Wednesday, December 13, 2017

Penerapan Pendidikan Multikultural pada Anak Usia Dini

Penerapan Pendidikan Multikultural pada Anak Usia Dini
*) Penulis Arumi Savitri Fatimaningrum (NIP 13231997)
Dosen FIP-UNY, Jurusan PPSD, Program Studi PGTK
Pendahuluan Istilah multikultural mulai marak digunakan sekitar tahun 1950-an, terkait dengan kalimat yang termuat dalam sebuah surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal sebagai masyarakat “multi-cultural” dan “multi-lingual”. Kultur atau budaya sendiri pada perkembangannya diartikan sebagai suatu pemahaman pada sekelompok manusia yang mempengaruhi cara berpikir (think), merasa (feel), percaya (believe), dan bertindak (act). Dengan begitu budaya tidak hanya terkait pola hidup seseorang yang ditentukan oleh etnis, ras maupun agama yang dianutnya, tapi juga gaya hidup yang dimiliki. Sebagai contoh adalah orang-orang yang meski hidup di daerah yang sama tapi memiliki latar belakang ekonomi yang bertolak belakang maka mereka akan memiliki cara berpikir,dan bertindak yang sangat jauh berbeda. Pemahaman mengenai keragaman budaya atau multikultur perlu dimiliki seluruh anggota masyarakat untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi akibat perbedaan-perbedaan yang ada. Sejauh ini cara yang efektif untuk memberikan pemahaman adalah melalui pendidikan, sehingga muncul istilah Pendidikan Multikultural. Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai "pendidikan untuk/ tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan" (El-Ma’hady, 2004) Di Indonesia pendidikan multikultural telah diberikan dalam bentuk pendidikan kewiraan, kepramukaan, dan kewarganegaraan sebagai bagian dari proses usaha membangun cara hidup multikultural untuk memperkuat wawasan kebangsaan. Akan tetapi, Asy’arie (2004) menuturkan adanya kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan kewiraan sudah mulai kehilangan dimensi kulturalnya sebagai akibat krisis militer dalam sejarah politik bangsa Indonesia. Sementara pendidikan kepramukaan dan kewarganegaraan menjadi antirealitas karena tidak mengalami aktualisasi hidup di tengah realitas perubahan sosial yamg kompleks dalam tekanan budaya global yang cenderung matrealistik dan hedonistik. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai keragaman budaya di Indonesia maka pendidikan multikutural perlu dicarikan cara agar dapat tetap terinternalisasi dalam jiwa masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan multikultural sejak awal kepada anak usia dini sehingga dapat menjadi pondasi yang kokoh bagi perkembangan jiwa anak-anak.

No comments:

Post a Comment