. Pierre Franciscus
b. Pierre Dominique
c. Pierre Cardin
d. Pierre Duquette
9. Fransesco (1958), seorang ahli pendidikan seni mengemukakan tugas
pendidikan seni antara lain sebagai ......................
a. penghalus rasa dan pendidikan
kreatif
b. penghalus rasa dan pendidikan
c. penghalus rasa dan pendidikan
moral
d. penghalus rasa dan pendidikan
UNIT 3 – Sub UNIT 2
3.2.15
nalar emosi
10. Dalam konteks pendidikan umum, ada empat bidang di dalam area utama
pembelajaran seni yaitu.................
a. Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari,
dan Seni Drama
b. Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari,
dan Kerajinan
c. Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari,
dan Seni Tradisi
d. Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari,
dan Keterampilan
Untuk melihat kemampuan Anda, coba cocokan jawaban Saudara dengan
Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat pada akhir Unit ini. Kemudian
hitunglah jawaban Saudara yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap materi sub unit 2 ini.
Rumus:
Tingkat penguasaan= Jumlah Jawaban Saudara yang benar x 100%
10
Arti tingkat penguasan yang Saudara capai:
90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Catatan: Bila Saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Saudara
dapat meneruskan dengan Unit atau sub unit selanjutnya, tetapi bila tingkat
penguasan Saudara masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi sub unit ini,
terutama bagian yang belum Saudara kuasai.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.1
Sub UNIT3
KURIKULUM PENDIDIKAN SENI
DI SEKOLAH DASAR
Dalam bagian ini saudara akan memperoleh informasi mengenai salah satu
model kerangka kerja (framework) kurikulum dalam pendidikan seni serta
pendekatan yang digunakannya. Informasi ini akan bermanfaat apabila saudara
akan mengembangkan kurikulum pendidikan seni di sekolah, khususnya di
sekolah dasar. Walaupun demikian pengembangannya harus diambil berdasarkan
pengalaman guru dalam mengajar yang menggabungkan beberapa metode
mengajar anak-anak pada level perkembangan yang berbeda. Kerangka kerja ini
disampaikan dalam dua kelompok yaitu pertama kelompok kerangka tujuan dan
pendekatan dan selanjutnya kerangka fungsi dan tujuan pendidikan seni
(Chapman, 1978). Dalam Kerangka Tujuan dan Pendekatan disampaikan dua hal
mendasar yaitu ekspresi dalam seni dan tanggapan terhadap karya seni. Adapun
kerangka fungsi dan tujuan akan menunjukkan kerangka kerja kurikulum
berkaitan dengan fungsi seni dalam pendidikan dan tujuan dalam pendidikan seni.
A. Kerangka Tujuan dan Pendekatan
1. Ekspresi dalam seni (Expression in Art)
Ekspresi merupakan salah satu faktor penting dalam seni. Faktor ekspresi ini
pula yang membedakan penyelenggaraan pendidikan seni dengan
penyelenggaraan mata pelajaran lainnya. Dengan kata lain, pembinaan
perkembangan dan penyaluran ekspresi dalam proses pendidikan hanya dapat di
lakukan dengan baik oleh mata pelajaran pendidikan seni. Pembelajaran ekspresi
dalam kurikulum pendidikan seni mengunakan tiga kerangka tujuan dan
pendekatan yaitu bagaimana mendidik anak Melahirkan Gagasan untuk Seni,
bagaimana ekspresi dituangkan dalam Kualitas visual yang menggambarkan
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.2
gagasan, serta bagaimana menggunakan media untuk menghasilkan kualitas
visual yang menggambarkan gagasan dan ekspresi anak tersebut
a. Melahirkan Gagasan untuk Seni
Dalam mengajarkan seni kepada anak, kita harus memperhatikan
kesamaan di antara pengalaman pribadi anak sebagai sumber inspirasi artistik,
sumber inspirasi yang digambarkan oleh para seniman dan asal-usul bentuk seni
di masyarakat.
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar melahirkan gagasan
untuk berekspresi melalui seni
Mengobservasi
Berimajinasi
kontemplasi
Inventing (menemukan)
Belajar bagaimana seniman
melahirkan gagasan untuk
karyanya
Alam dan lingkungan
Fantasi dan imajinasi
Perluasan tema
Kehidupan sehari-hari
Belajar bentuk seni yang asli di
masyarakat (seni tradisional)
Alat dan tempat untuk hidup
Ekspresi individu
Ekspresi anggota kelompok
Ekspresi dalam peristiwa penting
b. Kualitas visual yang menggambarkan gagasan
Pada poin ini anak-anak belajar untuk membangun dan mengenal berbagai
gagasan dari bentuk-bentuk visual yang dilihatnya. Tujuan pembelajaran dari poin
ini adalah, pertama; anak belajar untuk menemukan dan memodifikasi gagasan
untuk mengekspresikannya secara visual, kedua; anak belajar bagaimana seniman
menggunakan kualitas visual untuk berekspresi dan ketiga; anak akan belajar
bagaimana kelompok budaya menggunakan kualitas visual sebagai ekspresi
kepercayannya.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.3
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar untuk menemukan dan
memodifikasi gagasan untuk
mengekspresikannya secara
visual
Membuat studi visual
Merubah kebiasaan bekerja
Eksplorasi makna
Kesuaian dengan tujuan
Belajar bagaimana seniman
menggunakan kualitas visual
untuk berekspresi
Membuat sketsa dan model
Membandingkan beberapa metode kerja
Membandingkan karya dengan tema
yang sama
Mebandingkan pemecahan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
Belajar bagaimana kelompok
budaya menggunakan kualitas
visual sebagai ekspresi
kepercayannya
Membandingkan bentuk yang sederhana
dan gabungan
Membandingkan bentuk yang lama
dengan yang baru
Membandingkan simbolisme dalam
kebudayaan yang berbeda-beda
Membandingkan prototipe dan eklektik
bentuk
c. Penggunaan media
Pada poin ini tujuan pembelajaran diarahkan pada kemampuan anak untuk
menggunakan media dan menyalurkan ekspresinya, mengetahui dan mengenali
bagaimana seniman/kriyawan berkarya menggunakan berbagai alat dan media
serta belajar bagaimana kelompok-kelompok budaya (masyarakat) menggunakan
media dalam berkarya seni untuk mengekspresikan nilai-nilai sosial.
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar mengunakan media Mengembangkan Kontrol
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.4
untuk menyalurkan ekspresi Adaptasi media kepada gagasan dan
gagasan kepada media
Menyeleksi Gabungan Media
Eksperimen
Belajar bagaimana
seniman/kriyawan
menggunakan alat dan media
Penggunaan media secara langsung dan
tidak langsung
Macam-macam media
Simbolisme dalam media
Penemuan media dn proses
Belajar bagaimana kelompok
budaya menggunakan media
untuk mengekspresikan nilai
sosial
Kontrol
Adaptasi
Seleksi
Inovasi
2. Tanggapan terhadap bentuk-bentuk visual
Kepekaan persepsi, keterampilan menginterpretasi, dan menilai karya seni
dalam kerangka tujuan dan pendekatan kurikulum pendidikan seni pada dasarnya
merujuk pendekatan kritik dan apresiasi dalam pembelajaran seni. Kerangka
tujuan dan pendekatan ini selanjutnya dapat dipilih dan dikembangkan oleh guru
dalam pembuatan perencanaan pembelajaran seni.
a. Kepekaan persepsi
Tujuan pembelajaran pada poin ini adalah medidik dan melatih anak agar
memiliki keterampilan untuk belajar mempersepsikan berbagai bentuk/simbol
visual, belajar bagaimana ketertarikan persepsi dan deskripsi seni serta belajar
bagaimana masyarakat mempersepsikan bentuk-bentuk visual dalam
lingkungannya
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar untuk mempersepsikan Diskriminasi fenomena dasar
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.5
berbagai bentuk/simbol visual Membangun asosiasi multisensorik
Eksplorasi simbol
Mengaitkannya dengan konteks
Belajar bagaimana ketertarikan
persepsi dan deskripsi seni
Bentuk seni dan media
Desain dan gaya
Subyek dan simbol
Tujuan dan konteks
Belajar bagaimana masyarakat
mempersepsikan bentuk visual
dalam lingkungannya
Bentuk seni dan media
Desain dan gaya
Subyek dan simbol
Tujuan dan konteks
b. Keterampilan menginterpretasi
Pengetahuan dan keterampilan menginterpretasi diberikan kepada anak-anak
dengan tujuan agar anak belajar menginterpretasikan makna yang dipersepsi,
belajar bagaimana ketertarikan atau kecenderungan interpretasi karya seni serta
belajar bagaimana masyarakat menginterpretasi bentuk visual sebagai ekspresi
sosial
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar menginterpretasikan
makna yang dipersepsi
Mengelompokan dan memberi nama
Empati
Spekulasi
Sintesis
Belajar bagaimana ketertarikan
atau kecenderungan interpretasi
karya seni
Waktu dan kebudayaan
Kehidupan seniman
Persoalan artistik
Menampilkan tanggapan personal
Belajar bagaimana masyarakat
menginterpretasi bentuk visual
Variasi alat dan tempat untuk hidup
Variasi ekspresi individual
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.6
sebagai ekspresi sosial Ekspresi anggota kelompok
Ekspresi dalam peristiwa yang penting
c. Menilai karya seni
Kemampuan menilai karya seni adalah salah satu kompetensi yang harus
dimiliki dalam pendidikan seni. Keterampilan atau pengetahuan ini diajarkan agar
anak dapat belajar untuk menilai pengalaman yang signifikan, belajar bagaimana
menilai karya seni serta belajar bagaimana penilaian dapat dilakukan berkaitan
dengan bentuk visual yang ada di masyarakat
Tujuan (goals) Pendekatan dalam studi
Belajar untuk menilai
pengalaman yang signifikan
Mempertanyakan apa yang dipelajari
Mempertanyakan apa yang khusus
Mempertanyakan apa yang dirasakan
Mempertanyakan apakah dapat
menggunakan pengetahuan dari
pengalaman
Belajar bagaimana menilai
karya seni
Akurasi dan keidahan alami
Imajinasi dan orisinalitas
Mengaransemen perintah kegiatan belajar
Kegunaan dalam kehidupan seharihari
Bagaimana penilaian dapat
dilakukan berkaitan dengan
bentuk visual dimasyarakat
Bentuk permanen dan temporer
Inovasi dan tradisi
Kekhususan dan tujuan yang beragam
Kesatuan dan perbedaan
Tujuan dan pendekatan studi yang dipaparkan dalam sub unit ini secara
garis besar memberikan gambaran umum bingkai kurikulum pendidikan seni.
Walaupun demikian uraian tersebut tidaklah sesuatu yang baku dalam program
seni. Untuk mengembangkan program semacam ini kita memerlukan pemikiran
yang seksama tentang hubungan di antara tujuan, ruang lingkup dan irama dari
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.7
pembelajaran itu sendiri dalam tahun ajaran yang tengah berlangsung, tahun yang
akan datang dan variasi kegiatan pembelajaran sesuai dengan lingkungan kerja
guru.
B. Kerangka Kerja Kurikulum Pendidikan Seni
Pada modul sebelumnya saudara sudah mempelajari berbagai fungsi
pendidikan seni dalam pendidikan umum. Fungsi pendidikan seni dalam
pendidikan umum dan tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan seni dapat
juga dijadikan kerangka kerja untuk mengembangkan kurikulum pendidikan seni.
Secara umum kerangka kerja kurikulum dalam pendidikan seni tersebut dapat
digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
KERANGKA KERJA KURIKULUM PENDIDIKAN SENI
FUNGSI DALAM
PENDIDIKAN UMUM
TUJUAN DALAM
PENDIDIKAN SENI
Memfasilitasi pemenuhan diri siswa
(personal fullfillment)
Tanggapan dan ekspresi personal
dalam seni
Mentransmisikan warisan budaya Kesadaran terhadap warisan
artistik
Mengembangkan kesadaran sosial Pemahaman terhadap peran seni
di masyarakat
1. Fungsi Dalam Pendidikan Umum
Kerangka kerja kurikulum pendidikan seni disusun diantaranya dengan
memperhatikan fungsi seni dalam pendidikan umum sebagai berikut:
a. Memfasilitasi pemenuhan diri siswa (personal fullfillment)
Untuk menemukan pemenuhan diri melalui seni anak perlu belajar bagaimana
kehidupan mereka dapat diperkaya dengan usaha mereka untuk mengkreasi
karya seni dan menanggapi berbagai bentuk-bentuk visual.
b. Mentransmisikan warisan budaya
Bagi Indonesia yang memiliki berbagai bentuk karya seni dari berbagai suku
bangsa yang ada di tanah air, poin ini sangat diperlukan. Anak akan belajar
menghargai berbagai bentuk karya seni yang pernah ada di masyarakat
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.8
maupun yang masih hidup dan berkembang saat ini. Pembelajaran ini
diarahkan kepada kepedulian mereka terhadap warisan budaya lebih dari
sekedar menghafalkan nama seniman, judul karya dan waktu serta tempat
pembuatannya.
c. Mengembangkan kesadaran sosial
Mengembangkan kesadaran sosial adalah bentuk kepedulian yang terbangun
dari kesadaran dan penghargaan anak terhadap berbagai bentuk artistik yang
ada dan dihasilkan oleh masyarakat. Hal ini akan mengajarkan mereka untuk
menghargai juga persepsi, penilaian, pemikiran dan pendapat orang lain dari
budaya yang berbeda-beda.
2. Tujuan Dalam Pendidikan Seni
Selain memberikan kerangka fungsi seni dalam pendidikan umum,
kerangka kurikulum ini juga memberikan pegangan terhadap tujuan
penyelenggaraan pendidikan seni berkaitan dengan pengembangan disiplin ilmu
seni itu sendiri. Kerangka kerja tersebut diuraikan sebagai berikut
a. Tanggapan dan ekspresi personal
Siswa dapat belajar dengan cara yang berbeda-beda untuk:
1) Membangkitkan gagasan-gagasan anak untuk ekspresi personal melalui
seni
2) Memperbaiki dan memodifikasi gagasan anak untuk ekspresi visual
3) Menggunakan media untuk menyampaikan maksud ekspresi anak sendiri
b. Kepedulian terhadap warisan artistik
Anak-anak dapat mempelajarai bagaimana anggota-anggota dalam komunitas
artistik (seniman, desainer, pengrajin dsb.):
1) Membangkitkan gagasan untuk karya mereka
2) Menggunakan kualitas-kualitas visual untuk ekspresi
3) Menggunakan alat-alat dan media
4) Mempersepsikan dan mendeskripsikan seni
5) Menguji dan menilai karya-karya seni
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.9
3. Kesadaran tentang seni di masyarakat
Anak-anak belajar bagaimana orang dalam budayanya dan dalam budaya lainnya
memproduksi karya seni rupa. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dari poin
ini adalah agar anak:
1) Mengenali dan memahami bentuk-bentuk seni yang asli.
2) Mengetahui dan memahami bagaimana suatu kelompok masyarakat
menggunakan kualitas visual untuk mengekspresikan kepercayannya
3) Mengetahui dan memahami bagaimana suatu kelompok masyarakat
Menggunakan media untuk mengekspresikan nilai-nilai sosial
4) Merasakan bentuk-bentuk visual yang ada di lingkungannya
5) Menginterpretasikan bentuk-bentuk visual sebagai ekspresi sosial
6) Menilai bentuk-bentuk visual di masyarakat
Bagi para pengajar seni dan pengembang kurikulum, sebelum
menggunakan kerangka kerja ini sebagai pedoman pengembangan kurikulum,
perlu mengetahui bahwa model ini walaupun tampak universal tetapi dibuat dan
dibangun dalam konsep dan paradigma pendidikan di Barat. Aspek universal
melalui bingkai kurikulum ini adalan tujuan dari pendidikan seni yang relevan
dengan tujuan pendidikan secara umum yang demokrasi. Dengan demikian para
guru seni di Indonesia dapat mencoba model bingkai kurikulum pendidikan seni
ini dengan mengembangkan variasinya sesuai pengalaman dan lingkungan
setempat.
B. Perkembangan Kurikulum Pendidikan seni di Indonesia
Pendidikan seni di negara kita telah mengalami berbagai pembaharuan
dari waktu ke waktu. Pembaharuan dilakukan guna meningkatkan kualitas
pendidikan seni. Salah satu usaha pemerintah yang secara sentral memperbaharui
sistem pelaksanaan pendidikan seni adalah penyempurnaan kurikulum. Kurikulum
yang sedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan disempurnakan setiap periode
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.10
tertentu untuk menghadapi perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan dinamika kebudayaan secara keseluruhan. Kurikulum Pendidikan
Seni telah beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan.
Meninjau perkembangan atau perubahan kurikulum pendidikan seni di
Indonesia pada dasarnya melihat perkembangan konsep pendidikan seni yang
digunakan dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Perkembangan ini secara
langsung menunjuk periodisasi tahun-tahun dimana kurikulum nasional
diberlakukan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Walaupun demikian,
wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan seni sebelum Indonesia merdeka
perlu juga diketahui untuk memberikan gambaran yang lebih utuh terhadap
perkembangan kurikulum pendidikan seni di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan
karena konsep yang menjadi latar belakang pembentukan kurikulum pendidikan
seni tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem atau konsep pendidikan sebelumnya
yang dibangun sejak masa penjajahan.
1. Kurikulum Pendidikan Seni sebelum Kemerdekaan
Pengembangan sebuah kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya kebutuhan masyarakat, perkembangan disiplin ilmu dan
perkembangan teknologi. Berdasarkan beberapa sumber, diantaranya penuturan
mereka yang pernah mengikuti pendidikan di jaman penjajahan Belanda, dapat
digambarkan bahwa konsep kurikulum pendidikan seni yang berkembang pada
masa itu merujuk pada konsep pendidikan seni yang berlaku di negeri Belanda.
Masa antara tahun 1930-1945 kurikulum pendidikan seni sangat berorientasi
vokasional dengan penekanan pada penguasaan keterampilan menggambar yang
sangat relevan dengan bidang ketukangan dan industri kecil.
Periode antara tahun 1930-1945 sebenarnya diwarnai juga oleh suasana
penjajahan Jepang yang berlangsung singkat (dibandingkan masa penjajahan
bangsa Belanda). Masa yang singkat saat pendudukan Jepang ini tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap perubahan atau perkembangan
kurikulum pendidikan seni saat itu. Semangat anti Belanda (sekutu) yang
dihembuskan pemerintah pendudukan Jepang lebih kepada penglihbahasaan
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.11
kepada bahasa Indonesia atau bahasa Jepang segala sesuatu yang berbau Belanda.
Buku-buku pelajaran yang berbahasa Belanda dialihbahasakan ke dalam bahasa
Indonesia atau Jepang. Sayangnya untuk pelajaran seni (karena dianggap tidak
memiliki nilai strategis) upaya itu tidak dilakukan sehingga para guru membuat
acauan berdasarkan interpretasinya masing-masing dan cenderung mengikuti pola
kurikulum sebelumnya. Usaha para guru ini pada umumnya tidak terlalu
mempersoalkan peran pendidikan seni terhadap peserta didik. Dengan demikian
dapat diduga kurikulum pendidikan seni pada saat itu cenderung masih berwarna
vokasional yang menekankan pada penguasaan keterampilan seni.
Periode selanjutnya pada masa perang Kemerdekaan (revolusi fisik) antara
tahun 1945-1948. Pada masa ini semangat untuk mengusir penjajah berkobar di
masyarakat. Perlawanan terhadap penjajah terjadi hampir diseluruh wilayah
Indonesia. Di sekolah-sekolah, dalam usaha untuk menanamkan semangat
melawan penjajah ini, secara sengaja maupun tidak, mempengaruhi karakteristik
materi pembelajaran. Mata pelajaran olah raga diisi dengan kegiatan bela diri dan
baris berbaris ala tentara, pelajaran seni musik diisi dengan lagu-lagu perjuangan,
demikian juga dengan pelajaran seni rupa (menggambar) diisi dengan kegiatan
menggambar poster-poster perjuangan dan menggambar yang bertemakan anti
penjajahan.
2. Kurikulum Pendidikan Seni Setelah Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan kurikulum pendidikan seni di Indonesia masih
mengikuti pola kurikulum pendidikan seni di Belanda terutama di wilayah
Indonesia bagian Timur. Buku-buku yang digunakan adalah buku-buku terbitan
Belanda yang dipandang memenuhi tuntutan rencana pembelajaran seperti “Cara
Menggambar” karangan A.J. Cock cs dan “Marilah Menggambar” karangan J.
Slechter, keduanya adalah buku yang diperuntukkan bagi Sekolah Dasar. Isi buku
tersebut adalah bagaimana teknik menggambar dan bagaimana menggunakan
teknik tersebut untuk mengekspresikan pikiran melalui gambar. Buku-buku yang
dipengaruhi gerakan reformasi pendidikan seni di Belanda ini telah mengarah
kepada reformasoi mata pelajaran menggambar. Sasaran reformasi ini adalah
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.12
menggambar konvensional yang esensial ke menggambar ekspresi yang
kontekstual serta perubahan prinsip pendidikan seni dari pola transmisi menjadi
pola pemfungsian seni sebagai sarana pendidikan secara umum. Istilah seni pun
telah merangkum semua cabang seni termasuk menggambar.
Selain Belanda, pengaruh perubahan kurikulum pendidikan seni setelah
kemerdekaan juga datang dari Amerika dengan dikirimkannya sarjana-sarjana
pendidikan kita ke Amerika dan negara-negara lainnya. Pengaruh Amerika ini
sangat terasa terutama dengan buku-bukunya seperti “Education Through Art”
karya terkenal dari Herbert Read, “Creative and Mental Growth” karya Victor
Lowenfeld, dan “Art as Experience” karya J. Dewey. Isi buku-buku ini terutama
tentang penggunaan seni dalam pendidikan dengan tujuan bukan untuk
menjadikan seorang anak terampil dalam seni, tetapi untuk mengembangkan
potensi peserta didik secara utuh.
3. Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984
Kurikulum yang sedang dilaksanakan senantiasa dievaluasi dan
disempurnakan setiap periode tertentu untuk menghadapi perkembangan
masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika kebudayaan secara
keseluruhan. Kurikulum Pendidikan Seni telah beberapa kali mengalami
perubahan dan penyempurnaan. Pada tahun 1975 terjadi perubahan yang
menyeluruh pada mata pelajaran kesenian, yang sebelum itu dalam kurikulum
sekolah umum dikenal dengan nama mata pelajaran menggambar dan seni suara.
Pembaharuan dapat dilihat dengan penggantian nama mata pelajaran itu menjadi
‘Pendidikan Kesenian’.
Istilah mata pelajaran juga diganti menjadi ‘bidang studi’, sehingga
pembaharuan itu selengkapnya menjadi ‘bidang studi pendidikan kesenian’. Isi
bidang studi pendidikan kesenian itu merupakan penggabungan pelajaran
menggambar dan seni suara ditambah sub bidang studi lain yaitu seni tari dan
teater, yang pada kurikulum sebelumnya tidak ada. Pelajaran menggambar dan
seni suara diubah namanya menjadi seni rupa dan seni musik. Selengkapnya
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.13
bidang studi pendidikan kesenian berisi sub-sub bidang studi seni rupa, seni
musik, seni tari, dan seni teater (drama).
Kurikulum 1975 disempurnakan lagi pada tahun 1984 dengan sebutan
kurikulum 1984. Penyempurnaan ini ditandai oleh penggantian istilah pendidikan
kesenian menjadi pendidikan seni. Penyempurnaan kurikulum ini terutama
ditujukan kepada kendala yang ditimbulkan oleh terlalu luasnya materi bahan ajar
yang ditentukan dalam kurikulum 1975 dibandingkan dengan alokasi waktu yang
disediakan. Dalam pendidikan seni justru terjadi perubahan yang cukup besar,
peran pendidikan untuk menyiapkan tenaga terampil yang siap kerja ditiadakan,
dan peran untuk pengembangan ilmu seni juga diperkecil demikian juga dengan
alokasi waktunya di tingkat sekolah menegah atas dikurangi hanya diberikan di
kelas satu dan dua saja.
4. Kurikulum Pendidikan Seni 1994
Perbedaan yang cukup mendasar dalam kurikulum 1994 setelah
pemberlakuan kurikulum 1984 adalah digunakannya Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional sebagai dasar dari pembuatan kurikulum. Kurikulum 1994
Sekolah Dasar yang berlaku saat itu sangat jauh berbeda dengan kurikulum
sebelumnya. Perbedaan itu meliputi sistem pembelajarannya yang menggunakan
integrated learning’ atau pembelajaran terpadu antara beberapa cabang seni.
Nama pendidikan seni berubah pula menjadi ‘Kerajinan Tangan dan Kesenian’.
Ruang lingkup materi kerajinan tangan meliputi berbagai kegiatan sederhana
kerumahtanggaan yang mudah dilakukan oleh anak-anak untuk keperluan
hidupnya sehari-hari, dan termasuk di dalamnya pekerjaan kesenirupaan.
Sedangkan yang dimaksud kesenian meliputi seni tari (seni gerak), seni musik
(seni suara). Antara pengajaran kerajinan tangan dan kesenian dianjurkan menjadi
suatu larutan yang benar-benar terpadu dan terintegrasi dalam satu topik (bahasan)
pengajarannya. Pengajaran terpadu dalam Kerajinan Tangan dan Kesenian
(disingkat: KTK) ini bermuatan wawasan kedaerahan (muatan lokal), sebab di
dalamnya diharapkan para guru dan siswa mampu menggali seni kriya (kerajinan)
yang tumbuh di daerah sekitarnya.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.14
5. KBK, Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006
Reformasi politik di Indonesia membawa dampak pada berbagai bidang,
termasuk pendidikan. Undang-undang Otonomi Daerah tahun 2000 merupakan
salah satu pemicu perubahan mendasar dalam kurikulum pendidikan di Indonesia
yang berdampak pula pada perubahan kurikulum pendidikan seni. Berbagai
instrumen pembelajaran yang sebelumnya ditentukan oleh pemerintah pusat
diserahkan ke pemerintah daerah, termasuk wewenang pengembangan kurikulum.
Dalam Kurikulum 2004 yang lebih dahulu populer dengan sebutan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), pemerintah pusat hanya menentukan Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikatornya saja. Masing-masing daerah di
bawah kordinasi Dinas Pendidikan pada tingkat Propisnsi, Kabupaten atau Kota.
Dalam pengembangaannya, materi kurikulum pendidikan seni diharapkan sesuai
dengan aspirasi kesenian yang ada didaerahnya masing-masing. Standar
kompetensi yang dirumuskan dalam KBK sangat jelas yaitu mempersiapkan
peserta didik agar memiliki kapabilitas pengetahuan serta keterampilan seni.
Belum genap dua tahun uji coba pelaksanaan kurikulum 2004 bahkan
belum sempat diresmikan (ditetapkan) pemerintah mengeluarkan kurikulum baru
tahun 2006 yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Walaupun tampak tidak terlalu jauh berbeda dengan KBK dan kurikulum
2004, tetapi konsep kewenangan pengembangan kurikulum yang sangat besar
diserahkan hingga ke tingkat sekolah sesuai dengan kemampuan dan sumber daya
yang dimiliki sekolah. Indikator pencapaian yang muncul dalam kurikulum 2004
tidak dijumpai lagi dalam Kurikulum 2006 yang dikeluarkan oleh lembaga baru
yaitu Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Nama mata pelajaran
Pendidikan Seni pun berubah menjadi mata pelajaran Seni Budaya sejak tingkat
sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Berkenaan dengan mata pelajaran Kesenian yang berubah nama menjadi
mata pelajaran Seni Budaya, dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi Kurikulum 2006 dijelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya pada
dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya. Dalam naskah yang
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.15
sama disebutkan juga bahwa Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan
di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik. Kebermaknaan dan kebermanfaatan ini
terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan
berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,”
“belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran inilah yang diyakini oleh
para pakar pendidikan tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional,
dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan
mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti
bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional
bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan,
pemahaman, analisis, evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan
secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika. Sifat multikultural
mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan kesadaran dan
kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal
ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan
seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang
majemuk.
Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam
pembentukan pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan
kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan yang terdiri atas
kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik
matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas,
kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Bidang seni rupa, musik, tari, dan teater memiliki kekhasan tersendiri
sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam pendidikan seni budaya,
aktivitas berkesenian harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang dalam
pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua
ini diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik
berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.16
1.
Tujuan
Mata
Pelajaran
Seni
Budaya

Mata pelajaran Seni Budaya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya
2. Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya
3. Menampilkan kreativitas melalui seni budaya
4. Menampilkan peran serta dalam seni budaya pada tingkat lokal, regional,
maupun global.
2.
Ruang
Lingkup
Mata
Pelajaran
Seni
Budaya

Mata pelajaran Seni Budaya meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam
menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak,
dan sebagainya
2. Seni musik, mencakup kemampuan untuk menguasai olah vokal,
memainkan alat musik, apresiasi karya musik
3. Seni tari, mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan
dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi terhadap gerak tari
4. Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara
yang pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni
peran.
Di antara keempat bidang seni yang ditawarkan, minimal diajarkan satu bidang
seni sesuai dengan kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang tersedia.
Pada sekolah yang mampu menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang
seni, peserta didik diberi kesempatan untuk memilih bidang seni yang akan
diikutinya. (Depdiknas, 2006). Di sekolah dasar, sesuai Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar yang tercantum dalam Kurikulum 2006 pelajaran keterampilan
diberikan pula dalam ruang lingkup pendidikan Seni Budaya, sayangnya tidak ada
penjelasan mengapa seni teater (drama) tidak diberikan di tingkat sekolah dasar
dan mengapa keterampilan baru diberikan pada kelas dua sekolah dasar.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.17
Penambahan nama ”Budaya” dalam pendidikan seni diduga dipengaruhi
oleh perubahan orientasi dunia pendidikan yang dipengaruhi efek globalisasi.
Paradigma globalisasi yang berkembang pesat karena dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta transportasi ini menuntut
pemahaman budaya yang lebih luas melintasi batas-batas wilayah negara.
Antisipasi terhadap pengaruh global inilah yang mungkin mengilhami para
penyusun kurikulum memberi penekanan pada aspek budaya yang umumnya
tergambarkan dalam karya seni.
LATIHAN
Buatlah perbandingan kurikulum pendidikan seni untuk sekolah dasar sejak
kurikulum tahun 1975, hingga saat ini. Tunjukkan persamaan dan perbedaan isi
berdasarkan urutan dan ruang lingkupnya.
PETUNJUK JAWABAN LATIHAN
Kumpulkan kurikulum pendidikan seni untuk sekolah dasar sejak tahun 1975
hingga saat ini. Buatlah tabel yang menunjukkan berbagai variabel isi dalam
masing-masing kurikulum tersebut. Cermati berbagai persamaan dan perbedaan
serta perubahan yang terjadi pada setiap periodenya.
RANGKUMAN
Kerangka Tujuan dan Pendekatan dalam kurikulum pendidikan seni diantaranya
(1) Ekspresi dalam seni (Expression in Art); Ekspresi merupakan salah satu faktor
penting dalam seni. Faktor ekspresi ini pula yang membedakan penyelenggaraan
pendidikan seni dengan penyelenggaraan mata pelajaran lainnya. Pembelajaran
ekspresi dalam kurikulum pendidikan seni mengunakan tiga kerangka tujuan dan
pendekatan yaitu bagaimana mendidik anak Melahirkan Gagasan untuk Seni,
bagaimana ekspresi dituangkan dalam Kualitas visual yang menggambarkan
gagasan, serta bagaimana menggunakan media untuk menghasilkan kualitas
visual yang menggambarkan gagasan dan ekspresi anak tersebut, (2) Tanggapan
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.18
terhadap bentuk-bentuk visual. Kepekaan persepsi, keterampilan
menginterpretasi, dan menilai karya seni dalam kerangka tujuan dan pendekatan
kurikulum pendidikan seni pada dasarnya merujuk pendekatan kritik dan apresiasi
dalam pembelajaran seni.
Kerangka Kerja Kurikulum Pendidikan Seni dapat juga dijadikan kerangka
kerja untuk mengembangkan kurikulum pendidikan seni dengan memperhatikan
(1) Fungsi Dalam Pendidikan Umum: memfasilitasi pemenuhan diri siswa
(personal fullfillment), mentransmisikan warisan budaya, dan mengembangkan
kesadaran sosial. (2) Tujuan Dalam Pendidikan Seni dengan memperhatikan
tanggapan dan ekspresi personal, serta kepedulian terhadap warisan artistik, (3)
Kesadaran tentang seni di masyarakat
Perkembangan Kurikulum Pendidikan seni di Indonesia telah mengalami
berbagai pembaharuan dari waktu ke waktu. Pembaharuan dilakukan guna
meningkatkan kualitas pendidikan seni. Secara historis perkembangan kurikulum
pendidikan seni dapat di bagi dalam periode sebagai berikut. (1). Kurikulum
Pendidikan Seni sebelum Kemerdekaan, (2) Kurikulum Pendidikan Seni Setelah
Kemerdekaan, (3) Kurikulum Pendidikan Seni 1975 dan 1984, (4). Kurikulum
Pendidikan Seni 1994, (5) KBK, Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan 2006.
TES FORMATIF 3
Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan
1. Faktor penting yang membedakan mata pelajaran kesenian dengan mata
pelajaran lainnya adalah….
a. ekspresi
b. keindahan
c. presisi
d. validasi
2. Kepekaan persepsi, keterampilan menginterpretasi, dan menilai karya seni
dalam kerangka tujuan dan pendekatan kurikulum pendidikan seni pada
dasarnya merujuk pendekatan …………………dalam pembelajaran seni
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.19
a. visual dan auditori
b. auditori dan kinestetik
c. kritik dan apresiasi
d. ekspresi dan intuisi
3. Tujuan pembelajaran pada poin ini adalah medidik dan melatih anak agar
memiliki keterampilan untuk belajar mempersepsikan berbagai bentuk/simbol
visual. Poin yang dimaksud adalah..............
a. Kepekaan Intuisi
b. Kepekaan Persepsi
c. Kompetensi kreasi
d. kompetensi imajinasi
4. Pengetahuan dan keterampilan menginterpretasi diberikan kepada anak-anak
dengan tujuan agar anak belajar ...........................
a. menginterpretasikan makna
yang diadopsi
b. menginterpretasikan makna
yang diakusisi
c. menginterpretasikan makna yang
diaudisi
d. menginterpretasikan makna yang
dipersepsi
5. Bentuk kepedulian yang terbangun dari kesadaran dan penghargaan anak
terhadap berbagai bentuk artistik yang ada dan dihasilkan oleh masyarakat
adalah mengembangkan
a. kesadaran sosial
b. kesadaran estetik
c. kesadaran bernegara
d. kesadaran pribadi
6. Kerangka kerja kurikulum yang berkaitan dengan pengembangan disiplin
ilmu seni diantaranya adalah.....
a. kesadaran lingkungan seni
b. kreaativitas seni
c. tanggapan dan ekspresi personal
d. tanggapan dan ekspresi komunal
7. Pengembangan sebuah kurikulum dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya kebutuhan masyarakat, perkembangan disiplin ilmu dan ....
a. perkembangan ekonomi
b. perkembangan ekologi
c. perkembangan teknologi
d. perkembangan psikologi
8. Masa antara tahun 1930-1945 kurikulum pendidikan seni sangat berorientasi
.................. yang sangat relevan dengan bidang ketukangan dan industri kecil.
a. individual
b. vokasional
c. material
d. kolonial
9. Pembaharuan dalam kurikulum dengan penggantian nama mata pelajaran
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.20
menggambar dan seni suara menjadi ‘Pendidikan Kesenian’ terjadi pada
kurikulum tahun........
a. 1984
b. 1975
c. 1968
d. 1975
10. Nama mata pelajaran Pendidikan Seni pun berubah menjadi mata pelajaran
Seni Budaya sejak tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas terjadi
pada kurikulum tahun..................
a. 2006
b. 2004
c. 1994
d. 2003
Untuk melihat kemampuan Anda, coba cocokan jawaban Saudara dengan
Kunci Jawaban Tes Formatif yang terdapat pada akhir Unit ini. Kemudian
hitunglah jawaban Saudara yang benar dan gunakan rumus di bawah ini untuk
mengetahui tingkat penguasaan Saudara terhadap Materi sub unit 3 ini.
Rumus:
Tingkat penguasaan= Jumlah Jawaban Saudara yang benar x 100%
10
Arti tingkat penguasan yang Saudara capai:
90 - 100% = baik sekali
80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang
Catatan: Bila Saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Saudara
dapat meneruskan dengan Unit atau sub unit selanjutnya, tetapi bila tingkat
penguasan Saudara masih di bawah 80%, Saudara harus mengulangi sub unit ini,
terutama bagian yang belum Saudara kuasai.
DAFTAR PUSTAKA
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.21
Chapman, Laura H., (1978), Approach to Art in Education, New York: Harcourt
Brace Jovanovich.
Duncum, Paul, 2001,Geisert, Paul G. dan Futrell, Mynga K., Teachers,
Computers, and Curriculum, Allyn and Bacon, Boston-London, Toronto,
Sydney-Tokyo-Singapore., 1995.
Karhami, K. A. (2000) Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar dan
Menengah (Upaya Menyeimbangan Tiga Kepentingan: MasyarakatPembelajar-Keilmuan). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 024 Tahun
ke-6, Juli 2000. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas
Ramanto, M (2003) “Peran Guru Kesenian dalam Meningkatkan Apresiasi Seni
Masyarakat”. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Seni, Vol. 4 No.2 2003 (160-
165).
Read, H. (1958) Education Through Art. London: Faber and Faber
Salam, S. (2001). “Pendekatan Ekspresi diri, Disiplin dan Multikultural dalam
Pendidikan Seni Rupa”. Wacana Seni Rupa, Jurnal Seni Rupa dan Desain.
Vol 1.3 Agustus2001. Bandung: P3M-STISI.
________ (2003). “Menelusuri Tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah”. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan No. 040 Tahun ke-9, Mei 2003. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.
Soehardjo, A.J., (2005), Pendidikan Seni dari Konsep sampai Program, Malang:
Fakultas Sastra UNM.
Sukmadinata, N.S. (2002) Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
_______________. (2004) Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:
Kesuma Karya.
Tabrani, P. (2001) “ Peran Pendidikan Seni dalam Pendidikan Integral”.
Makalah, disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan
Seni 18-19 April 2001 di Jakarta.
Theoretical Foundations for an Art Education of Global Culture and Principles for
Classroom Practice. In International Journal of Education & the Arts
Volume 2 Number 3 June 10, 2001
Tilaar, H.A.A.R., Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia,
Rosda Karya, Bandung, 2000.
UNIT 3 – Sub UNIT 3
3.3.22
Tocharman, Maman, (et.al), (2006) Pendidikan Seni Rupa, Bandung: UPI Press
_______________________ (2006) Kajian Lanjutan Pembelajaran Seni Rupa,
Bandung: UPI Press
Wachowiak, F and Clements R., (1993). Emphasis Art, A Qualitative Art
Program for Elementary and Midle Schools. Fifth Edition. New York:
Harper Collins College Publishers.
Kunci Jawaban Unit 1
Test Formatif 1
1. C
2. A
3. D
4. A
5. A
6. C
7. B
8. C
9. D
10. A
Test Formatif 2
1. A
2. C
3. A
4. D
5. B
6. C
7. C
8. D
9. D
10. A
Test Formatif 3
1. A
2. C
3. B
4. D
5. A
6. C
7. C
8. B
9. D
10. A

No comments:

Post a Comment