Wednesday, December 13, 2017

Periode Awal kemerdekaan dan Gerakan Yayasan Bersekolah pada Ibu

Periode Awal kemerdekaan dan Gerakan Yayasan Bersekolah pada Ibu

 
Pada tahun awal kemerdekaan tahun 1950-an, karena pemerintah lebih focus  terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan dan keamanan Negara; sektor pendidikan masih terabaikan dan pendidikan bagi anak usia dini belum tergarap. Pada waktu itu, kondisi pendidikan di Indonesia pada kondisi kritis. Akan tetapi para tokoh wanita Indonesia bersama-sama masyarakat tidak tinggal diam, dengan berbagai usaha meraka mengatasi krisis pendidikan melaui perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi wanita. Salah satu organisasi yang paling terkenal dan berpengarus sampai keluar pulau Jawa tetapi jarang dipublikasikan adalah usaha yang dilakukan Yayasan Bersekolah pada Ibu (Yayasan Beribu. Sebagaimana tulisan Solehuddin (1997, 2000):

“….diantara organisasi-organisasi tersebut, yang terbesar dan paling berpengaruh saat itu adalah Yayasan Bersekolah pada Ibu (Yayasan Beribu), dengan mulai menyelenggarakan pendidikannya di Bandung tahun 1951, pengaruh dari yayasan ini meluas hingga keluar pulau Jawa:”

Pada saat kondisi krisis ini, Yayasan Bersekolah pada Ibu sebagai pembawa obor penerang pendidikan di Indonesia. Yayasan ini besar dan sangat berpengaruh karena didirikan oleh hampir seluruh organisasi atau perkumpulan para tokoh wanita di Indonesia kala itu. Dalam arsip sejarah, tertulis paling tidak ada 12 organisasi wanita yang bersepakat mendirikan Yayasan Beribu, yaitu Perkiwa Pusat, Budi Istri Pusat, Budi Istri cabang Bandung, Muslimat, Rukun Wanita Cilentah, Perwari cabang Bandung, Persatuan Wanita Cicendo, Persatuan Wanita Kristen Indonesia, Persatuan Putri Indonesia, Bank Cooperatie Wanita Indonesia, Women’s International Club. Dapat dikatakan lahirnya yayasan bersekolah pada Ibu merupakan persatuan ide kekuatan untuk memperjuangkan pendidikan Indonesia yang sangat terpuruk. 

Dari seluruh tokoh wanita tersebut, akhirnya terpilih tiga tokoh utama priangan yang memimpin lembaga ini. yaitu, Ny. Emma Poeradireja, Ny. Mary E. Saleh, dan Ny. Emma Soemanegara.
Yayasan Beribu telah menorehkan sejarah dalam pendidikan usia dini di Indonesia. Yayasan inilah yang menggagas lahirnya konsep” system pusat minat/system unit yang dulu sangat terkenal”, “Ibu rumah tangga jadi guru TK”, “sekolah garasi”, alat permainan edukatif, hingga parent cooperative. Parent cooperative bahkan diajarkan kepada tokoh wanita Thailand oleh tokoh Yayasan Beribu atas undangan raja Thailand pada tahun  1972. 

Selain terkenal dengan konsep pendidikan taman kanak-kanak dengan system pusat minat, sekolah garasi, dan alat permainan edukatif-nya; Yayasan Beribu merupakan salah satu lembaga tertua di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan untuk guru taman kanak-kanak berupa kursus (KPGTK) yang dimulai pada 8 Juni 1981. Pendidikan KPGTK dengan lama pendidikan satu tahun saat itu didasarkan kepada sulitnya mencari huru TK/PAUD yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengajar sesuai perkembangan anak, lagi pula jarang ada wanita yang mau jadi guru TK.

Keberhasilan Yayasan Beribu mengembangkan sebuah pengajaran yang khas, yang diberi nama system pusat minat bagi anak usia dini mendapat respons positif dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Priyono ketika mengunjungi TK yang menggunakan system Yayasan Beribu pada 16 Agustus 1962. Pada 12 Desember 1962 Sistem Pusat Minat Yayasan Beribu mendapat pengakuan resmi dari Kementerian Pendidika dan kebudayan Pusat Jakarta; pada tanggal 12 Maret 1963, Sistem Pusat Minat yang dikembangkan oleh Yayasan Beribu dijadikan pilot projek nasional oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan (PDK). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Jakarta juga mengakui dan menganjurkan agar seluruh SGTK negeri mempelajari system pusat minat yang dikembangkan oleh Yayasan Beribu.
 

Foto Yayasan Beribu depan gedung WHO tahun 1958

Perhatian dunia internasional terhadap perjuangan Yayasan Beribu ditunjukkan dengan diikutsertakannya dalam berbagai konferensi internasional, seperti International Conference on the Family, di India, 1967; pertemuan pemimpin wanita Asia di New York, 1958; pertemuan dengan Direktur Organisasi Internasional untuk kesehatan , pendidikan, dan kesejahteraan, New York, 1953; Workshop di Filipina (1953). Disamping kunjungan dari beberapa badan dunia untuk mempelajari system pembelajaran anak usia dini Yayasan Beribu dilakukan oleh UNESCO (1960); Director of Associated Country Women of the Word (ACWW) (1961); UNICEF, 1962, 1969, 1971; Canadian Brodcasting Corporation (1964); ACCW South Asia (1071); Konrad Adenauer Stiftung dan Terre des Hommes, Jerman (1974, 1976). 

Disamping terkenal dengan system pusat minat, Yayasan Beribu juga dikenal sebagai :

  • Pemprakasa parent cooperative di Indonesia, tahun 1971. Bahkan Ibu Mary saleh adalah salah seorang penggagas parent cooperative di Thailand, sehingga mendapat penghargaan tinggi dari raja Thailand.
  • Pemprakasa berdirinya Taman Penitipan Anak (TPA), untuk pertama kalinya dibuka di jalan Cipaganti 107 dan diresmikan oleh ibu Mashudi, istri Gubernur Jawa Barat, tanggal 8 Januari 964.
  • Pengembang disain produksi dan pemasaran alat permainan edukatif (APE) pertama di Indonesia tahun 1961. Usaha ini melibatkan anak-anak putus sekolah dan sampai sekarang produksi APE Yayasan Beribu telah dikenal diseluruh wilayah Indonesia.
  • Penyelenggara pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus sejak tahun 1991.
Periode Orde Baru/Taman Kanak-Kanak Alqur’an

Salah satu gerakan yang tak boleh diabaikan dalam sejarah perkembangan pendidikan anak usia dini di Indonesia dan mendapat sambutan luas dan apresiasi dari masyarakat dilakukan oleh LPPTKA-BKPRMI (Badan Keluarga Pemuda Remaja Masjid Indonesia) yang pada awalnya berkembang pesat di Bandung, Jawa barat, sekitar tahun 1990-an. sebelumnya di Yogyakarta berkembang merode Iqro’, yaitu cara cepat belajar membaca Alqur’an untuk anak-anak usia dini. Lembaga tersebut memanfaatkan serambi masjid sebagai tempat menyelenggarakan taman kanak-kanak Alqur’an (TKA) dan Taman Pendidikan Alqur’an (TPA). Perkembangan gerakan ini termasuk sangat cepat sebab hampir di seluruh pelosok daerah terdapat masjid sebagai tempat ibadah, kemudia menyebar dan berkembang ke propinsi lain di seluruh Indonesia. Berdasarkan nomor unit yang dilekuarkan LPPTKA, di Jawa Barat saja pada tahun 1997 telah terdaftar 100-an TKA. 

Disamping memiliki kurikulum sendiri, LPPTKA juga menyiapkan bahan ajar khusus untuk anak didik dan para kader. Mereka juga secara periodic menyelenggarakan kepelatihan kepada remaja dan pemuda masjid untuk dididik menjadi guru TPA atau TKA. 

Gerakan ini mulai menurun justru sejak keluarnya gebrakan PAUD oleh pemerintah sekitar tahun 2003; namun demikian sampai saat ini perjuangan LPPTKA-BKPRMI sampai saat ini terus berlanjut. 

Periode lahirnya PAUD tahun 2003 sampai sekarang

PAUD tak lain untuk menjawab persoalan masih banyaknya anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan; meskipun sudah ada taman kanak-kanak (TK). Keberadaan TK dan kelompok bermain (play group) selama ini dianggap belum mampu menampung anak usia dini yang seyogyanya memperoleh pendidikan. 

Sejak gerakan PAUD dicanangkan Presiden  pada 23 Juli 2003, secara kuantitas jumlah PAUD yang berdiri memang meningkat sangat drastis. Namun demikian banyak hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah, seperti kualitas guru, program belajar atau kurikulum, tata kelola, dan hubungan haarmonis dengan taman kanak-kanak yang sudah lebih dulu berkembang. 



Sampai dengan satu dasawarsa sejak dicanangkan Presiden tahun 2003, perkembangan PAUD terus mengalami perubahan dan peningkatan. Perubahan yang terasa adalah gencarnya upaya pengembangan PAUD yang saat ini berada di bawah Direktoral Jenderal (Ditjen PAUDNI), terutama upaya pemeratan lembaga PAUD untuk menjangkau anak usia dini hingga ke pelosok, pengembangan model PAUD berbasis budaya local, upaya pengembangan pembelajaran, peningkatan kualitas guru. Lahirnya permendiknas no. 16/2007 dan No. 58/2009 tentang standar pendidikan anak usia dini merupakan salah satu dasar hukum dalam pengembangan PAUD dan peningkatan kompetensi pendidik PAUD. Atas dasar Permendiknas itu kemudian diselenggarakan Diklaat berjenjang pendidik PAUD, tempat uji kompetensi, dan sebagainya.


No comments:

Post a Comment